Deskripsi Habitat HASIL PENELITIAN

Gambar 11 Kekuatan 8 parameter fisika kimia lingkungan dalam membentuk konfigurasi dua komponen utama untuk 24 contoh pengamatan di lokasi pemasangan sero di Kecamatan Pitumpanua, Kabupaten Wajo selama penelitian.

5.4 PEMBAHASAN

5.4.1 Deskripsi Habitat

Perubahan rata-rata suhu perairan selama penelitian menujukkan fluktuasi dan pola yang sama diantara ketiga habitat. Terjadi perbedaan suhu yang signifikan menurut habitat. Suhu di muara sungai 28,28 o C lebih rendah dibanding suhu di sekitar mangrove dan lamun Tabel 8 Lampiran 12. Rendahnya suhu di muara sungai sangat besar kemungkinan dipengaruhi oleh limpasan air tawar yang bersuhu relatif lebih rendah dibandingkan suhu air di perairan pantai. Faktor limpasan air tawar memang merupakan pemicu menurunnya suhu perairan di sekitar muara sungai, seperti hasil penelitian yang didapatkan oleh Wahyudewantoro 2009 ternyata suhu di estuari Binuaengeun Banten akibat limpasan air tawar. Berbeda yang didapatkan oleh Andriani 2004 di perairan pantai Kabupaten Luwu Teluk Bone yang kisaran suhunya lebih tinggi 30,0-32,0 o C hal ini dikarenakan lokasinya semi tertutup dan terisolasi sehingga tidak ada percampuran massa air tawar yang bersuhu lebih dingin. Hal yang sama juga didapatkan oleh Zainuddin 2011 di perairan Palopo dan sebelah timur Teluk Bone Perairan Kolaka. Nilai salinitas di daerah lamun tidak berbeda dengan di mangrove, tetapi kedua daerah tersebut berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan di muara sungai Tabel 8 Lampiran 12. Rendahnya salintas di muara sungai dikarenakan pada muara sungai dipengaruhi oleh daratan, dimana dari daratan masuk aliran air tawar melalui sungai menuju muara sungai yang menyebabkan penurunan salinitas di daerah muara sungai tersebut, atau pada muara sungai terjadi proses percampuran air tawar dari sungai. Salinitas yang tinggi di daerah mangrove dan lamun karena terletak di wilayah yang jauh dari muara sungai. Semakin jauh dari muara sungai ke arah laut, salinitas akan bertambah Duxburry 2002. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai Nontji 2005. Kecepatan arus berbeda pada setiap stasiun. Kecepatan arus tertinggi dijumpai pada daerah muara sungai 0,26 mdetik Tabel 8 Lampiran 12. Hal ini kemungkinan besar disebabkan besarnya arus yang mengalir karena derasnya aliran sungai yang masuk ke perairan muara sungai. Tidak jauh berbeda yang didapatkan di perairan pantai Kabupaten Luwu yaitu 0,19 mdetik Andriani 2004. Namun relatif kuat yang didapatkan di Teluk Kotania pada pasang dan surut masing-masing 0,7 mdetik Supriyadi 2009, di Selat Bangka yaitu lebih dari 50 cmdetik Nurhayati 2007, dan di perairan Berau memiliki nilai tertinggi adalah sebesar 115,3 cmdetik dan kecepatan arus permukaan terendah diperoleh nilai sebesar 5,4 cmdetik Aryawati 2007. Nilai pH cenderung lebih rendah didapatkan di muara sungai karena adanya pengaruh masukan massa air tawar dari sistem sungai yang bermuara. Tabel 8 Lampiran 12. Secara umum kisaran pH yang didapatkan yaitu 6,7-7,2 jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian Andriani 2004 di perairan pantai Kabupaten Luwu Teluk Bone yaitu 8,0-8,1. Kisaran yang didapatkan selama penelitian masih menunjang kehidupan fitoplankton yaitu berada pada kisaran 6,5-8,5 Prescod 1973. Lebih lanjut Sachlan 1982 bahwa fitoplankton dapat hidup subur pada pH 7-8 bilamana terdapat cukup mineral di dalam perairan tersebut.