Karakteristik Habitat HASIL PENELITIAN

juga didapatkan oleh Zainuddin 2011 di perairan Palopo dan sebelah timur Teluk Bone Perairan Kolaka. Nilai salinitas di daerah lamun tidak berbeda dengan di mangrove, tetapi kedua daerah tersebut berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan di muara sungai Tabel 8 Lampiran 12. Rendahnya salintas di muara sungai dikarenakan pada muara sungai dipengaruhi oleh daratan, dimana dari daratan masuk aliran air tawar melalui sungai menuju muara sungai yang menyebabkan penurunan salinitas di daerah muara sungai tersebut, atau pada muara sungai terjadi proses percampuran air tawar dari sungai. Salinitas yang tinggi di daerah mangrove dan lamun karena terletak di wilayah yang jauh dari muara sungai. Semakin jauh dari muara sungai ke arah laut, salinitas akan bertambah Duxburry 2002. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai Nontji 2005. Kecepatan arus berbeda pada setiap stasiun. Kecepatan arus tertinggi dijumpai pada daerah muara sungai 0,26 mdetik Tabel 8 Lampiran 12. Hal ini kemungkinan besar disebabkan besarnya arus yang mengalir karena derasnya aliran sungai yang masuk ke perairan muara sungai. Tidak jauh berbeda yang didapatkan di perairan pantai Kabupaten Luwu yaitu 0,19 mdetik Andriani 2004. Namun relatif kuat yang didapatkan di Teluk Kotania pada pasang dan surut masing-masing 0,7 mdetik Supriyadi 2009, di Selat Bangka yaitu lebih dari 50 cmdetik Nurhayati 2007, dan di perairan Berau memiliki nilai tertinggi adalah sebesar 115,3 cmdetik dan kecepatan arus permukaan terendah diperoleh nilai sebesar 5,4 cmdetik Aryawati 2007. Nilai pH cenderung lebih rendah didapatkan di muara sungai karena adanya pengaruh masukan massa air tawar dari sistem sungai yang bermuara. Tabel 8 Lampiran 12. Secara umum kisaran pH yang didapatkan yaitu 6,7-7,2 jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian Andriani 2004 di perairan pantai Kabupaten Luwu Teluk Bone yaitu 8,0-8,1. Kisaran yang didapatkan selama penelitian masih menunjang kehidupan fitoplankton yaitu berada pada kisaran 6,5-8,5 Prescod 1973. Lebih lanjut Sachlan 1982 bahwa fitoplankton dapat hidup subur pada pH 7-8 bilamana terdapat cukup mineral di dalam perairan tersebut. Nilai kandungan oksigen terlarut berbeda berdasarkan habitat. Kadar oksigen terlarut di daerah lamun berbeda dengan di muara sungai, tetapi kedua daerah tersebut tidak berbeda nyata dengan di daerah mangrove Tabel 8. Kadar oksigen terlarut yang didapatkan di ketiga habitat berada pada kisaran 5,0-6,1 mll Lampiran 12. Salmin 2005 mengemukakan bahwa perairan yang kadar oksigen terlarutnya DO 5 maka perairan tersebut tingkat pencemarannya rendah dan bisa dikategorikan sebagai perairan yang baik. Kadar oksigen terlarut rata-rata yang didapatkan dalam penelitian ini tidak jauh berbeda dengan yang terdapat di perairan Berau Kalimantan Timur berkisar antara 4,77–6,14 mll Aryawati 2007, di perairan pantai Kabupaten Pinrang Selat Makassar 3,8-8,7 ppm Umar 2009, dan di Selat Makassar Kabupaten Barru berkisar antara 3,9-7,9 Hatta 2010. Kandungan nitrat berbeda setiap habitat. Kandungan nitrat di muara sungai 0,209 µgL lebih tinggi dibandingkan di daerah mangrove dan lamun. Rata-rata kandungan nitrat 0,175 µgL Tabel 8 Lampiran 12 secara umum di perairan pantai Pitumpanua Teluk Bone sedikit lebih rendah ambang batas kebutuhan oftimal pertumbuhan fitoplankton. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Mackentum 1969 bahwa kadar nitrat yang dibutuhkan oleh fitoplankton laut adalah 0,203-0,790 µg–atl, bila kurang dari nilai tersebut maka menyebabkan nitrat sebagai faktor pembatas di perairan tersebut. Rata-rata kandungan fosfat di habitat muara sungai dan mangrove 0,118 µgL dan 0,110 µgL lebih tinggi dibanding pada lamun Tabel 8 Lampiran 12. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh karena adanya masukan dari daratan. Nontji 1984 menyatakan bahwa kandungan fosfat di suatu perairan antara lain dapat disebabkan karena masukan dari darat atau karena terjadinya pengayaan dari lapisan dalam, baik karena penaikan air maupun karena pengadukan. Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa proses penaikan air lebih banyak terjadi di perairan dalam sedangkan proses pengadukan lebih banyak berperan di perairan dangkal. Nilai rata-rata kandungan fosfat yang ditemukan di lokasi penelitian masih kondisi yang normal baik. Hal ini diperkuat oleh Mackentum 1969 bahwa kandungan fosfat yang baik bagi pertumbuhan fitoplankton adalah berkisar 0,09- 1,80 µgL dan ditambahkan oleh Sumardianto 1985 dalam Andriyani 2004 bahwa kandungan ortofosfat yang optimal bagi pertumbuhan fitoplankton adalah 0,27-5,51 µgL dan jika kurang dari 0,02 µgL maka akan menjadi faktor pembatas. Rata-rata kandungan silikat 0,015 µgL di perairan pantai Pitumpanua Teluk Bone tidak menunjukkan adanya perbedaan, baik berdasarkan waktu pengamatan maupun habitat Tabel 8 dan Lampiran 12. Menurut Cushing dan Walsh 1976 dalam Aryawati 2007 salah satu sumber silikat adalah buangan dari darat melalui run off. Lebih lanjut Millero dan Sohn 1991 menerangkan bahwa pada dasarnya sumber silikat di laut sebagian besar merupakan hasil pelapukan yang terbawa oleh aliran sungai. Hasil penelitian ini sama yang didapatkan di perairan pantai Kabupaten Luwu Teluk Bonen yaitu sebesar 0,011- 0,031 µgL Andriani 2004. Kandungan klorofil-a di perairan pantai Pitumpanua menunjukkan nilai yang sangat fluktuatif dan heterogen. Kandungan klorofil-a di habitat muara sungai dan lamun 0,835 dan 0,976 mgm 3 lebih tinggi dibandingkan di habitat mangrove 0,687 mgm 3 Tabel 8 Lampiran 12. Tinggi rendahnya kandungan klorofil-a di perairan pantai Pitumpanua Teluk Bone sangat berhubungan dengan pasokan nutrien yang berasal dari darat melalui aliran sungai-sungai yang bermuara ke perairan tersebut. Afdal Riyono 2004 mempertegas bahwa tinggi rendahnya kandungan klorophil-a di laut sangat dipengaruhi oleh faktor hidrolgi perairan suhu, salinitas, nitrat, dan fosfat. Pada kedalaman 0-50 m suhu, salinitas, nitrat, dan fosfat tidak terlalu mempengaruhi kandungan klorofil-a, sedangkan pada kedalaman 100 m mempengaruhi. Bila dibandingkan dengan kandungan klorofil di perairan pantai Pitumpanua Teluk Bone dengan perairan Barru Selat Makassar maka kandungan klorofil-a di perairan pantai Pitumpanua Teluk Bone memiliki nilai yang lebih tinggi. Menurut Hatta 2010 kandungan klorofil-a di perairan Barru Selat Makassar berkisar 0,015-0,383 mgm 3 dan menurut Alianto et al. 2008 kandungan klorofil-a di perairan Teluk Banten memiliki berkisar 0,069-0,303 mgm 3 . Tetapi apabila dibandingkan dengan kandungan klorofil-a di perairan Ujung Watu, Jepara; pantai Kartini, Jepara, dan Teluk Jakarta, nilai kandungan klorofil-a di perairan pantai Pitumpanua Teluk Bone relatif lebih rendah. Di perairan Ujung Watu, Jepara kandungan rata-rata klorofil-a adalah sebesar 4,68 mgm 3 Sutomo et al. 1989. Kadar klorofil-a yang tinggi di perairan Indonesia umumnya disebabkan karena penyuburan yang terjadi akibat turbulensi atau pengadukan air di daerah dangkal, aliran dari sungai-sungai run off ataupun karena ”upwelling”. Kelimpahan fitoplankton dan zooplankton di perairan pantai Pitumpanua berbeda secara signifikan berdasarkan waktu pengamatan dan habitat. Rata-rata kelimpahan fitoplankton tertinggi selama penelitian di dapatkan di habitat lamun sebesar 13011 sell Tabel 8 Lampiran 12. Kelimpahan ini lebih tinggi dibandingkan dengan yang didapatkan oleh Andriyani 2004 di perairan Bua Kabupaten Luwu Teluk Bone 4511 selliter dan yang didapatkan oleh Hatta 2010 di perairan Barru Selat Makassar yaitu berkisar 431-5438 selliter. Tingginya kelimpahan yang didapatkan kemungkinan disebabkan karena lokasi pengambilan sampel berada pada daerah pantai yang tersedia banyak unsur hara yang dimanfaatkan oleh fitoplankton untuk pertumbuhan dan perkembangbiakannya. Berbeda yang didapatkan oleh Djokosetiyanto Rahardjo 2006 di perairan pantai Dadap Teluk Jakarta yaitu 21955 selliter sangat jauh lebih tinggi dibandingkan di perairan pantai Pitumpanua Teluk Bone. Sedangkan rata-rata kelimpahan tertinggi zooplankton di dapatkan di habitat muara sungai yaitu sebesar 1010 indliter Tabel 8 Lampiran 12. Bila dibandingkan kelimpahan yang di dapatkan Thoha 2007 di Teluk Gilimanuk, Bali yang mendapatkan kelimpahan zooplankton rata-rata 23938 indl, sangat jauh lebih rendah bila dibandingkan yang ditemukan di perairan pantai Pitumpanua Teluk Bone. Kelimpahan zooplankton yang didapatkan selama penelitian berada pada kisaran yang didapatkan oleh Andriyani 2004 di Kabupaten Luwu Teluk Bone yaitu 920-1227 indliter dengan rata-rata kelimpahan 1022 indliter.