Statistik Perikanan Kabupaten Wajo Kondisi Geografis

5 m 4 m 0.2 m

2.5 m 3 m

0.5 m 1 m

3.5 m 0.7 m

1 m 20 m 2 m 10 m 100 m A = Bunuhan crib Exp. Crib Crib asli B = Perut belly C = Badan body D = Sayap wing E = Penaju D E Crib asli A B C Gambar 5 Desain sebuah sero dilihat dari atas atau udara. Lima bagian sero: bagian penaju A, bagian sayap B, bagian perut C, bagian badan D, dan bagian bunuhan E Gambar 6 Bagian bunuhan atau crib A dan panaju atau leader net B yang pada salah satu sero yang digunakan dalam penelitian di Kecamatan Pitumpanua. Bahan yang diperlukan untuk pembuatan satu unit sero adalah tiang-tiang pancang, waring dan kayu-kayu penjepit tali ris bawah yang disiapkan di darat. Pembuatan atau pembangunan sebuah sero dimulai dengan membuat rangka atau pola berupa tiang-tiang kayu atau bambu yang ditancapkan di dasar laut. Tiang- tiang tersebut berfungsi sebagai tempat menggantungkan jaring yang sudah dirangkai di darat. Agar sero terpasang secara rapat dengan dasar laut atau tidak terangkat jika terkena arus air atau ombak maka tali ris bawah waring diberi sejumlah penjepit pacco. Jumlah tiang kayu yang dipakai dalam satu unit sero biasanya mencapai 1.200 batang. Jenis kayu yang dijadikan tiang adalah kayu bakau dan bambu. Panjang tiang-tiang tersebut tergantung dari posisi pemasangannya; panjang tiang untuk bagian penaju dan sayap adalah 4–5 m, untuk bagian perut dan badan adalah 5–9 m sedangkan untuk bagian bunuhan 9– 11 m. Penancapan kerangka atau tiang-tiang dimulai untuk bagian bunuhan, kemudian bagian badan sero, lalu dilanjutkna dengan penancapan tiang-tiang untuk bagian perut, sayap serta terakhir bagian penaju. Setelah semua tiang-tiang tertancap dan terpancang, dilakukan pemasangan waring yang dimulai dari waring bagian bunuhan hingga terakhir waring bagian penaju. Nelayan biasa memasang sero ketika laut sedang surut; pemasangan satu unit sero memerlukan waktu 1–2 hari. Setiap setelah 3 bulan dioperasikan, nelayan biasanya membawa waring sero ke darat untuk diperbaiki dan kemudian dipasang kembali ke laut. Di Pitumpanua, satu unit sero biasanya dioperasikan oleh seorang nelayan; selain mengoperasikan sero, dia juga berfungsi sebagai juru mudi. Kegiatan penangkapan ikan dengan sero ini biasanya berlangsung sepanjang tahun. Satu trip operasi penangkapan ikan dengan sero biasanya dimulai ketika nelayan berangkat menuju lokasi sero pada sekitar pukul 07:00–9:00 WITA. Setibanya di lokasi sero, motor tempel segera dimatikan agar ikan-ikan yang telah masuk ke dalam bunuhan tidak terusik. Selanjutnya, nelayan akan mendekati sero dengan cara mendayung perahunya. Nelayan akan naik ke atas bagian bunuhan untuk mengambil ikan-ikan yang berkumpul di dalamnya. Proses pengambilan ikan hauling dimulai dengan membuka semua tali kolor purse line dari setiap sudut dan sisi bunuhan agar waring dapat diangkat dengan mudah dan tidak berat. Selanjutnya, bagian mulut bunuhan diangkat sampai di atas permukaan air agar ikan-ikan yang berada di dalam bunuhan tidak dapat meloloskan diri atau keluar dari bunuhan. Secara bertahap dan perlahan, waring diangkat hingga hampir semua waring bagian bunuhan terangkat sementara sisanya tetap di air untuk memudahkan pengambilan ikan dengan serok Gambar 7. Ikan-ikan tersebut kemudian langsung dipindahkan ke perahu. Gambar 7 Proses kegiatan hauling pada alat tangkap sero A Penarikan jaring sero; B Pengambilan hasil tangkapan. Setelah proses pengambilan hasil tangkapan selesai, waring bagian bunuhan tersebut dikembalikan lagi ke laut, tali-tali kolor kemudian dikendurkan dan tali-tali pada sudut dan sisi bunuhan diikatkan kembali pada tiang-tiang sehingga ikan-ikan lain selanjutnya dapat masuk ke dalam bunuhan dan siap dipanen pada trip penangkapan ikan berikutnya. Kegiatan hauling ini memerlukan waktu kurang lebih 10–20 menit. Ikan-ikan tersebut kemudian dibawa ke rumah dan dijual langsung oleh nelayan kepada pembeli.

4.4 Lokasi Pemasangan Sero

Di perairan pantai Pitumpanua paling sedikit ada tiga kawasan yang merupakan tempat pemasangan sero, yaitu kawasan muara sungai, kawasan mangrove, dan kawasan lamun. Jarak di antara ketiga habitat tersebut sekitar 3 km Gambar 2 Kedalaman air pada saat pasang tertinggi di lokasi ini berkisar 2- 13 meter. Kedalaman air di tempat bagian bunuhan berbeda di antara ketiga habitat: 8-13 m pada kawasan muara sungai, 8-10 m pada kawasan mangrove, dan 9-13 m pada kawasan lamun. Substrat pada ketiga kawasan tersebut adalah pasir berlumpur, berlumpur, dan berpasir. Kedalaman perairan tersebut tidak jauh berbeda dari yang dikemukakan oleh Tiensongrume et al. 1986 diacu oleh Rachmansyah 2004 bahwa salah satu kriteria daerah pemasangan sero mempunyai kisaran kedalaman 1-10 meter. Ketiga kawasan tempat pemasangan sero tersebut berdekatan dengan 4 muara sungai, yaitu Sungai Bulete 3 o 43’07,8” ; 120 o 26’14,5”, Sungai Siwa 3 o 41’34,6” ; 120 o 26’06,1”, Sungai Bau-bau 3 o 40’32,8” ; 120 o 25’34,9”, dan Sungai Buriko 3 o 40’17,1” ; 120 o 25’03,4”. Kawasan mangrove dan lamun diapit oleh sungai Bulete dan sungai Siwa, sementara kawasan muara sungai berada depan sungai Bau-bau dan diapit oleh sungai Siwa dan sungai Buriko Gambar 2.

4.5 Jenis-jenis Ikan yang Tertangkap dengan Sero

Berdasarkan identifikasi terhadap ikan-ikan yang tertangkap sero selama penelitian, sebelas jenis ikan dan biota yang dominan atau paling banyak tertangkap adalah: 1 biji nangka Upeneus sulphureus, 2 kapas-kapas Gerres oyena, 3 lencam Lethrinus lentjam, 4 pepetek Leiognathus splendens, 5