Pengelolaan Perikanan Berbasis Ekosistem

Perikanan sero merupakan perikanan pantai yang terdiri dari beberapa ekosistem yang ada di dalamnya. Oleh karena itu penerapan pola pengelolaan sumberdaya ikan yang berbasis ekosistem atau yang dikenal sebagai ecosystem- based fisheries management EBFM sangatlah tepat untuk diterapkan. Mengingat bahwa pemanfaatan perikanan dunia saat ini terkonsentrasi pada perairan dangkal pada kedalaman antara 0-200 m Pauly dan Christensen 2002. Dipertegas bahwa produktivitas perairan di daerah pantai paparan yang tinggi telah menghasilkan suatu produktivitas perikanan yang juga tinggi. Ekosistem ini diperkirakan menyumbang lebih dari 90 sumber ikan dunia. Daerah terumbu karang dapat memproduksi 10-12 dari total hasil tangkapan di negara tropis dan sekitar 20- 25 di negara berkembang. Tingginya tingkat produktivitas di daerah pantai dibandingkan pada daerah lain digambarkan oleh Wolff 2004 dalam Widodo dan suadi 2008 seperti pada Tabel 3 berikut. Tabel 3 Produktivitas perikanan di habitat laut terbuka, pantai, dan upwelling Habitat Laut Terbuka Pantai Upwelling Persentase luas perairan 90 9,9 0,1 Rata-rata produktivitas primer g.Cmtahun 50 100 300 Total Produksi 10 9 ton Ctahun 16,3 3,6 0,1 Jumlah energi yang ditranfer antara berbagai tingkat trofik 5 3 1,5 Rata-rata efisiensi ekologi 10 15 20 Rata-rata produksi ikan mg Cm 2 tahun 0,5 340 36.000 Total produksi ikan 10 6 ton Ctahun 0,2 12 12 Tabel 3 menunjukkan bahwa perairan laut terbuka lepas pantai walaupun memiliki luas area yang terbesar mencapai 90 dari total perairan laut, namun total produksi ikan yang dapat didukung oleh wilayah ini hanya mencapai 200.000 ton Ctahun. Jumlah ini sangat berbeda dengan produksi yang mampu dihasilkan oleh dua habitat perairan laut lainnya yaitu paparan pantai dan daerah upwelling yaitu mencapai 12 juta ton Ctahun, walaupun luas areanya sangat kecil. Interaksi yang terjadi antar organisme yang hidup pada tiga habitat tersebut juga cukup berbeda. Di antara tiga habitat utama perikanan, interaksi biologi yang terjadi pada perairan laut lepas lebih kompleks dengan rantai makanan yang lebih panjang mencapai 6 tingkat trofik dibandingkan perairan pantai 4 trofik dan daerah upwelling 1,5 trofik. Bahkan jumlah tingkat trofik pada daerah upwelling bisa mencapai bisa mencapai 2 jika ikan didominasi oleh jenis herbivora Pauly dan Christensen 2002. Pencapaian tujuan pola pengelolaan sumberdaya ikan yang berbasis ekosistem diperlukan teknik pengelolaan perikanan yang baik. Widodo dan Suadi 2008 mengemukakan beberapa pendekatan pengelolaan perikanan yakni : 1 pengaturan ukuran mata jaring dari pukat atau alat tangkap yang digunakan; 2 pengaturan batas ukuran ikan yang boleh ditangkap, didaratkan, atau dipasarkan; 3 kontrol terhadap musim penangkapan ikan opened or closed season; 4 kontrol terhadap daerah penangkapan opened or closed areas; 5 pengaturan terhadap alat tangkap serta perlengkapannya di luar pengaturan ukuran mata jaring mesh size; 6 perbaikan dan peningkatan sumberdaya hayati stock enhan- cement; 7 pengaturan hasil tangkapan total per jenis, kelompok jenis, atau bila memungkinkan per lokasi atau wilayah; dan 8 setiap tindakan langsung yang berhubungan dengan konservasi semua jenis ikan dan sumberdaya hayati lainnya dalam wilayah perairan tertentu.

2.9 Review Penelitian Sebelumnya

Penelitian tentang parameter lingkungan perairan telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya seperti Andriyani 2004; Murifto 2000; Aryawati 2007; Ridho 2004 namun tidak ada diantara penelitian tersebut mengkaitkan bagaimana hubungan parameter lingkungan tersebut terhadap hasil tangkapan sebuah alat tangkap. Begitupula penelitian trofik level telah banyak dikaji Asriyana 2010; Anakotta 2002; Sjafei Robiyani 2001 tetapi kajian terbatas pada kebiasaan makan dan aspek biologis ikan. Begitupula dengan kajian tentang selektivitas alat tangkap telah banyak diteliti Rengi 2002; Matsuoka 1995; Manoppo 1999; Tenriware 2005 tetapi kajian ini hanya terfokus pada selektivitas alat tangkap tanpa melihat kondisi parameter lainnya. Penelitian-penelitian tersebut di atas hanya dilakukan secara parsial saja, sehingga penelitian ini dilakukan secara serentak mengukur kondisi daerah penangkapan ikan, struktur trofik level jenis ikan, dan selektivitas mata jaring hubungannya dengan hasil tangkapan sero. Keunggulan penelitian ini yaitu mengkaji parameter lingkungan dan trofik level hasil tangkapan, untuk melengkapi kajian selektivitas mata jaring yang dilakukan pada alat tangkap sero pada perairan pantai. Penelitian yang serupa dengan kajian ini yaitu struktur dan dinamika trofik level di daerah penangkapan perikanan bagan rambo Kabupaten Barru Sulawesi Selatan Hatta 2010, namun kajian ini tidak dilakukan analisis selektivitas alat tangkap dan dilebih difokuskan pada perairan lepas pantai dengan hasil tangkapan pelagis. 3 METODOLOGI UMUM

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini mencakup kegiatan pengumpulan data berupa pengamatan lapangan dan experimental fishing yang dilaksanakan selama 4 bulan, yaitu sejak 15 Januari hingga 15 Mei 2011. Penelitian ini dilaksanakan di lokasi yang menjadi daerah pengoperasian sero di teluk Bone, tepatnya di perairan pantai Kecamatan Pitumpanua, Kabupaten Wajo yang terletak pada posisi 03 o 40’02” - 03 o 43 ’ 12” LS dan 120 o 25 ’ 12” - 120 o 26 ’ 42” BT Gambar 2. Gambar 2 Perairan pantai Pitumpanua Kabupaten Wajo, Teluk Bone.