2.5.3 Derajat keasaman pH
Derajat keasaman pH merupakan hasil pengukuran aktivitas ion hidrogen dalam perairan yang menunjukkan keseimbangan antara asam dan basa air.
Romimohtarto dan Juwana 2001 menyatakan bahwa perubahan pH sedikit saja dapat menyebabkan perubahan dalam reaksi fisologik berbagai jaringan maupun
pada reaksi enzim dan lain-lain. Di laut terbuka, variasi pH dalam batas yang diketahui mempunyai pengaruh kecil pada sebagian besar biota. Nilai derajat
keasaman pH di perairan pesisir umumnya lebih rendah dibandingkan dengan pH air laut lepas, karena adanya pengaruh masukan massa air tawar dari sistem
sungai yang bermuara. Rata-rata pH normal air laut adalah 7,8-8,2 dan bahkan perairan tropis
dapat meningkat hingga 9,4 selama fotosintesa berlangsung Phillips dan Menes 1988. Swingle 1968 berpendapat bahwa batas toleransi pH bagi ikan umumnya
berkisar antara pH 4 dan pH 11, dan untuk mendukung kehidupan ikan secara wajar diperlukan perairan dengan pH yang berkisar antara 5-9. Di lingkungan
perairan laut pH relatif lebih stabil dan berada dalam kisaran yang sempit, biasanya berkisar antara 7,7-8,4 Nybakken 1988. Batas toleransi organisme air
terhadap pH bervariasi, tergantung pada suhu air, oksigen terlarut dan adanya berbagai anion dan kation, serta jenis dan stadium hidup organisme. Baku mutu
pH air laut untuk biota laut budidaya perikanan yang ditetapkan dalam Kep.No. 02MENKLH Tahun 1988 adalah 6-9.
2.5.4 Oksigen terlarut DO
Oksigen merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan organisme. Oksigen oleh organisme akuatik dipergunakan dalam proses-proses biologi,
khususnya dalam proses respirasi dan penguraian zat organik oleh mikroorganisme. Dalam ekosistem perairan oksigen terlarut sangat penting untuk
mendukung eksistensi organisme dan proses-proses yang terjadi di dalamnya, hal ini terlihat dari peranan oksigen selain digunakan untuk aktivitas respirasi
organisme air juga dipakai oleh organisme dekomposer dalam proses bahan organik di perairan.
Sumber utama oksigen dalam air laut adalah dari udara melalui proses difusi dan proses fotosintesis fitoplankton dan tumbuhan air lainnya pada siang
hari. Nybakken 1988 menyatakan bahwa kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh temperatur dan kecerahan, semakin rendah temperatur perairan
semakin tinggi kelarutannya, dengan kata lain kandungan oksigen dalam kolom air akan semakin rendah.
Oksigen terlarut merupakan gas yang mutlak dibutuhkan untuk pernapasan ikan dan biota lain serta diperlukan dalam perombakan bahan organik. Di laut
umumnya dalam 1 liter air laut mengandung 5-6 ml oksigen Hutagalung et al. 1997. Untuk proses metabolisme, hewan air membutuhkan oksigen terlarut di
atas 5 ppm cukup layak bagi kehidupan larva plankton Shahab 1986. Para ahli perikanan sering menyebutkan bahwa ikan dan biota air lainnya memerlukan
sekurang-kurangnya 3 mgl oksigen terlarut untuk kehidupannya secara normal. Prescod 1973 menyatakan bahwa kandungan oksigen terlarut minimal sebesar 2
ppm, cukup untuk mendukung kehidupan perairan secara normal di daerah tropik dengan asumsi perairan tidak mengandung bahan beracun. Dikatakan juga bahwa
agar kehidupan ikan dapat layak dan kegiatan perikanan berhasil, maka kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 4 ppm.
2.5.5 Kecepatan arus perairan
Arus di laut merupakan suatu fenomena dinamika air laut yang terjadi setiap hari dan merupakan pencerminan gerakan massa air laut dari suatu tempat
ke tempat lain secara horizontal. Massa air permukaan selalu bergerak, gerakan ini ditimbulkan terutama oleh kekuatan angin yang bertiup melintasi permukaan
air dan pasang surut. Angin mendorong bergeraknya air permukaan sehingga menghasilkan suatu gerakan arus horizontal yang lamban, tetapi mampu
mengangkut volume air yang sangat besar melintasi jarak di lautan. Keadaan arus ini mempengaruhi pola penyebaran organisme laut Nybakken 1988.
Perairan pantai Indonesia kecepatan arusnya relatif cukup kuat dan bervariasi seperti yang terjadi di sekitar perairan Teluk Klabat, perairan pantai
Muntok dan Selat Bangka berkisar antara 5-72 cmdet. Kecepatan utama arus mencapai lebih dari 40 cmdet, pada musim timur Agustus lebih kuat dari pada
musim peralihan April Nurhayati 2007. Kecepatan arus di perairan Selat Lombok pada bulan Agustus pada lapisan permukaan juga bisa mencapai lebih
dari 1,5 mdet Arief 1992. Begitupula dengan di sekitar Selat Malaka kecepatan arus relatif kuat dengan kecepatan kurang dari 1,0 mdet Nurhayati 2002. Kurnia
2003 melaporkan bahwa kecepatan arus di perairan Teluk Bone selama penelitian yaitu berkisar antara
0,024-0,048 mdet.
Sutarmat et al. 2003 dalam Wardjan 2005 mengemukakan bahwa arus yang biasanya disebabkan oleh
pasang surut tidak melebihi 50 cmdetik. Aliran air sebagai pergantian air yang cukup yaitu 10-30 cmdetik.
2.5.6 Plankton
Distribusi biogeografis plankton sangat ditentukan oleh faktor lingkungan, sepeti cahaya, temperatur, salinitas, nutrien dan faktor-faktor lainnya. Faktor
tersebut sangat menentukan keberadaan dan kesuksesan spesies plankton di suatu lingkungan Parsons et al. 1984 dan Valiela 1984. Lebih lanjut Parsons et al.
1984 mengemukakan bahwa tidak mudah untuk menjelaskan kondisi yang berlaku umum tentang penyebaran fitoplankton secara horisontal di laut. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan kondisi ekologi pada bagian-bagian laut yang berbeda, seperti di daerah pantai dan estuari, pesisir pantai, dan laut lepas.
Salah satu peranan fitoplankton di perairan adalah mengubah zat-zat anorganik menjadi zat-zat organik dengan bantuan sinar matahari melalui proses
fotosintesis. Hasilnya disebut sebagai produktivitas primer dengan satuan volume per waktu atau satuan luas per waktu APHA 2005. Respon fitoplankton terhadap
intensitas cahaya sangat dipengaruhi oleh pigmen yang dikandungnya. Perbedaan pigmen yang dikandung antara jenis fitoplankton menyebabkan perbedaan
intensitas cahaya yang diabsorbsi. Lebih spesifik Levinton 1982 menyatakan bahwa fitoplankton berfotosintesa menggunakan klorofil a, c, dan pigmen
tambahan. Zooplankton dipengaruhi oleh kecerahan yang erat kaitannya dengan
jumlah seston dan penetrasi cahaya kedalam perairan. Kecerahan dipengaruhi oleh kekeruhan dan warna air, makin tinggi kecerahan makin dalam penetrasi cahaya
matahari Arinardi 1989. Lebih lanjut, mengemukakan bahwa jumlah