36 orang  Belanda.  Alex  Mendur  bekerja  di  De  Java  Bode  tidak  lama,  hanya  tiga
tahun  dari  1932-1935,  tetapi  bekerja  di  De  Java  Bode  banyak  pengalaman  yang tidak  dapat  dilupakan  dan  merupakan  kenang-kenangan  tersendiri  bagi  Alex.
Setelah  tahun  1936,  Alex  bekerja  di  KPM,  meskipun  Alex  hanyalah  tamatan Sekolah  Rakyat,  namun  karena  kedekatannya  dengan  Presiden  Direktur  KPM,
Meneer  Evert,  Alex  dapat  bekerja  di  KPM.  Di  KPM,  Alex  ditempatkan  pada
bagian publikasi dan reklame.
Pada saat Jepang melaksanakan invasinya di Indonesia, yakni tahun 1942, keadaan  di  Indonesia  sangat  kacau.  Hal  ini  mengakibatkan  pula  pada  kehidupan
Alex  Mendur.  Di  masa  awal  penjajahan  Jepang  kehidupan  Alex  Mendur  dan keluarganya  mengalami  masa  suram.Para  pemuda  termasuk  Alex  ikut  kedalam
barisan propaganda dan pelopor. Alex kemudian ditunjuk oleh pemerintah Jepang untuk  bekerja  sebagai  kepala  bagian  fotografi  kantor  berita  Domei.  Dalam
perkembangan pekerjaannya tersebut memberikan peluang akses bagi Alex untuk lebih  banyak  bekerja  sebagai  wartawan  foto  guna  melakukan  dokumentasi
terhadap  setiap  peristiwa  yang  terjadi  di  Indonesia  pada  masa  itu.  Foto  Alex Mendur dapat dilihat pada gambar 2 yang terdapat pada lampiran.
b. Frans Soemarto Mendur
Frans  Mendur  memiliki  nama  lengkap  Frans  Soemarto  Mendur.  Adik kandung dari Alex Mendur ini lahir pada tahun 1913 di Kawangkoan, Kabupaten
Minahasa,  Provinsi  Sulawesi  Utara.Sejak  menjejakkan  kakinya  di  tanah  jawa, Frans mendur memiliki orang tua angkat yang berasal dari Jawa Timur.
37 …Dari  mana  ia  mendapatkan  nama  Soemarto  di  depan
nama Frans Mendur itu, jawabnya: Dari orang tua angkat saya yang kala itu menjadi manteri penjual garam di Sidoarjo, Jawa Timur.
47
Tujuan  Frans  Mendur  di  Pulau  Jawa  adalah  untuk  hidup  mandiri  dan membantu  mengurangi  beban  orang  tua  di  rumah.  Alex  Mendur  merupakan
mentor  pribadi  Frans  dalam  memberikan  pendidikan  dan  kemampuan  di  dunia fotografi.  Semenjak  itu,  masa  depan  Frans  telah  dituntun  oleh  sang  kakak  untuk
turut terjun dalam dunia pers sebagai wartawan foto.
Alex  mengajak  Frans  Mendur  dengan  harapan  agar  Frans  dapat  hidup mandiri seperti kakaknya. Orang tua Frans adalah petani dan menetap di Manado,
namun  Frans  adalah  sosok  yang  selalu  bersemangat  demi  menggapai  kehidupan lebih  baik.  Setelah  tidak  bersekolah,  ia  rela  melakukan  berbagai  pekerjaan  yang
halal.  Frans  pernah  menjadi  penjual  rokok  di  pinggir  jalanan  Surabaya,  inilah yang  membuat  jiwa  baja  untuk  Frans  agar  bertahan  hidup  semakin  terasah.  Dia
lalu menentukan garis hidupnya setelah iabelajar memotret kepada Alex, kala itu Alex Mendur sedang bekerja sebagai wartawan foto pada surat kabar  Java Bode
di  Betawi.  Setahun  kemudian  di  tahun  1935,  Frans  Mendur  ingin  coba-coba sendiri  dan  mengirimkan  hasil  karyanya  ke  Java  Bode  dan  Wereld  Nieuws  en
Sport in Beeld, sebuah surat kabar mingguan berbahasa Belanda yang juga dicetak di percetakan De Unie, kemudian jadi “Daya Upaya” dan kini dibongkar. Selain
untuk kedua perusahaan surat kabar Belanda tadi, Frans juga pernah mengirimkan karya  fotonya  kepada  Harian  Nasional,  misalnya  kepada    harian  Pemandangan,
yang  kala  itu  merupakan  salah  satu  surat  kabar  yang  lumayan  juga  besarnya  di
47
Soebagijo I. N., Jagat Wartawan Indonesia, Jakarta, PT. Gunung Agung, 1981, hlm. 124.
38 antara suarat kabar nasional lainnya. Pada masa menjadi pembantu wartawan foto,
gajinya  baru  tujuh  belas  setengah  gulden,  tetapi  beras  pun  masih  lima  sen  per kilonya.
Setelah  Jepang  menggantikan  kedudukan  Belanda  untuk  menjadi  pihak yang dipertuan di bumi Indonesia ini, Frans menjadi wartawan foto untuk  Djawa
Shimbun Sha, semacam Serikat Penerbit Surat Kabar sekarang ini. Di samping itu, dia  juga  bekerja  untuk  Surat  Kabar  Asia  Raya,  dan  sebagai  seorang  wartawan
tentu  saja  dia  dapat  bergerak  bebas  kemana-mana,  kendatipun  pada  masa pendudukan  Jepang  itu  sensor  keras  sekali  cara  kerjanya.  Justru  karena  ia
bergerak  kemana-mana  itulah,  maka  pengalamannya  menjadi  banyak,  dapat melihat dan menyaksikan dengan mata kepala sendiri apa  yang tidak atau belum
tentu bisa dibenarkan untuk dilihat orang awam.
48
Pada  tahun  1945,  Frans  Mendur  ikut  bekerja  di  Kantor  Berita  Domei dengan Alex sebagai kepala juru foto di Instansi milik Jepang tersebut.
49
Setelah Frans  mampu  menguasai  teknik  pemotretan,  kemudian  ia  menyempatkan  untuk
mengajar  kepada  tenaga-tenaga  muda  yang  dalam  hal  pers  fotografi  sedang diminati.
50
Wartawan-wartawan  foto  muda  yang  ada  di  sekelilingnya  diberi bimbingan dan tuntutan agar kelak mereka dapat mewarisi kepandaian yang baik
dan tentunya berguna bagi negara.
Pada  masa  perjuangan  mempertahankan  kemerdekaan,  ketika  ibu  kota Republik Indonesia terpaksa pindah ke Yogyakarta pada tahun 1946,  Frans turut
pula mengurusi kantor cabang IPPHOS di Yogyakarta. Kota Yogyakarta menjadi
48
Ibid., hlm. 121.
49
Taufik Rahze, Seratus Jejak Pers Indonesia. Jakarta. I: Boekoe, 2007, hlm. 194.
50
Soebagijo I. N., op.cit., hlm. 124.
39 tempat  terselenggaranya  pemerintahan  Republik  Indonesia  di  samping  tekanan
yang  masih  datang  dari  pihak  Sekutu  maupun  Belanda.  Sementara  itu,  Frans Mendur terus beraksi dengan hasil jepretannya yang dikenal gesit, pemberani, dan
merakyat,  tentang  aksi  perang  dan  kehidupan  rakyat  di  tengah  tekanan  bangsa Belanda  menjadi  kartu  sakti  perjuangan  Republik  Indonesia  di  forum
Internasional.
51
Frans  Mendur  mengurusi  kantor  cabang  di  Yogyakarta  dengan dibantu bersama beberapa anggota IPPHOS yang lainnya.
Setelah  Indonesia  merdeka  dan  berdaulat,  Frans  Mendur  masih berkecimpung dalam dunia jurnalistik dan pers. Tahun 1954 hingga tahun 1958, ia
menjabat  sebagai  Ketua  Persatuan  Wartawan  Indonesia  PWI  cabang  Jakarta. Dikarenakan  sakit  yang  dideritanya,  perintis  fotografi  nasional,  Frans  Mendur
akhirnya  menghembuskan  nafas  penghabisan  di  Rumah  Sakit  Sumber  Waras Jakarta  pada  tanggal  24  April  1971.
52
Harian  Merdeka  dalam  menanggapi  berita wafatnya Frans Mendur, menulis bahwa sebenarnya terlepas dari segalanya, Frans
berhak  untuk  dimakamkan  di  taman  Makam  Pahlawan.  Sayangnya  begitu  besar jasanya dalam mengabadikan sejarah perjuangan bangsanya, namun dia kebetulan
dianggap tidak mempunyai syarat untuk masuk ke Taman Makam Pahlawan.
53
c. Frans FerdinandUmbas dan Justus Kopit Umbas