19 merek saja sampai pada dominasi, yang menunjukan kondisi dimana merek
dibutuhkan adalah hanya merek yang diingat oleh konsumen. Kesadaran merek konsumen kemungkinan dapat bernilai tinggi
ketika mereka memiliki asosiasi yang kuat untuk suatu merek dan mereka mengetahui kualitas merek yang tinggi dan sebaliknya. Kesadaran merek
berada pada rentang antara perasaan yang tak pasti terhadap pengenalan suatu merek sampai dengan perasaan yakin bahwa produk tersebut
merupakan satu-satunya dalam kelas produk yang bersangkutan. Rentang ini dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu: brand unaware, brand
recognition, brand recall, dan top of mind. Dapat dilihat pada Gambar 3 merupakan piramida kesadaran merek yang terdiri dari empat tingkatan.
Berdasarkan Gambar 3 di atas, piramida kesadaran merek ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Puncak pikiran Top of Mind merupakan merek yang disebutkan pertama kali muncul dalam bentuk konsumen tanpa bantuan.
b. Pengingatan kembali merek Brand Recall adalah tingkatan pengenalan suatu merek yang dapat diingat kembali oleh seseorang
tanpa bantuan Unaided Recall. c. Pengenalan merek Brand Recognition adalah tingkat minimal
kesadaran merek. Dimana seseorang baru mengenal bila melihat atau mendengar identitas audio-visual melalui bantuan seperti logo, kemasan,
nama, dan slogan Aided Recall.
Gambar 3.
Piramida kesadaran merek Aaker, 1997
Top of Mind
Brand Recall Brand Recognition
Brand Unaware
20 d. Tidak menyadari merek Brand Unaware merupakan tingkatan paling
rendah dalam piramida kesadaran merek, dimana pembeli tidak menyadari adanya suatu merek.
Kesadaran merek Brand Awareness dihubungkan pada kuatnya kesan yang tersimpan dalam memori yang direfleksikan pada kemapuan
pelanggan untuk mengingat kembali atau mengenali kembali sebuah merek di dalam kondisi yang berbeda. Kesadaran merek dapat dikarakteristikkan
menurut kedalaman dan keluasannya. Kedalaman dari kesadaran merek berhubungan dengan kemungkinan sebuah merek dapat diingat atau dikenali
kembali. Keluasan
dari kesadaran
merek berhubungan
dengan keanekaragaman situasi pembelian dan konsumsi di mana sebuah merek
diingat Keller 2002.
2.4.2 Persepsi Kualitas Perceived Quality
Persepsi kualitas adalah salah satu kunci dimensi ekuitas merek. Yoo et al. 2000 mendefinisikan kesan kualitas sebagai penilaian subyektif
konsumen terhadap keunggulan dan superioritas produk secara keseluruhan. Kesan ini memotivasi konsumen untuk membeli. Menurut Aaker 1997
persepsi kualitas merupakan persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang sama dengan
maksud yang diharapkan konsumen. Terdapat lima nilai yang dapat menggambarkan nilai-nilai dari persepsi kualitas, diantaranya:
a. Alasan untuk Membeli Konsumen seringkali tidak termotivasi untuk mendapatkan dan
menyaring informasi yang mungkin mengarah pada objektifitasnya mengenai kualitas atau informasi itu memang tidak tersedia atau
konsumen tidak mempunyai kesanggupan atau sumber daya untuk mendapatkan atau memproses informasi. Apabila kesan kualitas tinggi,
kemungkinan besar periklanan dan promosi yang dilancarkan akan efektif.
b. Diferensiasi Posisi Suatu karakteristik penting dari merek adalah posisinya dalam dimensi
persepsi kualitas, yaitu apakah merek tersebut super optimum, optimum,
21 bernilai, atau ekonomis. Apakah merek tersebut terbaik atau sekedar
kompetitif terhadap merek-merek lain yang beredar di pasaran. c. Harga Optimum
Keuntungan persepsi kualitas memberikan pilihan-pilihan dalam penetapan harga optimum. Harga optimum dapat meningkatkan laba
dan memberikan sumber daya untuk reinvestasi pada merek tersebut. Harga optimum juga dapat menguatkan persepsi kualitas, yaitu “anda
mendapatkan yang anda bayar”.
d. Minat Saluran Distribusi Sebuah pengecer atau pos saluran lainnya dapat menawarkan suatu
produk yang memiliki persepsi kualitas tinggi dengan harga yang menarik dan menguasai lalu lintas distribusi tersebut. Saluran distribusi
dimotivasi untuk menyalurkan merek-merek yang diminati oleh konsumen.
e. Perluasan Merek Sebuah merek yang kuat dapat dieksploitasi untuk meluaskan diri lebih
jauh, dan akan mempunyai peluang sukses yang lebih besar dibandingkan merek dengan persepsi kualitas yang lemah.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membangun perceived quality Aaker 1997:
a. Komitmen Terhadap Kualitas Perusahaan harus mempunyai komitmen terhadap kualitas serta
memelihara kualitas secara terus-menerus. Upaya memelihara kualitas bukan hanya basa-basi tetapi tercermin dalam tindakan tanpa kompromi.
b. Budaya Kualitas Komitmen kualitas harus terrefleksikan dalam budaya perusahaan
norma perilakunya dan nilai-nilai. Jika perusahaan dihadapkan kualitas dan biaya maka kualitas yang harus dimenangkan.
c. Informasi Masukan dari Pelanggan Pada akhirnya dalam membangun perceived quality pelangganlah yang
mendefinisikan kualitas. Sering kali para pemimpin keliru dalam memperkirakan apa yang dianggap penting oleh pelanggannya.