21 bernilai, atau ekonomis. Apakah merek tersebut terbaik atau sekedar
kompetitif terhadap merek-merek lain yang beredar di pasaran. c. Harga Optimum
Keuntungan persepsi kualitas memberikan pilihan-pilihan dalam penetapan harga optimum. Harga optimum dapat meningkatkan laba
dan memberikan sumber daya untuk reinvestasi pada merek tersebut. Harga optimum juga dapat menguatkan persepsi kualitas, yaitu “anda
mendapatkan yang anda bayar”.
d. Minat Saluran Distribusi Sebuah pengecer atau pos saluran lainnya dapat menawarkan suatu
produk yang memiliki persepsi kualitas tinggi dengan harga yang menarik dan menguasai lalu lintas distribusi tersebut. Saluran distribusi
dimotivasi untuk menyalurkan merek-merek yang diminati oleh konsumen.
e. Perluasan Merek Sebuah merek yang kuat dapat dieksploitasi untuk meluaskan diri lebih
jauh, dan akan mempunyai peluang sukses yang lebih besar dibandingkan merek dengan persepsi kualitas yang lemah.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membangun perceived quality Aaker 1997:
a. Komitmen Terhadap Kualitas Perusahaan harus mempunyai komitmen terhadap kualitas serta
memelihara kualitas secara terus-menerus. Upaya memelihara kualitas bukan hanya basa-basi tetapi tercermin dalam tindakan tanpa kompromi.
b. Budaya Kualitas Komitmen kualitas harus terrefleksikan dalam budaya perusahaan
norma perilakunya dan nilai-nilai. Jika perusahaan dihadapkan kualitas dan biaya maka kualitas yang harus dimenangkan.
c. Informasi Masukan dari Pelanggan Pada akhirnya dalam membangun perceived quality pelangganlah yang
mendefinisikan kualitas. Sering kali para pemimpin keliru dalam memperkirakan apa yang dianggap penting oleh pelanggannya.
22 d. Sasaran atau Standar yang Jelas
Sasaran kualitas harus jelas dan tidak terlalu umum karena secara kualitas yang terlalu umum cenderung menjadi tidak bermanfaat.
Kualitas juga harus memiliki standar yang jelas, dapat dipahami dan diprioritaskan. Terlalu banyak sasaran tanpa prioritas sama saja dengan
tidak mempunyai sasaran yang fokus yang pada akhirnya akan membahayakan perusahaan itu sendiri.
e. Kembangkan Karyawan yang Berinisiatif Karyawan harus dimotivasi dan diizinkan untuk berinisiatif serta
dilibatkan dalam mencari solusi masalah yang dihadapi dengan pemikiran yang kreatif dan inovatif.
2.4.3 Kesetiaan Merek Brand Loyalty
Kesetiaan merek adalah preferensi konsumen secara konsisten untuk melakukan pembelian pada merek yang sama pada produk yang spesifik.
Pembelian berulang adalah tindakan pembelian berulang pada suatu produk atau merek yang lebih dipengaruhi oleh faktor kebiasaan. Pelanggan yang
sangat setia kepada suatu merek tidak akan dengan mudah memindahkan pembeliaanya ke merek lain apapun yang terjadi pada merek tersebut.
Loyalitas terhadap merek terdiri dari beberapa tingkatan. Tingkat loyalitas yang paling dasar adalah pembeli tidak loyal, yang sama sekali
tidak tertarik pada merek tersebut dan bagi mereka merek apapun dianggap memadai. Sehingga, merek memainkan peran yang kecil dalam keputusan
pembelian. Mereka lebih memilih apapun yang diobral atau yang menawarkan kenyamanan. Pembeli tipe ini bisa disebut sebagai para
pembeli harga atau pengalih. Tingkat kedua adalah para pembeli yang puas dengan produk atau setidaknya tidak mengalami ketidakpuasan. Pada
dasarnya tidak terdapat kekecewaan yang cukup untuk mendorong mereka beralih ke merek lain, apalagi bila peralihan tersebut membutuhkan usaha.
Para pembeli tipe ini bisa disebut sebagai para pembeli kebiasaan Habitual Buyers. Tingkat ketiga berisi orang-orang yang puas, namun mereka
memikul biaya peralihan Switching Cost serta biaya berupa waktu, uang,
23 atau risiko kinerja berkenaan dengan tindakan beralih merek. Atau,
barangkali terdapat suatu risiko di mana merek lain mungkin tidak berfungsi sebaik merek tersebut dalam konteks penggunaan khusus. Pada tingkat
keempat adalah mereka yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Preferensi mereka mungkin dilandasi oleh suatu asosiasi, seperti simbol,
rangkaian pengalaman dalam menggunakan atau persepsi kualitas yang tinggi. Tingkat teratas adalah para pelanggan yang setia. Mereka
mempunyai kebanggan menjadi pengguna suatu merek. Merek tersebut sangat penting bagi mereka, baik dari segi fungsinya maupun sebagai
ekspresi diri mereka. Simamora 2002 membagi kesetiaan merek ke dalam lima tingkatan,
sebagai berikut : a. Switcher adalah golongan yang tidak peduli pada merek, mereka suka
berpindah merek. Motivasi mereka berpindah merek ialah harga yang rendah karena golongan ini memang sensitif terhadap harga Price
Sensitive Switcher, adapula yang suka mencari variasi yang disebut Kotler 2007 sebagai variety-prone switcher dan karena konsumen
tersebut tidak mendapatkan kepuasaan. b. Habitual Buyer adalah golongan yang setia terhadap suatu merek
dimana dasar kesetiaannya buka kepuasaan atau keakraban dan kebanggaan. Golongan ini memang puas, setidaknya tidak merasa
dikecewakan oleh merek tersebut. Dan dalam membeli produk didasarkan pada faktor kebiasaan, bila menemukan merek yang lebih
bagus, maka mereka akan berpindah. c. Satisfied Buyer adalah golongan konsumen yang merasa puas dengan
suatu merek. Mereka setia tetapi dasar kesetiaanya bukan karena kebanggaan atau keakraban pada suatu merek tetapi lebih pada
didasarkan perhitungan untung rugi atau biaya peralihan Switching Cost.
d. Liking The Brand adalah golongan konsumen yang belum mengekspresikan kebanggaanya kepada orang lain, kecintaan pada