1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, pendidikan memiliki peranan penting yaitu untuk menjamin kelangsungan hidup dan berkembangnya suatu
negara. Oleh karena itu peningkatan serta penyempurnaan pendidikan perlu dilakukan dengan tujuan untuk menghasilkan Sumber Daya Manusia SDM yang
berkualitas, beriman, bertakwa dan bertanggung jawab sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bab II pasal 3, bahwa: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Untuk merealisasikan tujuan Pendidikan Nasional tersebut, pemerintah telah berupaya melaksanakan pendidikan nasional melalui jalur pendidikan
formal, nonformal, dan informal. Pendidikan dasar merupakan salah satu bentuk dari jalur pendidikan formal. Pendidikan dasar merupakan penyelenggaraan
pendidikan untuk mengembangkan potensi siswa guna melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab VI pasal 17 bahwa:
2 1
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.
2 Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar dan Madrasah
Ibtidaiyah MI atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama SMP dan Madrasah Tanawiyah MTs,
atau bentuk lain yang sederajat. 3
Ketentuan mengenai pendidikan dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2 diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah Paparan di atas searah dengan pendapat Lapono dkk 2008: 2.54 yang
mengemukakan penyelenggaraan pendidikan dinyatakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan siswa yang berlangsung sepanjang hayat, di
mana dalam proses tersebut harus ada guru yang memberikan keteladanan dan mengembangkan potensi siswa. Dengan kata lain, penyelenggaraan pendidikan di
sekolah dasar diwujudkan dengan adanya proses pembelajaran. Pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang ditujukan untuk membelajarkan siswa.
Pembelajaran diarahkan agar siswa dapat mencapai tujuan yaitu pemerolehan hasil belajar.
Guru dalam proses pembelajaran mempunyai peran penting. Hal ini dikarenakan keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh kemampuan guru. Guru
merupakan orang pertama yang berhubungan langsung dengan siswa sebagai subjek dan objek belajar. Sanjaya 2012: 11 mengemukakan bahwa dalam
implementasi pembelajaran guru perlu mamahami tiga hal. Pertama, pemahaman dalam perencanaan program pendidikan, yaitu menyangkut pemahaman dalam
menjabarkan isi ke dalam bentuk silabus yang dapat dijadikan dalam pembelajaran. Kedua, pemahaman dalam pengelolaan pembelajaran termasuk
dalam desain dan implementasi strategi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan
3 dan isi pendidikan. Ketiga, pemahaman tentang evaluasi, baik yang berhubungan
dengan evaluasi proses maupun evaluasi hasil pembelajaran. Ketiga hal implementasi pembelajaran guru tersebut mengacu pada kurikulum.
Lapono 2008: 56 menyatakan bahwa sebagai pengaturan proses pembelajaran, kurikulum dapat difungsikan secara ideal, instruksional, dan
operasional. Secara umum, kurikulum berfungsi sebagai acuan dalam menetapkan tujuan, isi, bahan, dan strategi pada setiap proses pembelajaran yang berlangsung.
Sementara itu secara ideal, kurikulum berfungsi mengarahkan proses pembelajaran agar tetap sesuai dengan amanat UUD 1945; secara instruksional,
kurikulum berfungsi mengarahkan agar proses pembelajaran pada suatu satuan pendidikan relatif sama dengan proses pembelajaran pada satuan pendidikan
lainnya; secara operasional, kurikulum berfungsi mengarahkan proses pembelajaran agar sesuai dengan karakteristik individual peserta didik. Menurut
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab X Pasal 37, kurikulum pada jenjang pendidikan sekolah dasar memuat beberapa
mata pelajaran, salah satunya yaitu ilmu pengetahuan alam IPA. Menurut Semiawan 1998 dalam Bundu 2006: 4, sains sebelumnya
lebih dikenal dengan Ilmu Pengetahuan Alam dalam arti luas adalah pelajaran dan penerjemahan pengalaman manusia tentang dunia fisik dengan cara teratur
dan sistematik, mencakup semua aspek pengetahuan yang dihasilkan oleh metode saintifik, tidak terbatas pada fakta dan konsep saja tetapi juga aplikasi
pengetahuan dan prosesnya yang mengacu pada pemelekan pikir manusia. Terkait dengan definisi IPA tersebut, Samatowa 2012: 2-3 mengungkapkan alasan IPA
4 diajarkan di sekolah dasar dapat digolongkan menjadi empat golongan yakni: a
IPA berfaedah bagi suatu bangsa, b IPA merupakan suatu mata pelajaran yang memberikan kesempatan berpikir kritis, c bila IPA diajarkan melalui percobaan-
percobaan yang dilakukan sendiri oleh anak, maka IPA bukan merupakan mata pelajaran yang berupa hapalan belaka, d IPA mempunyai potensi membentuk
kepribadian anak secara keseluruhan. Dari paparan di atas maka dapat diketahui bahwa IPA merupakan salah satu mata pelajaran penting yang diajarkan di
sekolah dasar. IPA mengembangkan cara berpikir sistematik dan menggunakan metode saintifik sehingga siswa dapat memiliki pemikiran kritis. Namun
kenyataannya, IPA sering dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit oleh siswa karena hanya berupa hapalan fakta-fakta.
Pembelajaran IPA di sekolah dasar masih difokuskan pada penguasaan konsep dasar. Strategi pembelajaran berpikir tidak digunakan secara baik dalam
setiap proses pembelajaran. Hal ini menyebabkan siswa menjadi kurang dapat mengembangkan keterampilan proses dalam memperoleh produk IPA. Terkait
dengan kondisi tersebut maka hakikat IPA yang meliputi produk dan proses belum terlaksana.
Pembelajaran IPA belum mengembangkan keterampilan proses juga terjadi pada SD Negeri Marga Ayu 01 Kabupaten Tegal. Berdasarkan hasil
wawancara dengan guru kelas V, diperoleh hasil bahwa siswa sulit menerima materi pelajaran khususnya tentang struktur bumi. Dalam materi ini, dijelaskan
penggolongan batuan, proses pembentukan tanah yang terjadi dari pelapukan batuan, komposisi dan jenis-jenis tanah, proses terbentuknya bumi dan susunan
5 bumi. Dijelaskan juga lapisan penyusun atmosfer serta fungsinya. Dari hasil
observasi pra penelitian menunjukkan pembelajaran masih berpusat pada guru teacher centered
atau yang sering disebut dengan pembelajaran konvensional. Ujang Sukandi dalam Sunarto 2009 menjelaskan bahwa dalam pembelajaran
konvensional guru lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan kompetensi, tujuannya adalah siswa mengetahui sesuatu, bukan mampu untuk
melakukan sesuatu, dan pada saat proses pembelajaran siswa lebih banyak mendengarkan.
Dengan pembelajaran yang lebih banyak mengajarkan tentang konsep- konsep tersebut mengakibatkan minat belajar siswa terhadap pelajaran IPA
menjadi rendah. Kurangnya minat siswa terhadap pembelajaran ditandai dengan kurangnya semangat, perhatian, ketekunan dan partisipasi aktif siswa dalam
proses pembelajaran. Rendahnya minat belajar siswa dapat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa yang menjadi kurang optimal. Hal ini menunjukkan guru perlu
mengadakan variasi dalam pembelajaran yang dapat memudahkan pemahaman siswa serta dapat menumbuhkan bahkan meningkatkan minat siswa terhadap mata
pelajaran IPA. Salah satu hal untuk mengadakan variasi dalam pembelajaran adalah
dengan memilih strategi pembelajaran yang tepat. Pemilihan strategi pembelajaran yang tepat manakala dapat sesuai dengan karakteristik siswa. Kesemuanya
dimaksudkan agar dapat mencapai hasil belajar yang optimal. Menurut Sinolungan 1997 dalam Kurnia 2007: 1.4 mengidentifikasi karakteristik siswa
usia SD antara lain usia bermain, berkelompok, dan kreatif. Dalam
6 mengimplementasikan strategi pembelajaran terkandung model pembelajaran
untuk menjamin keefektifannya. Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan salah satu karakteristik siswa sekolah dasar yang senang dalam kelompok
adalah model pembelajaran kooperatif. Johnson dan Johnson 1994 dalam Isjoni 2010: 17, pembelajaran
kooperatif adalah mengelompokkan siswa di dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal
yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut. Dalam pembelajaran kooperatif ini, guru lebih berperan sebagai fasilitator yang
berfungsi sebagai jembatan penghubung ke arah pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa itu sendiri. Guru tidak hanya memberi pengetahuan pada
siswa tetapi juga membangun pengetahuan pada pikirannya. Siswa mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pengalaman langsung dalam menemukan dan
menerapkan ide-ide mereka sendiri. Menurut Sanjaya 2012: 241, pengelompokkan siswa dalam model
pembelajaran kooperatif dapat ditetapkan berdasarkan beberapa pendekatan, di antaranya pengelompokkan yang didasarkan atas minat siswa, pengelompokkan
yang didasarkan atas latar belakang kemampuan, pengelompokkan yang didasarkan atas campuran baik ditinjau dari minat maupun kemampuan. Tujuan
diadakan pengelompokkan ini agar setiap anggota kelompok dapat saling memberikan pengalaman, saling memberi dan menerima, sehingga setiap anggota
dapat memberi kontribusi terhadap keberhasilan kelompok. Dengan demikian, keberhasilan setiap individu pada dasarnya adalah keberhasilan kelompok.
7 Pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa tipe. Salah satu tipe model
pembelajaran kooperatif yang menentukan pembentukan kelompok berdasarkan latar belakang kemampuan adalah teams games tournament.
Teams Games Tournament adalah model pembelajaran kooperatif yang
menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, dan suku atau ras yang berbeda. Model pembelajaran
TGT juga menambahkan dimensi kegembiraan yang diperoleh dari penggunaan permainan. Kegembiraan siswa karena mendapatkan pengetahuan tidak hanya
terbatas mendengarkan penjelasan guru tetapi juga dengan bermain. Dalam model pembelajaran teams games tournament terdapat game, turnamen akademik, kuis-
kuis dan sistem skor kemajuan individual. Game terdiri atas pertanyaan- pertanyaan yang kontennya relevan yang dirancang untuk menguji pengetahuan
siswa yang diperoleh dari presentasi guru di kelas dan pelaksanaan kerja tim. Turnamen adalah sebuah struktur dimana game berlangsung. Dengan adanya
game yang sifatnya menggembirakan maka semakin menunjukkan bahwa teams
games tournament merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang
sesuai dengan karakteristik yang dimiliki siswa SD yaitu senang bermain dan berkelompok.
Penerapan model pembelajaran teams games tournament, siswa dikelompokkan berdasarkan latar belakang kemampuan. Setelah guru
menyampaikan materi pelajaran, para siswa yang telah terbentuk dalam kelompok mengerjakan lembar kegiatan dalam tim mereka untuk menguasai materi.
Kemudian setiap anggota masing-masing kelompok memainkan game akademik
8 dengan anggota tim lain untuk menyumbangkan skor bagi timnya. Siswa
memainkan game ini bersama tiga orang pada meja tunamen. Pada akhir pembelajaran, setiap tim akan mendapatkan penghargaan dari guru apabila skor
yang diperoleh mencapai kriteria yang telah ditetapkan. Adanya variasi dalam langkah-langkah model pembelajaran teams games
tournament menjadikan model ini sangat tepat untuk menyampaikan materi
struktur bumi yang bersifat konsep. Dengan pemberian soal dalam setiap komponen TGT, baik yang diberikan secara klasikal yang disampaikan guru pada
presentasi kelas maupun yang diberikan secara secara kelompok dengan menggunakan game, siswa dapat berlatih soal-soal yang lebih banyak dan variatif
sehingga siswa tidak merasa bosan, bersemangat dan memperoleh penguasaan materi yang lebih baik. Dengan semangat yang tinggi dan penguasaan materi yang
lebih baik sangat memungkinkan untuk meningkatkan minat siswa dan hasil belajarnya pada materi struktur bumi.
Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Keefektifan Model Pembelajaran TGT terhadap Minat
dan Hasil Belajar Struktur Bumi pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Marga Ayu 01 Kabupaten Tegal”.
1.2 Identifikasi Masalah