112
4.2.3. Kesesuaian Pemanfaatan untuk Ekowisata Mangrove
Jenis obyek wisata yang dimanfaatkan dalam kegiatan wisata mangrove yakni mangrove, burung, monyet, dan biota menarik lainnya di kawasan ekosistem
mangrove. Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan dan verifikasi di lapangan, dilakukan sampling terhadap seluruh kawasan mangrove di gugus Pulau Togean
sehingga diperoleh enam stasiun pengamatan. Keenam stasiun yang dianalisis tersebut yakni stasiun I, stasiun VII, stasiun X, stasiun XI, XII dan stasiun XIV.
Hasil analisis kesesuaian pemanfaatan gugus Pulau Togean untuk wisata mangrove berdasarkan stasiun pengamatan disajikan pada Tabel 22 dan Gambar 19.
Tabel 22 Hasil analisis kesesuaian untuk kegiatan ekowisata pesisir kategori wisata mangrove di gugus Pulau Togean
Stasiun Lokasi Stasiun Pengamatan
Nilai Kesesuaian Wisata Mangrove Indeks
Kelas I
Desa Tobil 64.44
S2 Sesuai Bersyarat VII
Desa Lembanato 86.67
S1 Sesuai X
Desa Bangkagi 77.78
S1 Sesuai XI
Selat Kabalutan 68.89
S1 Sesuai XII
Pulau Mogo Besar 55.56
S2 Sesuai Bersyarat XIV
Selat Lebiti 51.11
S2 Sesuai Bersyarat Rata-rata
67.41 S2 Sesuai Bersyarat
Sumber: Data Primer yang Diolah 2009. Tabel 22 menunjukkan bahwa umumnya potensi kegiatan ekowisata mangrove
di gugus Pulau Togean berada pada kategori sesuai bersyarat. Secara parsial, stasiun yang sesuai untuk kategori wisata mangrove adalah stasiun VII, X dan XI.
Berdasarkan realitasnya, mangrove di stasiun VII sejak tahun 2006 sampai saat ini digunakan sebagai salah satu obyek wisata di gugus Pulau Togean dan pernah
memiliki jembatan mangrove. Akibat pengelolaan yang tidak efektif, jembatan tidak terpelihara dan menjadi rusak. Sementara dua stasiun lainnya memiliki potensi yang
sangat besar untuk dijadikan wahana kegiatan treking di jembatan mangrove. Obyek wisata selain hutan mangrove yang dapat ditemukan di tiga stasiun ini adalah wisata
burung, monyet togean dan tarsius walaupun semakin langka keberadaannya, babi hutan, rusa, buaya muara dan biawak. Kegiatan ekowisata pancing di sekitar
kawasan mangrove juga dapat dipertimbangkan keberadaannya, serta kegiatan budaya masyarakat yang terkait dengan pemanfaatan mangrove, seperti wisata ke
lokasi pengrajin anyaman nipah dan pandan.
113
Pulau Ogu Pulau Enam
p. Salaka ep. Sunsuri
Pulau Togean adidi
lau Embodi
Pulau Takulak Pulau Kukumbi
Pulau Pailowa Pulau Monding
Pulau Dadapat Pulau Batongo
Pulau Batudaka Kep. Kaba
Pulau Pinatang Pulau Panabali
Pulau Tongkabo Pulau Tangkian
Pulau Angkaiyo
Pulau Tombalang Pu
Pulau Talawanga Pulau Bolelangu
dongan
Pulau Mogo Besar Pulau Pangempang
Pulau Binangkulong
Teluk Tomini
0° 27
0° 27
0° 24
0° 24
0° 21
0° 21
0° 18
0° 18
121°51 121°51
121°54 121°54
121°57 121°57
122°00 122°00
122°3 122°3
Sumber: 1. Peta Rupa Bumi Bakosurtanal Tahun 1989
Skala 1:50.000 2. Survei lapangan Juni 2009
Disusun oleh: Alimudin Lapoo, SP, M.Si
C261060061 Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor 2010
SULAWESI
LOKASI PENELITIAN
INSET
Darat Laut
Sesuai Sesuai Bersyarat
Tidak Sesuai Jalan
Batas Desa Batas Kecamatan
Garis Pantai
PETA KESESUAIAN LAHAN UNTUK MANGROVE
KEPULAUAN TOGEAN KABUPATEN TOJO UNA UNA
PROVINSI SULAWESI TENGAH
U
2.5 5
Km
LEGENDA
Gambar 19 Peta kesesuaian kawasan untuk ekowisata mangrove di gugus Pulau Togean
114 Terdapat 3 stasiun pengamatan yang berada pada kategori sesuai bersyarat untuk
ekowisata di kawasan mangrove, dimana stasiun tersebut dapat ditingkatkan kelasnya menjadi sesuai jika dilakukan upaya konservasi dan rehabilitasi hutan
mangrove yang rusak melalui pelibatan masyarakat lokal. Jika dianalisis dari persyaratan ketebalan mangrove, maka parameter ini masuk sebagai faktor pembatas
permanen dan sulit untuk dirubah. Hal ini disebabkan karena kondisi geologi pulau yang bergunung sehingga lebar pantai juga terbatas untuk ditumbuhi mangrove.
Hasil analisis spasial terhadap seluruh kawasan mangrove menunjukkan bahwa luas kawasan yang sesuai untuk ekowisata pesisir kategori wisata mangrove yakni 11.33
ha, kategori sesuai bersyarat 2 083.67 ha dan kategori tidak sesuai 16 250.88 ha. 4.2.4. Kesesuaian Pemanfaatan untuk Ekowisata Pantai
Wisata pantai merupakan salah satu jenis kategori wisata pesisir yang sifatnya rekreasi, menikmati pemandangan alam sunset dan sunrise, dan berjemur di
kawasan pantai. Terdapat 5 lima stasiun dalam studi ini yang dianalisis guna menentukan kesesuaian bagi kegiatan ekowisata pantai yakni stasiun II, stasiun IV,
stasiun V, stasiun VIII, dan stasiun XII. Analisis kesesuaian pemanfaatan kawasan pantai di gugus Pulau Togean untuk wisata pantai berdasarkan stasiun pengamatan
disajikan pada Tabel 23 dan Gambar 20. Tabel 23 Hasil analisis kesesuaian untuk kegiatan ekowisata pesisir kategori wisata
pantai di gugus Pulau Togean
Stasiun Nama Stasiun Pengamatan
Nilai Kesesuaian Wisata Pantai Indeks
Kelas II
Pantai Kadidiri 95.79
S1 Sesuai IV
Pantai Taipi 91.58
S1 Sesuai V
Pantai Karina 91.58
S1 Sesuai VIII
Katupat 97.89
S1 Sesuai XII
Mogo Besar 57.89
S2 Sesuai Bersyarat Rata-rata
84.84 S1 Sesuai
Sumber: Data Primer yang Diolah 2009. Tabel 23 menunjukkan bahwa walaupun memiliki pantai berpasir relatif
terbatas, namun sebagian besar pantai berpasir di gugus Pulau Togean berada pada kategori sesuai untuk ekowisata pesisir kategori rekreasi. Jika ditinjau dari kelima
stasiun pengamatan, pantai pulau Pangempa dan Bolilanga Desa Katupat merupakan pantai yang memiliki indeks tertinggi syarat ekologi dan dikelola masyarakat lokal,
115
Gambar 20 Peta kesesuaian kawasan untuk ekowisata rekreasiberjemur di gugus Pulau Togean
116 lalu tertinggi kedua Pantai Kadidiri dan indeks terkecil yakni pantai di Pulau Mogo
Besar. Pantai di Pulau Mogo Besar XII memiliki indeks terkecil dan berada pada kategori sesuai bersyarat untuk kegiatan ekowisata rekreasipantai. Hal ini
disebabkan karena tipe pantai landai sampai terjal, material dasar berlumpur dan berkarang, terdapat semak dan sedikit mangrove, keberadaan biota berbahaya serta
keterbatasan air tawar menyebabkan stasiun XII agak sulit untuk ditingkatkan ke kategori sesuai untuk ekowisata pantai, walaupun jarak dengan pemukiman
penduduk relatif dekat. Pantai Karina memiliki potensi yang cukup besar untuk kegiatan ekowisata pesisir, oleh karena lokasi ini belum memiliki fasilitas cottage.
Hasil analisis spasial terhadap kesesuaian kawasan pantai menunjukkan bahwa luas kawasan yang sangat sesuai untuk ekowisata pesisir kategori wisata
rekreasiberjemur yakni 1.37 ha, kategori sesuai bersyarat 2 981.52 ha dan kategori tidak sesuai 15 363.00 ha.
Parameter fisik penentu kesesuaian ekowisata pantai menurut Daby 2003 terkait dengan keruhnya air dan keberadaan biota berbahaya di atas dan di dalam
sedimen pada musim tertentu yang menunjukkan kualitas lingkungan di sekitar pantai yang buruk dan dapat mengancam keselamatan para turis. Sementara untuk
mempertahankan status kawasan yang sesuai untuk ekowisata pantai, maka diperlukan upaya untuk menjaga kelestarian hutan di upland guna mencegah erosi,
memelihara kelestarian terumbu karang guna mencegah abrasi dan pengaturan
bangunan wisata di kawasan pantai Wong 1991. 4.2.5. Evaluasi Kesesuaian Kawasan PPK untuk Kegiatan Ekowisata Pesisir
Evaluasi kesesuaian kawasan PPK untuk kegiatan ekowisata pesisir ditujukan untuk mengetahui kawasan gugus Pulau Togean yang telah termanfaatkan untuk
kegiatan wisata pesisir dan yang berpotensi untuk ekowisata pesisir sesuai dengan hasil analisis kesesuaian. Kondisi pemanfaatan untuk kegiatan wisata pesisir tidak
hanya memanfaatkan potensi sumberdaya pesisir dan laut tetapi juga lingkungan budaya dan partisipasi masyarakat lokal dalam pengelolaannya untuk kepentingan
konservasi sumberdaya. Untuk itu dilakukan evaluasi pemanfaatan kawasan PPK untuk kegiatan wisata dan ekowisata pesisir disajikan pada Tabel 24.
117 Tabel 24 Evaluasi kesesuaian kawasan PPK untuk kegiatan wisata dan ekowisata
pesisir di gugus Pulau Togean
Stasiun Lokasi Stasiun
Pengamatan Kesesuaian kawasan dan jenis kegiatan ekowisata pesisir
yang dapat dioptimalkan
Eksistingpotensi wisata pesisir
Kesesuaian ekowisata
Optimasi Kegiatan ekowisata alternatif
A. Kategori Ekowisata Selam
II Pulau Kadidiri Dimanfaatkan
Sesuai Bersyarat Wisata pancing
III Coral Garden
Dimanfaatkan Sesuai
VI Teluk Kilat Dimanfaatkan
Sesuai Bersyarat Wisata pancing dan
pendidikan VIII Desa Katupat
Dimanfaatkan Sesuai
Wisata perahulayar tradisional
XIII Bomber-24 Dimanfaatkan
Sesuai
Perkiraan luas kawasan yang sesuai ha = 24.80
B. Kategori Ekowisata Snorkeling
II Pulau Kadidiri Dimanfaatkan
Sesuai Bersyarat Wisata “Balobe” dan pancing
III Coral Garden
Dimanfaatkan Sesuai
IV Pulau Taipi
Dimanfaatkan Sesuai
VI Teluk Kilat
Kurang dimanfaatkan
Sesuai
Wisata “Balobe”, pendidikan, pancing, dan dayung
VIII Desa Katupat
Dimanfaatkan Sesuai
Wisata dayung IX Reef 1-2
Dimanfaatkan Sesuai
X Bangkagi Tidak dimanfaatkan Sesuai Bersyarat
Upacara tradisional melaut, Wisata “Balobe” dan pancing
XII Mogo Besar Tidak dimanfaatkan Sesuai Bersyarat
Upacara tradisional melaut, Wisata “Balobe” dan pancing
Perkiraan luas kawasan yang sesuai ha =
32.89
C. Kategori Ekowisata Mangrove
I Desa Tobil Tidak dimanfaatkan Sesuai Bersyarat
Wisata “Balobe” kepiting VII Desa Lembanato
Dimanfaatkan Sesuai
Wisata pendidikan dan pembuatan kerajinan dari
daun nipah dan pandan
X Desa Bangkagi
Tidak dimanfaatkan Sesuai
“Balobe” kepiting dan pembuatan kerajinan dari
daun nipah dan pandan
XI Selat Kabalutan Tidak dimanfaatkan Sesuai
Wisata “Balobe”
XII Mogo Besar Tidak dimanfaatkan Sesuai Bersyarat
Wisata “Balobe” XIV Selat Lebiti
Tidak dimanfaatkan Sesuai Bersyarat Wisata “Balobe”
Perkiraan luas kawasan yang sesuai ha= 11.33
D. Kategori Ekowisata Pantai
II Pantai Kadidiri
Dimanfaatkan Sesuai
Kesenian tradisional IV Pantai Taipi
Dimanfaatkan Sesuai
V Pantai Karina Dimanfaatkan
Sesuai
VIII Katupat Dimanfaatkan
Sesuai Kesenian tradisional
XII Mogo Besar Tidak dimanfaatkan Sesuai Bersyarat
“Wisata Balobe”
Perkiraan luas kawasan yang sesuai ha= 1.37
Sumber: Data Primer yang Diolah 2009. Tabel 24 menunjukkan beberapa kegiatan ekowisata pesisir yang berbasis
sumberdaya terumbu karang, mangrove dan budaya lokal, serta saat ini berada pada kategori sesuai bersyarat dan sesuai tapi belum dimanfaatkan, adalah:
118 1. Jenis kegiatan wisata pesisir berbasis sumberdaya terumbu karang dan budaya
yakni kegiatan memancing ikan, mencari ikan pada malam hari menggunakan tombak istilah daerah: “balobe” dan untuk pendidikan. Selain itu, terdapat juga
atraksi wisata budaya yakni upacara adat oleh nelayan Bajau saat persiapan melaut dan mensyukuri panen hasil laut dengan cara penyerahan sesajen ke
laut, dan upacara memandikan bayi yang baru lahir ke laut. Kegiatan yang berbasis wisata pesisir umumnya dilakukan pada siang hari pukul 8.00-15.00.
Sementara kegiatan perikanan tangkap yang dilakukan oleh nelayan pancing dan kegiatan “balobe” di Kepulauan Togean umumnya dilakukan pada sore, malam
dan pagi hari sehingga potensi konflik antar pemanfaatan dapat dikurangi Laapo et al
. 2007. 2. Jenis kegiatan wisata pesisir berbasis sumberdaya mangrove dan budaya yakni
mencari kepiting dan ikan “balobe”, wisata pendidikan dan berwisata pada kawasan pembuatan kerajinan dari nipah dan pandan produk yang dihasilkan
berupa atap rumah, topi, tikar dan bakul. Kawasan Teluk Kilat dapat dimanfaatkan untuk ekowisata pesisir karena memiliki DPL, sementara
mangrove Bangkagi dan Selat Kabalutan sesuai untuk ekowisata karena memenuhi persyaratan ekologi dan dekat dengan pemukiman penduduk yang
memelihara mangrove dengan baik. 3. Jenis kegiatan wisata pesisir berbasis sumberdaya pantai berpasir dan budaya
yakni terbatas pada kegiatan mancing dan mencari ikan pada malam hari, serta perlombaan dayung dan perahu layar tradisional. Secara umum, kawasan pantai
yang telah dikuasai oleh usaha wisata atau terdapat bangunan wisata, umumnya sangat sukar melibatkan atraksi budaya yang dapat juga dikonsumsi publik.
Dicontohkan, ketiga kawasan pantai yang disebutkan merupakan kawasan yang pengelolaannya dilakukandikuasai oleh investor pengusaha cottage, sehingga
akses masyarakat lokal sangat dibatasi. Potensi budaya yang dapat dioptimalkan dengan kerjasama pengusaha cottage adalah suguhan kesenian daerah nyanyian
dan tarian secara langsung ke wisatawan yang menginap di cottage tersebut. 4. Adanya pertimbangan konservasi sumberdaya alam dan lingkungan yang relatif
masih alami dan pertimbangan keterlibatan masyarakat lokal dalam pengelolaan wisata pesisir menyebabkan luas kawasan yang sesuai untuk kegiatan ekowisata
119 pesisir 70.39 ha lebih kecil dibanding luas kawasan yang berpotensi
dimanfaatkan untuk kegiatan wisata pesisir 3 146.31 ha. Luasan tersebut dapat meningkat seiring dengan perbaikan dalam pengelolaan wisata pesisir berbasis
sumberdaya alam dan nilai budaya lokal. Persentase kegiatan ekowisata pesisir yang sudah berlangsung saat ini dan alternatif disajikan pada Lampiran 7.
4.3. Daya Dukung Ekowisata Pesisir di Gugus Pulau Togean 4.3.1. Daya Dukung Ekologi