Konsep Ekowisata Pesisir Pengelolaan Ekowisata Pesisir di Pulau-Pulau Kecil 1 Konsep Dasar dan Peraturan Pendukung

20 3. UU RI Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, secara khusus penataan wilayah perdesaan. 4. UU RI Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil, secara khusus tentang konservasi sumberdaya PPK, rencana zonasi, hak pengusahaan perairan pesisir HP3, dan pemanfaatan kawasan PPK untuk pariwisata. 5. Peraturan Pemerintah PP Nomor Nomor 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam. 6. PP Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan, secara khusus tentang penetapan kawasan konservasi perairan, zonasi kawasan konservasi, dan konservasi sumberdaya ikan meliputi konservasi ekosistem, jenis ikan, dan genetik ikan. 7. Instruksi Presiden Nomor 16 Tahun 2005 tentang Kebijakan Pembangunan Kebudayaan dan Pariwisata, secara khusus tentang peran masing-masing kementerian atau setingkatnya, dan peda dalam kegiatan pariwisata. 8. Peraturan dan Keputusan Menteri setingkat dan di bawah Menteri yang terkait dengan pengelolaan wisata di pesisir dan PPK.

2.3.2. Konsep Ekowisata Pesisir

Pendefenisian ekowisata diawali oleh Hetzer 1965 dan Ziffer 1989 dalam Bjork 2000 yang menyatakan ekowisata sebagai suatu bentuk wisata yang mengandalkan atau mengutamakan oleh nilai sumberdaya alam flora, fauna dan proses geologi dan budaya lokasi suatu fosil dan arkeologi sebagai bentuk peradaban, praktek pemanfaatannya bersifat tidak konsumtif, dapat menciptakan lapangan kerja dan pendapatan untuk upaya konservasi dan peningkatan ekonomi masyarakat lokal. Konsep ekowisata selanjutnya dipopulerkan oleh Hector Ceballos-Lascurian pada awal tahun 1980-an yang menyatakan ekowisata sebagai perjalanan ke kawasan yang relatif belum terganggu alami dengan tujuan khusus untuk pendidikan, mengagumi dan menikmati pemandangan alam dan isinya tumbuhan dan hewan, serta sebagai perwujudan manifestasi budaya yang ditemukan di kawasan yang dituju Tisdell 1998. The International Ecotourism Society menyatakan ekowisata sebagai perjalanan wisata yang bertanggungjawab ke 21 wilayah-wilayah alami dalam rangka mengkonservasi lingkungan dan memberi penghidupan penduduk lokal Western 1995; Sørensen et al. 2002. Sementara World Conservation Union WCU dalam Wood 2002, ekowisata adalah perjalanan wisata ke wilayah-wilayah yang lingkungan alamnya masih asli, menghargai warisan budaya dan alamnya, mendukung upaya-upaya konservasi, tidak menghasilkan dampak negatif, dan memberikan keuntungan sosial ekonomi serta menghargai partisipasi penduduk lokal. META 2002 mendefinisikan ekowisata sebagai bentuk usaha atau sektor ekonomi yang berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan perlindungan sumberdaya alamlingkungan dan industri kepariwisataan. Wight 1993 dan Scace 1993 dalam Bjork 2000, menyatakan ekowisata sebagai suatu pengalaman perjalanan alam yang dapat berkontribusi terhadap konservasi lingkungan guna menjaga dan meningkatkan integritas sumberdaya alam dan elemen sosial dan budaya. Berdasarkan defenisi dan konsep tersebut, maka ekowisata merupakan suatu bentuk pengalaman perjalanan wisata yang dikemas secara profesional, terlatih, memuat unsur pendidikan, suatu sektor ekonomi, yang mempertimbangkan warisan budaya, partisipasi dan kesejahteraan penduduk lokal yang dilakukan untuk upaya mengkonservasi sumberdaya alam dan lingkungan. Ekowisata tidak setara dengan wisata alam oleh karena tidak semua wisata alam dapat memberikan sumbangan positif kepada upaya pelestarian lingkungan, diperlukan persyaratan-persyaratan tertentu untuk menjadi ekowisata dan memiliki pasar khusus Tisdell 1996. Ekowisata bukanlah merupakan wisata petualang, akan tetapi lebih dari bentuk permintaan wisata. Wisata petualang merupakan kegiatan waktu senggang pada tempat yang eksotik, unik, sifatnya menantang, penuh resiko, dan juga keceriaan misalnya wisata arung jeram, mendaki gunung, diving di lingkungan populasi ikan hiu, dan lainnya. Wisata alam merupakan wisata di kawasan alami dengan fokus pada pengalaman produk wisata berbasis alam Bjork 2000. Ekowisata menurut Wood 2002 menganut beberapa prinsip, yakni: 1. Meminimalisir dampak negatif terhadap lingkungan dan budaya. 2. Mengutamakan pendidikan bagi pengunjungnya guna kepentingan konservasi. 3. Menekankan pada kepentingan bisnis yang bertanggungjawab melalui pola kemitraan antara yang membutuhkan dan menerima manfaat konservasi. 22 4. Penerimaan langsung dari pengelolaan dan konservasi lingkungan serta kawasan yang dilindungi. 5. Menekankan kebutuhan untuk penzonaan wisata lingkup regional dan untuk perencanaan pengelolaan pengunjung kawasan alami. 6. Menekankan pada penggunaan kajian dasar lingkungan dan sosial guna kepentingan program monitoring. 7. Peningkatan manfaat ekonomi maksimum masyarakat, usaha lokal dan negara. 8. Pembangunan pariwisata tidak melebihi batas daya dukung lingkungan sosial. 9. Pembangunan infrastruktur wisata yang harmoni dengan alam, meminimalisir penggunaan bahan bakar dari fosil BBM, melindungi satwa dan tumbuhan lokal, dan menselaraskan lingkungan dan budaya. Jika dikaitkan dengan semua kegiatan wisata yang mengandalkan daya tarik alami lingkungan pesisir dan lautan baik secara langsung maupun tidak, maka kegiatan pariwisata tersebut dinamakan sebagai wisata pesisir Wong 1991 atau juga wisata bahari Orams 1999. Kegiatan langsung diantaranya berperahu, berenang, snorkeling, menyelam dan memancing. Kegiatan tidak langsung meliputi kegiatan olahraga pantai, dan piknik menikmati atmosfer laut META 2002. Konsep ekowisata pesisir didasarkan pada menikmati keunikan alam, karakteristik ekosistem, kekhasan seni budaya dan karakteristik masyarakat pesisir sebagai kekuatan dasar yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Sementara ekowisata bahari merupakan kegiatan wisata pesisir dan laut yang dikembangkan dengan pendekatan konservasi laut Hutabarat et al. 2009. Kegiatan ekowisata bahari bukan semata-mata untuk memperoleh hiburan dari berbagai suguhan atraksi dan suguhan alami lingkungan pesisir dan lautan. Akan tetapi, diharapkan wisatawan dapat berpartisipasi langsung untuk mengembangkan konservasi lingkungan sekaligus pemahaman yang mendalam tentang seluk-beluk ekosistem pesisir sehingga membentuk kesadaran bagaimana harus bersikap untuk kelestarian wilayah pesisir dan laut di masa kini dan masa yang akan datang. META 2002, merumuskan tujuh prinsip utama pengelolaan ekowisata bahari berkelanjutan, yaitu: 1. Partisipasi masyarakat lokal; ekowisata bahari harus memberikan manfaat ekologi, sosial dan ekonomi langsung kepada masyarakat lokal. 23 2. Proteksi lingkungan; ekowisata bertumpu pada lingkungan alam pesisir dan laut, budaya yang relatif belum tercemar atau terganggu. 3. Pendekatan keseimbangan; prinsipnya meliputi maksimum profit, bagaimana ekowisata memberikan manfaat, komitmen indus tri pariwisata dan lainnya. 4. Pendidikan dan pengalaman; ekowisata harus dapat meningkatkan pemahaman akan lingkungan alam dan budaya dengan adanya pengalaman yang dimiliki. 5. Pendekatan kolaboratif; ekowisata bahari dapat memberikan sumbangan positif bagi keberlanjutan ekologi baik jangka pendek maupun jangka panjang. 6. Tanggungjawab pasar; diperlukan interdependen kegiatan, demand-supply side dan lain sebagainya. 7. Kontinuitas manajemen; ekowisata harus dikelola secara baik dan menjamin keberlanjutan lingkungan alam, budaya yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat saat ini maupun generasi mendatang. Pengelolaan ekowisata bahari adalah bagaimana memelihara dan melindungi sumberdaya alam yang tidak tergantikan irreplaceable agar dapat dimanfaatkan untuk generasi sekarang dan terlebih untuk generasi mendatang. Konflik kepentingan akan mudah timbul antara dimensi ekonomi dan ekologi pada suatu sumberdaya. Pengelolaan ekowisata bahari mencakup sebagian pengelolaan wisata, yakni kegiatan-kegiatan mensinergikan sektor penunjang ekowisata, menetapkan tujuan wisata, menyiapkan akomodasi hingga mengoptimalkan pemasaran produk- produk wisata. Pengelolaan ekowisata yang memenuhi kaidah konservasi memerlukan penjelasan rinci tentang sistem produksi ekowisata secara keseluruhan from cradle to grave. Suatu obyek tujuan wisata memiliki karakteristik sistem produksi yang berbeda dengan dengan tujuan wisata lainnya. Ekowisata wilayah pesisir dan laut memiliki karakteristik lahan basah yang berbeda dengan ekowisata pegunungan dengan karakteristik lahan kering META 2002. Ada empat issu konservasi yang berkaitan dengan ekowisata Millar 1991 dalam Wood 2002. Pertama, kegiatan wisata yang cenderung massal mass tourism . Karakteristik sektor wisata umumnya menghasilkan pengaruh yang signifikan dan massal. Di negara-negara sedang berkembang, manfaat ekonomi sektor tourism sangat signifikan sehingga dimensi sosial dan lingkungan seringkali terkorbankan. Kedua, obyek ekowisata yang spesifik. Sektor wisata umumnya 24 memiliki sarana akomodasi yang terstandarisasi dengan kenyamanan tertentu, misalnya fasilitas parkir, toilet atau kamar hotel. Keseragaman akomodasi tersebut, sejak masa konstruksi hingga pemanfaatannya, akan cenderung berdampak merugikan bagi ekowisata. Hal tersebut dapat mematikan pengembangan potensi spesifik lokal, juga dapat berlawanan dengan nilai-nilai budaya setempat. Ketiga, pemberdayaan penduduk lokal. Trade-off aliran insentif ekonomi pada sektor tourism umumnya lebih condong ke pemilik modal dibanding ke penduduk lokal. Trade-off tersebut harus mengarah secara proporsional pada kedua belah pihak jika tidak ingin menghancurkan kegiatan ekowisata. Insentif ekonomi bagi penduduk lokal digunakan untuk peningkatan kesejahteraan, pendidikan dan ketrampilan profesional, serta penguatan struktur sosial. Keempat, faktor-faktor yang tidak terhitung intangible di dalam sumberdaya alam masih banyak. Pemangku kepentingans , khususnya penduduk lokal memiliki nilai-nilai budaya dan potensi yang belum terungkap dalam bentuk manfaat bagi konservasi dan ekowisata. Implikasinya, harus dilakukan penelitian dan pengembangan untuk menggali ilmu pengetahuan dan menyebarkan informasi dalam rangka membangun kesadaran publik tentang konservasi dan keberlanjutan sumberdaya dan lingkungan.

2.3.3 Kawasan Konservasi dan Kegiatan Wisata Pesisir