159
Analisa SWOT Industri Galangan Kapal
Potensi permintaan kapal domestik yang substansial, termasuk captive market negara dan instansi negara terkait
Permintaan yang tinggi akan jasa perbaikanperawatan kapal, karena adanya armada kapal domestik yang besar
Tenaga kerja murah yang relatif banyak tersedia Formasi beberapa infrastruktur yang mendasar, termasuk
kompleks perindustrian Lokasi yang strategis secara geografis
Ketersediaan lahan untuk galangan kapal Komitmen pemerintah untuk mengembangkan industri
maritim Kecenderungan pemerintah dan BUMN untuk menggunakan
galangan kapal domestik untuk mendukung industri pelayaran
Ketersediaan sumber daya manusia, dan lembaga-lembaga seperti LHI, NaSDEC dan Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi BPPT Relatif lemahnya penguasaan di bidang perancangan
kapal dan manajemen produksi Ketergantungan yang tinggi akan komponen bahan baku
impor Peralatan dan fasilitas produksi yang sudah cukup
berumur Keselarasan peraturan dan koordinasi yang lemah antar
insititusi di sektor pelayaran dan galangan kapal Pemaksaan penerapan peraturan yang berkontribusi
pada tingginya biaya produksi Kurangnya dukungan dari institusi perbankan
Proses yang lambat bagi galangan kapal domestik untuk beradaptasi dengan kebutuhan baru pasar, seperti
desain, kualitas, efisiensi dan inovasi sebagian disebabkan karena kurang memadainya fasilitas dan
komponen pendukung
Kekurangan tenaga kerja terampil, termasuk welder
STRENGTHS WEAKNESSES
OPPORTUNITIES THREATS
Relokasi galangan kapal dari negara-negara berkembang Peningkatan permintaan domestik akan tambahan kapal
baru, untuk menggantikan kapal yang sudah usang Peningkatan kerjasama dengan negara-negara yang telah
mempunyai teknologi maju dalam membuat kapal contohnya Korea Selatan, Rusia dengan kapal selamnya,
dll Pemulihan potensial ekonomi dunia, yang menyebabkan
peningkatan permintaan akan kapal secara global Awal dari pasar terbuka ASEAN pada tahun 2015
mendorong pengembangan bisnis dan langkah-langkap ekspansi pasar
Kompetisi yang semakin ketat dari galangan kapal luar negeri, khususnya di wilayah ASEAN dan Cina.
Kenaikan biaya bahan baku langsung, komponen utama, dan peralatan kapal
Perbaikan iklim investasi dan PMA pada negara-negara kompetitor, khususnya di wilayah ASEAN
Isu stabilitas politik domestik, khususnya isu politik di tahun 2014
Isu stabilitas makro ekonomi domestik, inflasi saat ini, tingkat suku bunga dan penurunan nilai tukar mata
uang Hambatan potensial hubungan industri, khususnya di
Batam jika tenaga kerja dari wilayah ASEAN dapat masuk dengan bebas
Sumber: Global Business Guide, Indonesia’s Shipping Shipyard Sector, Desember 2013-Maret 2014
6. Peranan dan Dukungan Dari Pemerintah Indonesia
Mengingat perkembangan yang pesat dan pertumbuhan permintaan bagi industri pelayaran nasional serta pemikiran beberapa aspek legal yang berhubungan dengan kedaulatan geografis atas wilayah perairan
Indonesia, Pemerintah senantiasa berperan aktif dalam mengatur dan menciptakan iklim industri yang kondusif, terutama bagi para pelaku usaha domestik. Beberapa rangkaian undang-undang serta perangkat peraturan
lainnya telah dikeluarkan oleh Pemerintah dengan satu tujuan untuk mendukung perkembangan industri maritim nasional dan melindungi pelaku usaha dari ekspansi pelaku usaha asing yang menyudutkan pemain lokal.
6.1 Implementasi asas cabotage
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 “UU No. 17 Tahun 2008” Tentang Pelayaran, yang dimaksud dengan asas cabotage adalah kewajiban seluruh kapal-kapal niaga yang beroperasi
di lingkungan perairan di Indonesia untuk menggunakan kapal berbendera Indonesia dan melarang kapal asing untuk mengangkut penumpang danatau barang antarpulau atau antarpelabuhan di wilayah perairan Indonesia.
Undang-undang ini efektif berlaku selambat-lambatnya tanggal 1 Januari 2011. Sedangkan bagi kapal yang sedang menjalankan kontrak pengangkutan yang ditandatangani sebelum terbitnya UU No.17 Tahun 2008, diberi
kelonggaran hingga 7 Mei 2011 atau 3 tiga tahun setelah undang-undang tersebut terbit.
Asas ini memberikan arti bahwa penyelenggaraan pelayaran dalam negeri sepenuhnya hak negara pantai. Dalam hal ini, negara pantai berhak melarang kapal-kapal asing berlayar dan berdagang di sepanjang perairan
negara tersebut. Penerapan asas cabotage didukung ketentuan Hukum Laut Intenasional, berkaitan dengan kedaulatan dan yurisdiksi negara pantai atas wilayah lautnya. Penerapan peraturan ini mengikuti jejak
pemerintah Amerika Serikat yang juga mengimplementasi US Jones Act yang mengatur semua pengapalan domestik amerika harus dilakukan oleh kapal berbendera amerika serikat yang dibangun di galangan kapal di
Amerika Serikat, dan dimiliki sekurang kurangnya 75 oleh warga negara amerika serikat.
Secara ekonomi, tujuan diberlakukannya asas cabotage adalah untuk meningkatkan perekonomian masyarakat Indonesia, dengan memberikan kesempatan berusaha seluas-luasnya bagi perusahaan angkutan laut nasional
dan lokal. Diyakini peraturan ini dapat meningkatkan produksi kapal dalam negeri, karena seluruh kapal yang berlayar di perairan tanah air harus berbendera Indonesia.
160
Tujuan lain dari penerapan asas cabotage adalah untuk mencegah atau mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap pelayaran kapal-kapal asing; Memperlancar arus barang atau jasa dan manusia ke seluruh wilayah
nusantara secara luas dengan pelayanan maksimal, namun tetap dengan harga yang wajar, termasuk ke daerah- daerah terpencil; Selanjutnya, sebagai upaya penyedia kesempatan kerja bagi warga negara; Terakhir, sebagai
andalan dan penunjang sistem pertahanan dan keamanan nasional.
Selain itu, karena asas cabotage dalam penerapannya mewajibkan setiap kapal niaga yang mengangkut muatan angkutan laut dalam negeri untuk berbendera Indonesia, otomatis hal tersebut meningkatkan penyerapan tenaga
kerja dan juga menghemat penggunaan devisa negara karena berkurangnya penggunaan kapal asing dalam pengangkutan muatan dalam negeri dan meningkatnya peran perusahaan pelayaran nasional serta industri
perkapalan dalam pengangkutan muatan ekspor atau impor.
Pemberlakuan asas cabotage, dimana pengangkutan barang melalui laut wajib menggunakan kapal berbendera Indonesia, terutama untuk sektor penunjang kegiatan usaha hulu dan hilir minyak dan gas bumi dilaksanakan
selambat-lambatnya tanggal 1 Januari 2011. Bagi kapal yang sedang menjalankan kontrak pengangkutan yang ditandatangani sebelum terbitnya Undang-undang No. 17 tahun 2008 mengenai Pelayaran “UU Pelayaran”,
diberikan kelonggaran hingga 7 Mei 2011 atau 3 tahun setelah UU Pelayaran tersebut terbit. Berikut ini pemetaan rencana penerapan asas cabotage berdasarkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2008, Peraturan Pemerintah No.
22 Tahun 2011 dan Peraturan Menteri Perhubungan No. 48 tahun 2011 :
Pemetaan Rencana Penerapan Asas Cabotage di Indonesia
No. Aktivitas
Tipe Kapal 2012
2013 2014 2015
1 Penunjang lepas pantai
Kapal AHTS≥5.000 bhp dengan posisi dinamis √
√ √
Platform Supply Vessel √
√ √
Diving Support Vessel √
√ √
Konstruksi lepas pantai Diving Support Vessel
√ √
√ 2
Pengerukan Drug Head Suction Hopper Dredger
√ √
and Talling Suction Happer Drugger √
√ 3
Pekerjaan konstruksi bawah laut dan penyelamatan
lepas pantai Heavy Floating Crane, Heavy Crane
√ √
Barge and Survey Salvage √
√ DerrickCrane, PipeCableSub Sea
√ √
Umbilical Riser Flexible Laying Barge √
√ 4
Survei Minyak dan Gas Seismic, Geophysical, and Geotechnical
√ 5
Pengeboran Jack Up Rig, Semi Submersible Rig
Deep Water Drill Ship, Tender Assist
Pemerintah melalui jajaran Kementrian Perindustrian telah menyusun suatu roadmap yang akan menjadi pedoman dalam pelaksanaan UU No. 17 Tahun 2008 bukannya hanya melingkupi penggunaan kapal berbendera
Indonesia, namun juga petunjuk pelaksanaan di segmen galangan kapal. Hingga pada tahun 2025, Indonesia diharapkan dapat memproduksi sendiri kapal dengan jumlah seluruh kapasitas mencapai 2 juta DWT per tahun
dan mampu melakukan pekerjaan perbaikan hingga jumlah kapasitas mencapai 20 juta DWT per tahun. Sedangkan untuk spesifikasi kapal yang sanggup diproduksi adalah berbagai varian tanker dengan kapasitas
mencapai 400.000 DWT per unit atau kapal pesiar dengan daya tampung 2.000 orang.
Rencana Pemetaan Kapasitas dan Daya Produksi Industri Galangan Nasional
Kelas Indikator
2012 - 2015 2015 - 2020
2015 - 2025 A
Kapasitas fasilitas produksi
Kapal Baru DWT 85.000
300.000 300.000
Perbaikan DWT 150.000
300.000 300.000
B Kapasitas Kemampuan Produksi
Kapal Baru DWTtahun 1.000.000
1.500.000 2.000.000
Perbaikan DWTtahun 12.000.000
15.000.000 20.000.000
Jenis kapal yang diproduksi Varian Tanker berbagai
jenis dan ukuran sampai dengan 85.000 DWT
Kapal penumpang berkapasitas 1.000orang
KapalPerang Landing CraftLCT, Landing
Platform DockLPD,Fast Patrol BoatFPB, Korvet
Varian Tanker berbagai jenis dan ukuran
sampai dengan 300.000 DWT
Kapal Pesiar berkapasitas 1.000
orang Kapal Perang
LCT,LPD,FPB, Korvet, Frigate
Varian Tanker berbagai jenis dan
ukuran sampai dengan 400.000 DWT
Kapal Pesiar berkapasitas 2.000
orang Kapal Perang
LCT,LPD,FPB, Korvet, Frigate, Kapal
Selam.
Sumber: Kementerian Perindustrian, Road Map for the Shipyard Industry, 2014
161
No. 2012
2013 2014 2015
Kapal AHTS≥5.000 bhp dengan posisi dinamis √
√ √
√ √
√ √
√ √
√ √
√ √
√ √
√ √
√ √
√ √
√ √
√ √
Kelas
rbagai
6.2 Pembatasan kepemilikan modal asing
Perpres No. 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan dibidang penanaman modal membatasi kepemilikan modal asing pada bidang usaha Angkutan Laut Dalam
Negeri dan Luar Negeri Indonesia sampai dengan 49. Peraturan tersebut akan berdampak positif pada prospek pertumbuhan bisnis Perseroan karena tingkat kompetisi dapat diminimalkan khususnya dari pihak asing.
Pemodal asing dapat memiliki persepsi bahwa industri pelayaran kurang menarik berkaitan dengan posisi kepemilikan yang tidak memungkinkannya berada pada posisi pemegang saham mayoritas maksimal 49
sehingga menyulitkannya dalam melakukan pengendalian atas arah kebijakan pengembangan bisnis maupun distribusi laba.
Industri pelayaran memiliki hambatan untuk masuk barrier-to-entry berupa besarnya tingkat investasi atas kapal dan dengan adanya Perpres tersebut akan semakin mempertinggi hambatan untuk masukbagi pesaing-pesaing
khususnya pemodal asing. Pemodal asing akan melihat keterbatasan dalam prospek pengembangan bisnis pelayaran dalam arti skala bisnis maksimal yang dapat dikembangkan dengan mempertimbangkan kemampuan
partner lokal untuk secara bersamaan turut menyediakan penyertaan modal. Partner lokal akan menghadapi permasalahan pendanaan apabila ekspansi usaha yang direncanakan dalam skala besar, sehingga secara tidak
langsung akan memberikan permasalahan ganda bagi pemodal asing jika berniat untuk mengembangkan usaha pelayaran di Indonesia secara masif dan agresif.
Sebagai tambahan, bagi pesaing yang berniat untuk menyediakan jasa bagi industri minyak dan gas lepas pantai akan merasakan efek paling besar dari Perpres No. 39 karena biaya kapal yang paling tinggi diantara kapal yang
lain.
162
Halaman ini sengaja dikosongkan
163
XI. EKUITAS
Tabel berikut ini menggambarkan posisi ekuitas konsolidasian Perseroan yang disajikan berdasarkan laporan posisi keuangan konsolidasian perseroan tanggal 30 Juni 2014, 31 Desember 2013, 2012 dan 2011, dan laporan
laba rugi komprehensif konsolidasian untuk enam bulan yang berakhir pada tanggal 30 Juni 2014 dan 30 Juni 2013, dan tahun yang berakhir pada tanggal-tanggal 31 Desember 2013, 2012 dan 2011. Laporan posisi
keuangan konsolidasian Perseroan pada tanggal 30 Juni 2014, 31 Desember 2013, 2012 dan 2011, dan laporan laba rugi komprehensif konsolidasian untuk periode enam bulan yang berakhir pada tanggal-tanggal 30 Juni
2014 dan 2013, dan tahun yang berakhir pada tanggal-tanggal 31 Desember 2013, 2012 dan 2011 telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Kosasih, Nurdiyaman, Tjahjo Rekan member of Crowe Horwath International
dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, melalui laporannya tertanggal 9 Oktober 2014.
dalam USD
Uraian 30 Juni
31 Desember 2014
2013 2012
2011 Ekuitas
Modal saham - nilai nominal Rp100 per saham pada tanggal- tanggal 30 Juni 2014, 31 Desember 2013 dan 2012,
dan Rp1.000.000 per saham pada tanggal 31 Desember 2011
Modal dasar -23.000.000.000 saham pada tanggal 30 Juni 2014, 14.000.000.000 saham pada tanggal 31
Desember 2013, 4.000.000.000 saham pada tanggal 31 Desember 2012, dan 200.000 saham pada tanggal 31
Desember 2011 Modal ditempatkan dan disetor penuh-6.000.000.000 saham
pada tanggal 30 Juni 2014, 3.572.081.001 saham pada tanggal 31 Desember 2013, 1.072.081.001 saham pada
tanggal 31 Desember 2012, dan 50.050 saham pada tanggal 31 Desember 2011
57.064.356 36.831.698 11.494.716
5.567.297
Tambahan modal disetor
65.141.276 65.112.248
- -
Proforma ekuitas dari transaksi restrukturisasi entitas sepengendali
- -
- 23.097.110
Selisih nilai transaksi restrukturisasi entitas sepengendali
- - 65.110.210
21.615.527
Saldo Laba Dicadangkan
7.284.280 -
- -
Belum dicadangkan
44.727.195 36.421.401
6.202.071 3.450.487
Total Ekuitas Yang Dapat Diatribusikan Kepada Pemilik Entitas Induk
174.217.107 138.365.347 82.806.997
53.730.421
Kepentingan non pengendali
147.109 151.991
118.700 12.251.120
Total ekuitas
174.364.216 138.517.338 82.925.697
65.981.541
Sampai dengan tanggal diterbitkannya Prospektus tidak terdapat perubahan struktur permodalan dan kepemilikan saham Perseroan.
164
• •
Di ba
w a
h i ni
di saj
ikan po s
isi e
kui tas pro
form a Pe
rseroan p
ad a
tan ggal
30 Jun
i 2014 sete
la h me
m pe
rh itun
gk an
d amp
a k da
ri dilaku k
a nny
a Pe na
w a
ran Umum i
ni :
T A
BEL PROF ORM
A EK
UITA S
P A
D A
T A
NGG A
L 30
J U
NI 2014
Ura ia
n Mo
d a
l Dit
e mp
a tk
a n
da n
Dis e
tor pe
n u
h T
am b
ah an
mo d
a l d
is e
tor Sa
ld o
La ba
Kepe n
ti n
g a
n n
on
pe nge
nda li
J u
mla h
Ek ui
ta s
D icad
an g
kan B
e lu
m d
icad an
g kan
Pos is
i e
k ui
ta s
m e
nur ut
l a
por a
n k e
ua nga
n pa da
ta ngga
l 3 J
uni 2
1 4
57. 06