Risiko sumber daya manusia Risiko keterlambatan penyelesaian proyek pembangunan kapal Risiko Kemungkinan dilusi atas kepemilikan saham para pemegang saham apabila mereka tidak

43 39 40

3. Risiko kerugian atas pembatalan kontrak pembangunan kapal baru yang telah berjalan

Pada umumnya pekerjaan pembangunan kapal baru di galangan Perseroan akan berlangsung dalam rentang waktu 6 bulan hingga 2 tahun, tergantung spesifikasi teknis dan tingkat kerumitan proses pembuatan. Pekerjaan pembangunan kapal ini selalu memiliki kontrak pembangunan yang telah disepakati oleh pelanggan dan Perseroan sebelum semua kegiatan pembangunan kapal dimulai. Apabila dalam proses pembangunan kapal terdapat perbedaan spesifikasi teknis antara yang dipesan oleh pelanggan dengan kondisi aktual di galangan, Perseroan memiliki risiko untuk menanggung kerugian atas semua biaya dan pekerjaan dalam penyelesaian work-in-progress yang sudah berlangsung. Pada kondisi yang ekstrim, pelanggan dapat membatalkan pesanan dan mengakhiri kontrak yang disetujui diawal. Kondisi ini akan berdampak pada kondisi keuangan Perseroan dimana seluruh biaya dan komponen maupun suku cadang yang telah dibeli tidak terjual secara langsung. Dalam beberapa hal, mengingat pesanan kapal umumnya sangat spesifik penggunaannya, maka work-in-progress ini harus dikerjakan ulang atau disesuaikan untuk dapat dijual kepada pelanggan lain yang membutuhkan. 4. Risiko kecelakaan kerja Dalam pembangunan dan pengerjaan kapal terdapat risiko kecelakaan kerja yang mungkin dapat menyebabkan tuntutan dari pihak ketiga dan pada akhirnya menyebabkan keterlambatan penyelesaian proyek yang sedang dikerjakan yang dapat mempengaruhi penghasilan Perseroan. Walaupun Perseroan memiliki asuransi kecelakaan kerja, tetap ada kemungkinan tidak tertutupnya risiko – risiko kecelakaan tertentu. 5. Risiko sosial kemasyarakatan dan lingkungan Pembangunan galangan kapal dapat menghadapi banyak gangguan dari masyarakat disekitar lokasi proyek. Masyarakat sekitar dapat bereaksi negatif bila terjadi perubahan dalam lingkungannya terlebih bila perubahan tersebut tidak membawa manfaat terhadap kualitas hidup mereka. Walaupun Perseroan berusaha untuk memenuhi standar pengelolaan lingkungan yang baik tetapi tetap ada juga kemungkinan kerusakan ekosistem alam dan lingkungan yang dapat mempengaruhi hubungan dengan masyarakat sekitar.

6. Risiko sumber daya manusia

Kegiatan perusahan di dalam membangun dan mengoperasikan galangan kapal akan menggunakan tenaga kerja yang cukup banyak. Oleh karena itu pengelolaan tenaga kerja harus dilakukan dengan baik untuk menghindari gejolak yang tidak diharapkan.

7. Risiko keterlambatan penyelesaian proyek pembangunan kapal

Pelaksanaan proyek di lapangan akan sangat tergantung kondisi lapangan, curah hujan, ketersediaan material, dana serta manajemen proyek. Untuk pelaksanaan pembangunan harus didukung oleh kontraktor dan supervisi yang berpengalaman dalam mengerjakan proyek galangan kapal. Bila semua ini tidak dapat diatur dengan baik penyelesaian tidak dapat dilakukan sesuai jadwal yang akan berakibat pada penurunan proyeksi pendapatan Perseroan disamping risiko dikenakannya denda oleh pelanggan yang merasa dirugikan oleh keterlambatan Perseroan.

8. Risiko pembangunan fasilitas galangan kapal

Pembangunan fasilitas galangan kapal yang dimiliki Perseroan saat ini telah mencapai finalisasi fase pertama phase 1 development dan telah mampu untuk melakukan pekerjaan pembangunan kapal. Namun demikian, masih terdapat risiko dimana penyelesaian pembangunan fasilitas penunjang galangan lainnya dapat terganggu dan menyebabkan keterlambatan penyelesaian pembangunan ataupun pekerjaan perawatan kapal sehingga pencapaian rencana bisnis Perseroan dapat terganggu. Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya risiko pembangunan pembangunan fasilitas galangan kapal diantaranya adalah kesiapan pendanaan yang dibutuhkan untuk proses pembangunan fasilitas galangan kapal dan kemungkinan gangguan sosial serta keamanan yang terjadi di daerah lokasi galangan milik Perseroan. 44 41

C. RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN INDUSTRI PELAYARAN

1. Kondisi Ekonomi Global dan Regional, Sosial, dan Politik Dapat Mengurangi Permintaan terhadap Jasa Perseroan Industri pelayaran umumnya bergantung pada kondisi ekonomi global dan regional, sosial dan politik. Dengan melemahnya kondisi ekonomi secara global atau kondisi sosial dan politik yang tidak menguntungkan seperti serangan teroris, perang, kerusuhan, sanksi perdagangan dan embargo umumnya dapat mengakibatkan penurunan dalam industri pelayaran. Dalam industri penyewaan kapal, perlambatan ekonomi secara umum dapat mempengaruhi permintaan terhadap barang-barang tertentu yang dikirim Perseroan. Oleh karena itu, suatu kejadian dari setiap peristiwa ekonomi, sosial dan politik yang tidak menguntungkan dapat mempengaruhi kinerja keuangan Perseroan. 2. Risiko perubahan kebijakan Pemerintah di bidang pelayaran nasional dan jasa-jasa pendukungnya Pelayaran merupakan industri yang sangat diatur dan kegiatan usaha Perseroan dipengaruhi oleh peraturan- peraturan yang berlaku di Indonesia seperti pemberlakuan azas cabotage di mana transportasi domestik lewat laut wajib dilakukan oleh kapal berbendera Indonesia yang telah mulai diterapkan sejak tahun 2005 dan pemberlakuan kegiatan usaha pelayaran dalam daftar negatif investasi oleh Perpres No. 362010 di mana kepemilikan asing dibatasi sampai dengan 49 dengan syarat perusahaan dimaksud wajib memiliki kapal dengan tonase kotor sebesar 5.000 ton atau lebih. Pemerintah Indonesia mungkin dapat menambah atau mengubah undang-undang dan peraturan yang berlaku bagi industri pelayaran yang dapat membatasi kegiatan usaha Perseroan dan menyebabkan dampak material yang negatif pada kondisi keuangan dan kinerja operasional. Di samping itu, industri pelayaran juga harus mengikuti berbagai konvensi internasional, peraturan mengenai sertifikasi dan izin-izin yang diperlukan, serta kode dan standar operasional. Pemenuhan terhadap syarat-syarat tersebut dapat memakan biaya yang tidak sedikit untuk memodifikasi kapal, melakukan perawatan dan pemeliharaan serta inspeksi kapal secara berkala, mengubah sistem operasional, memelihara lingkungan serta kesehatan dan keselamatan crew serta memperpanjang sertifikat dan izin-izin yang diperlukan. Jika konvensi internasional, peraturan sertifikasi dan perizinan, serta kode dan standar operasional menjadi lebih tinggi dan peraturan-peraturan tambahan diterapkan, biaya operasional Perseroan dapat meningkat. Di samping itu, jika peraturan-peraturan ini tidak dipenuhi, sanksi dan pencabutan izin usaha dapat terjadi. Hal ini dapat membatasi kemampuan Perseroan dalam menjalankan kegiatan usahanya dan menimbulkan dampak material yang negatif pada kondisi keuangan dan kinerja operasional. 3. Risiko persaingan usaha dalam negeri Para pesaing Perseroan maupun pendatang baru dapat memiliki biaya operasional yang lebih rendah dan akses keuangan, teknologi danatau sumber daya lain yang lebih baik dari Perseroan. Pesaing lain yang memiliki sumber daya dan kemampuan di bawah Perseroan dapat berkompetisi dengan menawarkan harga yang lebih agresif untuk mendapatkan pangsa pasar dan memenuhi kebutuhan pelanggan. Jika pesaing Perseroan dapat memberikan tingkat layanan yang sebanding dengan harga yang lebih rendah danatau waktu persiapan yang lebih pendek, Perseroan mungkin harus menurunkan harga sewanya untuk mendapatkan kontrak, yang akan berakibat pada marjin keuntungan yang lebih rendah. Selain itu, Perseroan dapat kehilangan kontrak yang sedang diprospeknya.

D. RISIKO-RISIKO YANG BERKAITAN DENGAN INVESTASI DALAM SAHAM-SAHAM PERSEROAN

1. Risiko tidak likuidnya Saham Yang Ditawarkan pada Penawaran Umum Perdana ini Meskipun Perseroan akan mencatatkan sahamnya di BEI, tidak ada jaminan bahwa saham Perseroan yang diperdagangkan tersebut akan aktif atau likuid karena terdapat kemungkinan bahwa saham Perseroan akan dimiliki satu atau beberapa pihak tertentu yang tidak memperdagangkan sahamnya di pasar sekunder. 2. Risiko Harga Saham Yang Ditawarkan dapat berfluktuasi Harga Saham Yang Ditawarkan setelah Penawaran Umum dapat berfluktuasi, yang bergantung pada beberapa faktor, termasuk: perbedaan realisasi kinerja keuangan dan operasional Perseroan aktual dengan yang diharapkan oleh para investor dan analis; perubahan rekomendasi atau persepsi para analis terhadap Perseroan atau negara Indonesia; perubahan kondisi ekonomi, politik atau kondisi pasar di Indonesia; 45 41 42 perubahan harga saham perusahaan-perusahaan asing khususnya di Asia dan di negara-negara berkembang; putusan akhir atas suatu litigasi yang mungkin akan terjadi di masa mendatang; penjualan saham yang ditawarkan oleh pemegang saham mayoritas Perseroan; dan prospek industri jasa transportasi laut. Penjualan saham Perseroan dalam jumlah substansial di masa mendatang di pasar publik, atau persepsi bahwa penjualan tersebut dapat terjadi, dapat berdampak negatif terhadap harga pasar yang berlaku atas sahamnya atau terhadap kemampuannya untuk mengumpulkan modal melalui penawaran umum ekuitas tambahan atau efek yang terkait ekuitas. Harga Penawaran dapat secara substansial lebih tinggi daripada nilai aset bersih per saham dari saham yang beredar yang diterbitkan ke para pemegang saham Perseroan yang telah ada, sehingga investor dapat mengalami penurunan nilai yang substansial.

3. Risiko Kemungkinan dilusi atas kepemilikan saham para pemegang saham apabila mereka tidak

berpartisipasi dalam rangka penawaran umum terbatas yang dilakukan oleh Perseroan di masa mendatang Berdasarkan Peraturan No.IX.D.1, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK No. Kep-26PM2003 tertanggal 17 Juli 2003 tentang Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu “HMETD”, suatu perusahaan terbuka yang tercatat di bursa efek harus menawarkan kepada para pemegang sahamnya hak untuk memesan efek terlebih dahulu dalam rangka mengambil bagian sejumlah saham secara proporsional untuk mempertahankan persentease kepemilikan mereka sebelum diterbitkannya saham-saham baru.Apabila para pemegang saham tidak mengeksekusi haknya untuk memesan efek terlebih dahulu dalam rangka penawaran umum terbatas yang dapat dilakukan Perseroan di masa mendatang, maka para pemegang saham tersebutdapat mengalami dilusi terhadap kepemilikan saham mereka pada Perseroan. 4. Risiko Perseroan menghadapi kemungkinan tidak dapat membayar dividen Kemampuan Perseroan untuk mengumumkan pembagian dividen sehubungan dengan saham Perseroan yang ditawarkan akan bergantung pada kinerja keuangan Perseroan di masa depan, yang juga bergantung pada keberhasilan implementasi strategi pertumbuhan Perseroan; pada faktor kompetisi, peraturan, teknis, lingkungan dan faktor-faktor lainnya; pada kondisi ekonomi secara umum; serta pada faktor-faktor tertentu yang terdapat pada industri jasa transportasi lautatau proyek-proyek tertentu yang telah dilakukan oleh Perseroan, yang sebagian besar berada di luar kendali Perseroan.Apabila Perseroan membukukan kerugian atas hasil kinerja operasionalnya dalam laporan keuangan konsolidasian Perseroan, maka hal ini dapat menjadi alasan untuk tidak membagikan dividen. 5. Perubahan domestik, regional, dan global akan memberikan dampak negatif bagi kegiatan usaha di Indonesia. Krisis ekonomi yang melanda Asia Tenggara, termasuk Indonesia, pada pertengahan tahun 1997 berdampak pada melemah nilai tukar mata uang, penurunan Produk Dometik Bruto “GDP”, kenaikan suku bunga, masalah social, dan ketidakstabilan politik. Kondisi ini memberikan dampak negatif bagi kegiatan usaha di Indonesia, termasuk Perseroan.Indonesia memasuki masa resesi antara tahun 1999 sampai dengan tahun 2002, yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang lambat. Tingkat pertumbuhan GDP Indonesia berdasarkan data Bank Dunia pada tahun 2012, 2011, 2010, 2009, 2008, 2007, 2006, dan 2005 masing-masing adalah sebesar 6,2, 6,5, 6,1, 4,5, 6,1, 6,3, 5,5, dan 5,6. Pasar keuangan global mengalami gangguan dan ketidakstabilan akibat penurunan likuiditas yang diakibatkan oleh kasus macetnya kredit kepemilikan rumah di Amerika Serikat pada pertengahan tahun 2007, yang menimbulkan kepailitan sejumlah institusi keuangan. Krisis global berdampak pada ketersediaan fasilitas kredit, berkurangnya investasi asing, kepailitan sejumlah institusi keuangan global, jatuhnya harga saham di pasar global, melemahnya pertumbuhan ekonomi global, dan turunnya permintaan atas sejumlah komoditi. Selanjutnya masalah pertikaian di Timur Tengah dan bencana alam, seperti gempa bumi dan dan tsunami yang melanda Jepang pada bulan Maret 2011, ikut berkontribusi terhadap penurunan kondisi ekonomi global. Indonesia dan negara-negara lain yang tergabung dalam Association of Southeast Asian Nations “ASEAN” ikut terkena dampak negatif, sama halnya seperti negara-negara berkembang lainnya, sebagai akibat dari kondisi keuangan dan ekonomi global. Walaupun pemerintah mengambil langkah-langkah yang bertujuan untuk menjaga stabilitas ekonomi dan kepercayaan masayarakat terhadap perkonomian Indonesia, namun dampak krisis tetap dapat berimbas negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, posisi fiskal, nilai tukar mata uang, dan masalah ekonomi lainnya. Pemerintah terus mengalami defisit fiskal, bertambahnya surat hutang, rendahnya cadangan devisa, dan Rupiah yang berfluktuasi dan tidak likuid, dan sektor perbankan yang mengalami tingkat non-performing loan. Kebutuhan dana pemerintah terkendala masalah bencana alam, kenaikan harga minyak, peningkatan defisit fiskal. Kesulitan ekonomi yuang dihadapi Indonesia selama krisis ekonomi Asia sejak tahun 1997 terlihat dari fluktuasi suku 46 43 bunga, yang memberikan dampak negatif bagi perusahaan-perusahaan Indonesia yang terlibat hutang. Walaupun tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia mengalami penurunan signifikan dari 70,8 pada bulan Juli 1998 hingga menjadi 6 pada bulan Juni 2013, namun tidak ada jaminan bahwa kondisi ekonomi Indonesia akan terus membaik atau memburuknya kondisi ekonomi Indonesia dan Asia Pasifik tidak akan terjadi lagi di masa mendatang. Hilangnya kepercayaan investor terhadap sistem keuangan negara berkembang mungkin akan meningkatkan volatilitas pasar uang dan menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kemampuan Perseroan untuk memelihara operasi dan laba dan membayar hutang pada saat jatuh tempo akan tergantung pada faktor-faktor di luar kendali Perseroan, misalnya efektivitas kegiatan fiskal, dan langkah-langkah pmerintah lainnya untuk mengatasi masalah perekonomian. Memburuknya kondisi perekonomian domestik, regional, dan global akan memberikan dampak negatif material bagi kegiatan dan prospek usaha, keuangan, dan hasil operasi Perseroan. MANAJEMEN PERSEROAN TELAH MENGUNGKAPKAN SEMUA RISIKO YANG DIHADAPI DAN TELAH DISUSUN BERDASARKAN BOBOT DARI DAMPAK MASING-MASING RISIKO TERHADAP KINERJA KEUANGAN PERSEROAN 47 43 AH 44

VII. KEJADIAN PENTING SETELAH TANGGAL LAPORAN AUDITOR INDEPENDEN

Tidak ada kejadian penting yang mempunyai dampak cukup material terhadap keadaan keuangan dan hasil usaha Perseroan yang terjadi setelah tanggal Laporan Auditor Independen tertanggal 9 Oktober 2014 atas laporan posisi keuangan konsolidasian perseroan tanggal 30 Juni 2014, 31 Desember 2013, 2012 dan 2011, dan laporan laba rugi komprehensif konsolidasian untuk enam bulan yang berakhir pada tanggal 30 Juni 2014 dan 30 Juni 2013, dan tahun yang berakhir pada tanggal-tanggal 31 Desember 2013, 2012 dan 2011. Laporan posisi keuangan konsolidasian Perseroan pada tanggal 30 Juni 2014, 31 Desember 2013, 2012 dan 2011, dan laporan laba rugi komprehensif konsolidasian untuk periode enam bulan yang berakhir pada tanggal-tanggal 30 Juni 2014 dan 2013, dan tahun yang berakhir pada tanggal-tanggal 31 Desember 2013, 2012 dan 2011 telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Kosasih, Nurdiyaman, Tjahjo Rekan member of Crowe Horwath International dengan pendapat wajar tanpa pengecualian. 48 Halaman ini sengaja dikosongkan 49 45

VIII. KETERANGAN TENTANG PERSEROAN DAN ENTITAS ANAK

1. Riwayat Singkat Perseroan