dilakukan terhadap enam hal, yaitu 1 ancaman dan kebijakan pengelolaan; 2 rencana pengelolaan; 3 input pengelolaan sumberdaya; 4 proses atau cara
pengelolaan;5 program dan tindakan pengelolaan; dan 6 dampak dan tingkat pencapaian tujuan pengelolaan.
Kawasan konservasi, seperti TNL, pada dasarnya dapat memberikan manfaat bagi kelangsungan hidup, baik manusia maupun ekosistem lainnya
Fauzi et al. 2007. Manfaat-manfaat tersebut sebagian merupakan manfaat langsung yang bisa dihitung secara moneter dan manfaat tidak langsung yang
sering tidak bisa dikuantifikasi secara moneter. Namun, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa kawasan konservasi laut KKL memiliki nilai ekonomi
yang tinggi, yang bersifat tangible terukur dan tidak terukur intangible. Manfaat terukur biasanya digolongkan dalam manfaat kegunaan baik yang dikonsumsi
maupun tidak, sedangkan manfaat tidak terukur berupa manfaat non-kegunaan yang lebih bersifat pemeliharaan ekosistem jangka panjang. TNKJ sebagai KKL
dengan kekayaan biodiversity yang cukup tinggi, namun juga sebagai daerah yang berfungsi sebagai daerah penangkapan ikan. Kondisi kawasan sekitarnya
yang dimanfaatkan secara multi-use, dikahawatirkan akan berdampak terhadap penurunan, baik kualitas maupun kuantitas SDI dan ekosistemnya. Studi valuasi
ekonomi, sebagai salah satu dasar pengelolaan, menjadi sangat penting untuk memahami sejauhmana TNKJ memberikan manfaat baik langsung maupun tidak
langsung. Manfaat ini harus dinilai secara ekonomi agar input kebijakan pengelolaan wilayah dapat dilakukan secara komprehensif.
2.7 Optimalisasi Pengelolaan Perikanan Tangkap
1 Sumber daya ikan unggulan Sumber daya ikan SDI unggulan atau biasa disebut komoditas unggulan
menurut Hendayana 2003 merupakan suatu jenis komoditas yang paling diminati dan memiliki nilai jual tinggi serta diharapkan mampu memberikan
pemasukan yang besar dibandingkan dengan jenis yang lainnya. Penentuan komoditas ikan unggulan pada suatu daerah merupakan langkah awal menuju
pembangunan perikanan yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi
perdagangan. Langkah menuju efisiensi dapat ditempuh dengan menggunakan komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif baik ditinjau dari sisi
penawaran maupun permintaan. Dari sisi penawaran komoditas unggulan
dicirikan oleh superioritas dalam pertumbuhan pada kondisi biofisik, teknologi, dan sosial ekonomi nelayan yang dapat dijadikan andalan untuk meningkatkan
pendapatan. Dari sisi permintaan, komoditas unggulan dicirikan oleh kuatnya permintaan di pasar, baik pasar domestik maupun internasional.
Penentuan jenis SDI unggulan dilakukan dengan teknik comparative performance index CPI atau teknik perbandingan indeks kinerja CPI. Teknik
CPI menurut Marimin 2004 merupakan indeks gabungan composite index yang dapat digunakan untuk menentukan penilaian atau peringkat dari berbagai
alternatif berdasarkan beberapa kriteria. 2 Potensi SDI
Potensi SDI dianalisis dengan model bioekonomi. Model bioekonomi SDI dapat diduga dengan model surplus produksi Schaefer-Fox dan model ekonomi
Gordon 1954. Model disusun dari parameter biologi, biaya penangkapan, dan harga ikan. Metode surplus produksi menurut Spare and Venema 1999
merupakan metode untuk menentukan tingkat effort optimum, yaitu upaya penangkapan ikan yang menghasilkan jumlah tangkapan maksimum tanpa
mempengaruhi produktivitas populasi ikan dalam waktu panjang. Hubungan antara hasil tangkapan dengan effort dilihat dengan model Schaefer-Fox. Model
terpilih adalah yang paling sesuai best fit dari pendugaan stok ikan. Model surplus produksi menurut Spare dan Venema 1999 hanya berlaku
apabila parameter slope b bernilai negatif, yang berarti penambahan effort akan menyebabkan penurunan hasil tangkapan per upaya tangkap. Apabila bernilai
positif, maka tidak dapat dilakukan pendugaan besarnya stok maupun upaya optimum, tetapi hanya dapat disimpulkan bahwa penambahan upaya tangkap
masih memungkinkan untuk meningkatkan hasil tangkapan Kekenusa 2009.
3 Optimalisasi jumlah alat tangkap
Optimalisasi jumlah alat tangkap dapat dilakukan dengan teknik linear goal programming LGP. LGP menurut Mulyono 1991 merupakan pengembangan
dari teknik linear programming LP. Perbedaan utama antara LP dan LGP terletak pada struktur dan penggunaan fungsi tujuan. Fungsi tujuan dalam LP
hanya mengandung satu tujuan, sedangkan dalam LGP semua tujuan satu atau beberapa digabungkan dalam sebuah fungsi tujuan. Hal ini dapat dilakukan
dengan mengekspresikan tujuan ke dalam bentuk kendala goal constraint,