Pengawasan dan penegakan hukum

sekaligus menimbulkan masalah pengelolaan SDI. Jadi kebutuhan pengelolaan SDI muncul karena adanya aktivitas pemanfaatan SDI oleh manusia. Karenanya, pengelolaan sumber daya perikanan pada hakekatnya tidak hanya sekedar suatu upaya atau proses mengelola SDI managing of fish resources tetapi sesunggguhnya adalah proses mengelola manusia managing of fishers sebagai pengguna, pemanfaat, dan pengelola SDI Nikijuluw 2005. Karenanya diperlukan adanya rumusan peraturan yang mampu menyatukan perbedaan persepsi mengenai kegiatan pemanfaatan SDI. Penegakan hukum dan kelembagaan yang tegas, berwibawa, dan adil, untuk menjamin terlaksananya peraturan dan UU yang telah dirumuskan. Beberapa kasus pelanggaran penangkapan ikan yang terjadi di perairan Kepulauan Karimunjawa, di antaranya jika terjadi pelanggaran kegiatan perikanan dan diketahui oleh masyarakat namun tidak ditindak secara tegas, sehingga pada akhirnya menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat nelayan terhadap pihak pengelola dan aparat penegak hukum. Pada saat wawancara dengan nelayan, motivasi warga untuk ikut menjaga kawasan taman nasional juga menjadi menurun, karena ketika masyarakat nelayan sadar untuk melapor saat terjadi pelanggaran di perairan TNKJ, justru tidak mendapat perhatian atau tidak ditindak tegas dan adil. Upaya di tingkat masyarakat menurut Santoso 2008 harus didukung oleh peningkatan kapasitas para pihak yang terlibat dalam pengelolaan konservasi, khususnya pengelola kawasan. Pengelola kawasan setidaknya memiliki bekal pengetahuan dan keterampilan dalam: 1 komunikasi dan menjalin hubungan dengan masyarakat; 2 mengenali pengetahuan lokal; dan 3 memfasilitasi masyarakat untuk dapat mengembangkan pengetahuan lokal. Pendekatan keamanan yang selama ini dilakukan dalam pengelolaan kawasan konservasi harus diganti dengan pendekatan hubungan yang saling menghormati dan lebih bersahabat. Masalah konservasi bukan lagi sekedar masalah menghitung atau inventarisasi biota semata. Masalah konservasi sekarang dan yang akan datang adalah masalah komunikasi. Komunikasi yang baik disertai dengan penghargaan atas keberadaan masyarakat lokal diharapkan akan menumbuhkan rasa memiliki masyarakat terhadap kawasan, sehingga akan tumbuh upaya untuk menjaga kawasan dengan kesadaran sendiri. Kurangnya komunikasi dan koordinasi merupakan penyebab utama timbulnya konflik yang belum berujung dalam pengelolaan kawasan konservasi. Komunikasi dan koordinasi yang baik dengan masyarakat maupun dengan stakeholder lain akan melahirkan partisipasi semua pihak. Partisipasi masyarakat, stakeholder, dan instansi lain akan bermanfaat untuk mendukung dan mencari kesenjangan serta kekurangan dari kegiatan pengelolaan yang dilakukan. Setiap program pembangungan maupun pengembangan yang akan diterapkan seyogyanya dikonsultasikan dengan semua pihak, sehingga semua pihak merasa diperhatikan kepentingannya. Koordinasi dan keterpaduan antar pihak yang terlibat dan masyarakat, dalam pengelolaan dan berbagai kegiatan pemanfaatan yang ada harus ditingkatkan. Sehingga masyarakat dan stakeholders akan merasa memiliki terhadap TNKJ dan ikut serta dalam setiap kegiatan pengelolaan dan pembangunan, serta konsekuensinya mereka akan berupaya secara maksimal untuk ikut menjaga kawasan TNKJ dan ikut serta mensukseskan program pengelolaan yang telah ditetapkan. Untuk dapat menerapkan model dengan baik, terdapat lima elemen sistem yang perlu diperhatikan, yaitu: 1 sektor masyarakat yang terpengaruh; 2 kendala utama; 3 tolok ukur keberhasilan; 4 aktivitas yang diperlukan; dan 5 lembaga yang terlibat. Keberhasilan kegiatan pengelolaan perikanan tangkap di Karimunjawa perlu lebih memprioritaskan pada subelemen yang menjadi elemen kunci dari masing-masing elemen sistem. Elemen kunci tersebut akan mampu menggerakkan sub elemen yang lainnya di dalam sistem untuk keberhasilan program pengelolaan yang dilakukan. Masing-masing elemen kunci menjadi penggerak bagi subelemen yang lain dalam mendukung keberhasilan program pengembangan dan pengelolaan yang dilakukan Tabel 25. Posisi antar sub elemen yang berbeda dalam kuadran, menjadikan hubungan antar subelemen menjadi sangat dinamis dan saling terkait, sehingga perlu dicermati dengan seksama dalam implementasinya di lapangan. Nelayan merupakan elemen kunci pada elemen sektor masyarakat yang terpengaruh pengembangan perikanan tangkap di TNKJ, yang berarti nelayan akan dapat memperngaruhi atau menggerakkan subelemen-subelemen dari elemen sektor masyarakat yang terpengaruh lainnya Gambar 22. Konflik kepentingan pemanfaatan perairan merupakan elemen kunci dari elemen kendala utama pengembangan perikanan tangkap di TNKJ. Kendala utama ini harus terlebih dahulu diatasi atau ditangani, sebelum mengatasi kendala-kendala yang lain Gambar 24. Elemen kunci dari elemen tolok ukur adalah keberlanjutan SDI dan habitatnya; berkurangnya konflik pemanfaatan perairan dan SDI; dan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan Gambar 26. Hal tersebut menunjukkan bahwa subelemen dari tolok ukur keberhasilan memiliki prioritas yang hampir sama sebagai penentu keberhasilan pengembangan perikanan tangkap di TNKJ. Elemen kunci dari elemen aktivitas yang akan mendorong aktivitas yang lain adalah pembentukan kelembagaan bersama; pembuatan peraturan pengelolaan; dan koordinasi antar sektor Gambar 28. Ketiga aktivitas tersebut harus ada terlebih dahulu sebelum akivitas yang lainnya, yang berada di level di atasnya. Elemen kunci dari elemen lembaga yang terlibat dalam pengembangan perikanan tangkap di Karimunjawa adalah DKP Provinsi dan DKP Kabupaten Gambar 30, yang berarti kedua subelemen tersebut akan dapat menggerakkan subelemen yang lain di level atasnya untuk keberhasilan program pengembangan perikanan tangkap di TNKJ. Pengelolaan perikanan tangkap harus dilakukan secara komprehensif, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi, dan kegiatan lainnya harus melibatkan stakeholders terutama para nelayan, pengusaha perikanan bakul, pengolah dan pedagang, kelembagaan daerah, instansi terkait, maupun pengelola TNKJ. Mereka dapat dihimpun dalam suatu forum yang secara reguler memberikan saran pertimbangan kepada pemerintah maupun pengelola TNKJ. Pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ harus semakin diarahkan kepada upayan peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan yang ada di dalam kawasan TNKJ, hal ini karena masyarakat nelayan merupakan sektor yang paling terpengaruh terhadap kegiatan pengelolaan yang dilakukan. Pelibatan masyarakat nelayan di dalam kegiatan pengambilan keputusan, pengelolaan dan pengawasan akan semakin memberikan kesadaran terhadap nelayan mengenai pentingnya menjaga kelestarian SDI dan lingkungan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Kelembagaan dinas diharapkan dapat berperan lebih aktif dalam mengadakan forum koordinasi dengan semua stakeholder yang terlibat sehingga kebutuhan masing-masing stakeholder dapat terakomodasi. Komunikasi yang efektif dengan semua stakeholder akan berdampak pada terciptanya tata hubungan yang serasi dan seimbang, sehingga kegiatan pengelolaan dapat dilakukan dengan lebih terencana dan dapat mencapai tujuan konservasi yang telah ditetapkan, dengan tetap memperhatikan aspek pemanfaatan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. 7 KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Kajian perikanan tangkap di TNKJ menghasilkan model PITASI untuk pengelolaan perikanan tangkap di zona pemanfaatan perikanan tradisional TNKJ. Pengelolaan perikanan tangkap harus memperhatikan ikan komoditas unggulan di TNKJ, yaitu ikan kuwe, ekor kuning, dan kerapu untuk SDI karang, dan teri, tengiri, cumi-cumi, dan tongkol untuk SDI pelagis. Potensi SDI karang yang dapat diakses masyarakat di Karimunjawa sebesar 149 tontahun, sedangkan untuk perikanan pelagis sebesar 19.079 tontahun. Teknologi untuk memanfaatkan SDI karang adalah pancing ulur dan bubu, serta pancing tonda, gillnet, dan bagan perahu untuk perikanan pelagis. Jumlah unit penangkapan optimal di Karimunjawa adalah pancing ulur dan pancing tonda masing-masing 336 unit, bubu 21 unit, gillnet 168 unit, dan bagan perahu 115 unit. Pengelolaan dan pengembangan perikanan tangkap menghendaki penerapan terpadu tiga peraturan perundangan dalam pengelolaan TNKJ, yaitu UU No. 51990, UU No. 452009 dan UU No 322004. Pengelolaan juga memerlukan dibentuknya kelembagaan bersama yang berperan melakukan pengelolaan perikanan sesuai akomodasi kebijakan. Model penggunaan perairan di dalam zona PPT TNKJ difokuskan untuk kegiatan perikanan karang dan perikanan pelagis. Pengaturan penggunaan perairan zona PPT meliputi: 1 perairan 0-3 mil dari garis pantai diperuntukkan untuk kegiatan perikanan karang tradisional, yaitu dengan menggunakan alat tangkap bubu dan pancing ulur; 2 perairan 3-4 mil diperuntukkan untuk alat tangkap perikanan pelagis yang bersifat statis, seperti gillnet dan bagan perahu; dan 3 perairan 4 mil diperuntukkan bagi semua alat tangkap perikanan pelagis yang besifat dinamis, seperti pancing tonda. Kebijakan strategi pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ meliputi: 1 pemanfaatan potensi dan keanekaragaman SDI secara optimal yang sesuai dengan pangsa pasar dengan tetap mempertahankan prinsip kegiatan perikanan tangkap yang menguntungkan dan berkelanjutan; 2 peningkatan kapasitas kelembagaan koordinasi untuk meningkatkan kualitas lembaga perikanan yang ada dan untuk menciptakan sinergisitas antar lembaga terkait; dan 3 pengawasan dan penegakan hukum untuk mengurangi kegiatan pelanggaran untuk menekan nilai kerugian akibat penangkapan oleh nelayan dari luar Karimunjawa. Strategi implementasi model meliputi lima elemen pengembangan yang meliputi 1 elemen sektor masyarakat, dengan elemen kunci nelayan; 2 elemen kendala utama, dengan kunci elemen konflik kepentingan pemanfaatan perairan; 3 elemen tolok ukur dengan elemen kunci keberlanjutan SDI, berkurangnya konflik, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan; 4 elemen aktivitas, dengan elemen kunci koordinasi antar sektor, dan pembuatan rencana kerja pengelolaan zonasi dan SDI; dan 5 elemen lembaga yang terlibat, dengan elemen kunci DKP propinsi dan DKP kabupaten.

7.2 Saran

Saran yang perlu dipertimbangkan dalam penelitian ini adalah: 1 Perlu dilakukan pendataan perikanan pelagis karena keterbatasan data dan informasi mengenai perikanan pelagis yang ada di Karimunjawa. 2 Perlu penelitian lebih lanjut mengenai dampak sosial ekonomi nelayan bubu akibat adanya pengurangan jumlah alat tangkap bubu di TNKJ. 3 Perlu penelitian lebih lanjut mengenai jenis kegiatan perikanan tangkap yang lain di dalam subsistem usaha di samping kegiatan penangkapan ikan, seperti kegiatan pasca panen dan kegiatan pemasaran, karena kegiatan perikanan tangkap terkait dengan dua hal tersebut. 4 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat TNKJ terkait penerapan model pengelolaan perikanan di TNKJ. 5 Tidak diperbolehkan melakukan penambahan jumlah alat tangkap di Karimunjawa karena jumlahnya telah optimal, meskipun secara finansial usaha perikanan tangkap di Karimunjawa masih menguntungkan. 6 DKP, BTNKJ dan Pemda perlu melakukan koordinasi secara kontinu agar fungsi sebagai regulator, fasilitator, dan administrator dalam pengelolaan perikanan tangkap dan TNKJ lebih efektif dilakukan. 7 Perlu dibuat kesepakatan tertulis antara DKP, BTNKJ, dan Pemda, dalam pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ.