Strategi implementasi model pengelolaan perikanan tangkap

120 sejumlah subelemen Eriyanto 2003; Nurani 2010. Elemen dan subelemen yang dikaji dalam penelitian disajikan pada Tabel 25. Tabel 25 Elemen dan elemen kunci strategi implementasi model pengelolaan perikanan tangkap di Karimunjawa No. Elemen Elemen Kunci Sektor III Sektor IV 1. Sektor masyarakat yang terpengaruh Nelayan Bakul Ikan, penyedia Perbekalan, industri pembuat alat tangkap, industri pembuat kapal, industri pembuat mesin, eksportir, pengusaha jasa transportasi laut, buruh pelabuhan, masyarakat sekitar Nelayan 2. Kendala utama Konflik kepentingan pemanfaatan perairan Kualitas teknologi yang terbatas, kualitas SDM rendah Konflik kepentingan pemanfaatan perairan, konflik kepentingan antar sektor 3. Tolok ukur Keberlanjutan SDI, berkurangnya konflik, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan Keberlanjutan SDI dan habitatnya; berkurangnya konflik pemanfaatan perairan dan SDI; pemanfaatan SDI optimal, koordinasi antar sektor, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan - 4. Aktivitas yang diperlukan Pembentukan kelembagaan bersama; pembuatan peraturan pengelolaan; dan koordinasi antar sektor Koordinasi antar sektor; pembuatan peraturan zonasi dan pengelolaan perikanan; pembuatan rencana kerja pengelolaan zonasi dan SDI; pengembangan teknologi penangkapan dan pengawasan; penyedian sarana dan prasarana perikanan tangkap; pengembangan akses informasi dan pasar. Pembentukan kelembagaan perikanan bersama 5. Lembaga yang terlibat DKP propinsi, DKP kabupaten Pemerintah Daerah, LSM DKP Provinsi, DKP Kabupaten, BTNKJ Pada penelitian ini hanya digunakan lima elemen, yaitu 1 sektor masyarakat yang terlibat, 2 kendala utama pengembangan, 3 tolok ukur keberhasilan pengembangan, 4 aktivitas yang dibutuhkan, dan 5 lembaga yang terlibat, karena kelima elemen tersebut merupakan elemen yang perlu diperhatikan dalam pengembangan dan pengelolaan sistem perikanan tangkap di 121 TNKJ. ISM menghasilkan output berupa matriks driver power dependence, yaitu plot subelemen ke dalam empat sektor yang menggambarkan tingkat daya dorong dan ketergantungan elemen di dalam sistem. Subelemen yang berada di sektor III berarti memiliki daya dorong dan pengaruh yang kuat, sedangkan yang berada di sektor IV berarti memiliki daya dorong yang kuat tetapi memiliki sedikit ketergantungan di dalam sistem. Karenanya subelemen yang berada di sektor III dan IV perlu mendapatkan perhatian, karena subelemen tersebut berpengaruh terhadap subelemen yang lain di dalam sistem. Elemen kunci merupakan subelemen yang memiliki pengaruh penting untuk proses keberhasilan sistem, yang biasanya berada di level terbawah dalam struktur hirarki. Sub elemen yang masuk dalam elemen kunci, sektor III dan IV disajikan pada Tabel 25. 1 Sektor masyarakat yang terpengaruh Elemen sektor masyarakat yang terpengaruh dari kegiatan pengembangan perikanan tangkap di TNKJ terdiri dari 10 sub elemen, disajikan dalam bentuk hirarki pada Gambar 22. Level satu pada elemen sektor masyarakat terdapat pengusaha pemilik kapal; penyedia jasa transportasi laut; buruh pelabuhan; dan masyarakat sekitar pelabuhan. Pada level dua terdapat pemilik bengkel. Pada level ketiga terdapat pedagang perbekalan dan pengrajin alat tangkap bubu. Pada level empat terdapat eksportir, dan bakul ikan pada level lima. Pada level enam terdapat nelayan. Elemen kunci dari sektor masyarakat adalah nelayan. Hal ini berarti nelayan merupakan sektor masyarakat yang paling terpengaruh dari kegiatan pengembangan dan pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ. 5. Pengusaha Pemilik Kapal 9. Buruh Pelabuhan 8. Pengusaha Jasa Transportasi Laut 7. Eksportir 1. Nelayan 2. Bakul Ikan Level 1 Level 5 Level 4 Level 3 Level 2 6. Pemilik Bengkel 3. Pedagang Perbekalan 10. Masyarakat Sekitar Pelabuhan Level 6 4. Pengrajin AT Bubu Gambar 22 Diagram model struktural dari elemen sektor masyarakat yang terpengaruh pada pengembangan perikanan tangkap di TNKJ. 122 Nelayan merupakan elemen kunci yang akan dapat mempengaruhi atau menggerakkan subelemen-subelemen dari elemen sektor masyarakat yang terpengaruh lainnya Gambar 22. Ikan hasil tangkapan yang dihasilkan oleh nelayan akan mendukung usaha yang dilakukan oleh bakul pengumpul ikan. Dari para pengumpul atau bakul ini, kemudian ikan hasil tangkapan dipasarkan, dan ada yang dijual ke eksportir. Kegiatan perikanan tangkap membutuhkan penyediaan perbekalan untuk melaut dan alat tangkap ikan. Pengembangan perikanan tangkap akan mendorong berkembangnya perekonomian masyarakat di Karimunjawa, karena akan menarik pengusaha jasa transportasi untuk melakukan aktivitas pendistribusian hasil tangkapan, serta memberikan lapangan pekerjaan bagi buruh di pelabuhan. Kegiatan perikanan tangkap juga akan memberikan lapangan pekerjaan bagi pemilik bengkel untuk perbaikan mesin kapal dan pemilik kapal untuk mengusahakan kapalnya di Karimunjawa. Keterangan: 1 Nelayan 6 Pemilik bengkel 2 Bakul pengumpul 7 Eksportir 3 Pedagang perbekalan 8 Penyedia jasa transportasi laut 4 Pengrajin alat tangkap bubu 9 Buruh pelabuhan 5 Pengusaha pemilik kapal 10 Masyarakat sekitar pelabuhan Gambar 23 Matriks driver power-dependence untuk elemen sektor masyarakat yang terpengaruh dari pengembangan perikanan tangkap di TNKJ. Analisis lebih lanjut pada matriks driver power dependence Gambar 23, subelemen terdistribusi dalam dua sektor, yaitu sektor III dan sektor IV. Nelayan berada di sektor IV independent atau peubah bebas, yang berarti nelayan memiliki daya dorong atau kekuatan penggerak driver power yang besar, namun memiliki sedikit ketergantungan terhadap sistem. Semua subelemen Sektor I Sektor II Sektor IV Sektor III 123 yang lainnya berada pada Sektor III linkage, yang berarti saling berpengaruh dengan subelemen lainnya. Subelemen yang berada di sektor III merupakan subelemen yang labil. Kurangnya perhatian pada subelemen tersebut akan menjadi penghambat keberhasilan pengembangan perikanan tangkap di TNKJ. 2 Elemen kendala dalam pengembangan perikanan tangkap TNKJ Elemen kendala dalam pengembangan perikanan tangkap di TNKJ terdiri dari lima sub elemen kendala, yang disajikan dalam bentuk hirarki pada Gambar 24. Level satu pada elemen kendala terdapat kualitas teknologi penangkapan yang terbatas dan akses dan informasi pasar yang masih terbatas. Kendala selanjutnya adalah kualitas SDM yang rendah dan konflik kepentingan antar sektor, yang berada di level dua dan tiga. Konflik kepentingan pemanfaatan perairan berada di level empat, yang sekaligus menjadi elemen kunci yang menjadi kendala dalam pengembangan perikanan tangkap di TNKJ. 3. Kualitas teknologi penangkapan yang terbatas 5. Akses dan informasi pasar terbatas 4. Kualitas sumberdaya manusia rendah 1. Konflik kepentingan pemanfaatan perairan 2. Konflik kepentingan antar sektor Level 1 Level 3 Level 2 Level 4 Gambar 24 Diagram model struktural dari elemen kendala utama dalam pengembangan perikanan tangkap di TNKJ. Konflik kepentingan pemanfaatan perairan merupakan elemen kunci dari elemen kendala pengembangan perikanan tangkap di TNKJ. Kendala utama ini harus terlebih dahulu diatasi atau ditangani, sebelum mengatasi kendala-kendala yang lain. Kendala berikutnya yang harus ditangani adalah konflik kepentingan antar sektor dan kualitas SDM yang rendah. Dengan teratasinya kendala tersebut, diharapkan dapat mengatasi kendala selanjutnya, yaitu kualitas teknologi penangkapan yang masih terbatas, serta akses dan informasi pasar yang terbatas. Penanganan kendala-kendala tersebut akan menjadikan kegiatan perikanan tangkap di TNKJ berjalan dengan optimal dan berkelanjutan. 124 Keterangan: 1 Konflik kepentingan pemanfaatan perairan 2 Konflik kepentingan antar sektor 3 Kualitas teknologi penangkapan ikan yang terbatas 4 Kualitas SDM yang rendah 5 Akses dan informasi pasar terbatas Gambar 25 Matriks driver power-dependence untuk elemen kendala dalam pengembangan perikanan tangkap di TNKJ. Matriks driver power dependence Gambar 25 menunjukkan sub elemen konflik kepentingan pemanfaatan perairan dan konflik kepentingan antar sektor menempati sektor IV, yang berarti kedua subelemen tersebut mempunyai daya dorong yang kuat, tetapi memiliki sedikit ketergantungan terhadap sistem. Subelemen kendala yang memiliki daya dorong kuat dan saling mempengaruhi terhadap subelemen lain adalah kualitas teknologi yang terbatas dan kualitas SDM yang rendah, yang berada di sektor III linkage, sehingga diperlukan kehati-hatian dalam menangani kendala tersebut. Sektor II peubah terikat atau dependent terdapat akses dan informasi pasar terbatas akibat lokasi yang terisolir dan transportasi yang terbatas, yang berarti kendala tersebut memiliki daya dorong yang cukup lemah dan dipengaruhi oleh sub elemen yang lain. 3 Elemen tolok ukur pengembangan perikanan tangkap di TNKJ Elemen tolok ukur pengembangan perikanan tangkap di TNKJ terdiri dari enam sub elemen yang terbagi dalam empat level, disajikan pada Gambar 26. Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan; dan peningkatan perekonomian daerah berada pada level satu. Pada level dua terdapat tolok Sektor I Sektor IV Sektor III Sektor II 125 ukur pemanfaatan SDI yang optimal; dan koordinasi antar instansi dan sektor. Berkurangnya konflik pemanfaatan perairan dan SDI berada pada level tiga, dan keberlanjutan SDI dan habitatnya berada pada level empat. 2. Berkurangnya konflik pemanfaatan perairan dan SDI 3. Pemanfaatan SDI yang optimal 1. Keberlanjutan SDI dan habitatnya Level 1 Level 2 6. Peningkatan perekonomian daerah 5. Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan 4. Koordinasi antar instansi dan sektor Level 3 Level 4 Gambar 26 Diagram model struktural dari elemen tolok ukur untuk pengembangan perikanan tangkap di TNKJ. Elemen kunci dari elemen tolok ukur adalah keberlanjutan SDI dan habitatnya; berkurangnya konflik pemanfaatan perairan dan SDI; dan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan. Hal tersebut menunjukkan bahwa subelemen dari tolok ukur keberhasilan memiliki prioritas yang hampir sama sebagai penentu keberhasilan pengembangan perikanan tangkap di TNKJ. Prioritas tolok ukur selanjutnya adalah pemanfaatan SDI yang optimal dan koordinasi antar sektor dan antar instansi. Dengan tercapainya tolok ukur tersebut, diharapkan kegiatan perikanan tangkap dapat berjalan dengan optimal yang mampu meningkatkan kesejahteraan nelayan dan pada akhirnya dapat meningkatkan perekonomian daerah. Jika dilihat dari matriks driver power-dependence Gambar 27, maka semua subelemen, kecuali elemen peningkatan perekonomian daerah, berada pada sektor III. Hal ini berarti subelemen tersebut memiliki daya dorong yang kuat atau tinggi sebagai tolok ukur keberhasilan pengembangan perikanan tangkap di TNKJ, serta bersifat linkage yang berarti memiliki ketergantungan yang sangat kuat di dalam sistem. Sedangkan subelemen peningkatan perekonomian daerah berada di sektor II, yang berarti subelemen tersebut memiliki daya dorong yang cukup lemah atau kecil untuk keberhasilan sistem, namun memiliki keterkaitan yang kuat dengan subelemen yang lain. 126 Keterangan: 1 Keberlanjutan SDI dan habitatnya 2 Berkurangnya konflik pemanfaatan perairan dan SDI 3 pemanfaatan SDI yang optimal 4 Koordinasi antar instansi dan antar sektor 5 Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan 6 Peningkatan perekonomian daerah Gambar 27 Matriks driver power-dependence tolok ukur untuk pengembangan perikanan tangkap di TNKJ. 4 Elemen aktivitas yang dibutuhkan untuk pengembangan perikanan tangkap di TNKJ Elemen aktivitas yang dibutuhkan untuk pengembangan perikanan tangkap di TNKJ disusun dari delapan subelemen yang terbagi dalam lima level Gambar 28. Level pertama dalam elemen aktivitas terdapat pengembangan akses informasi dan pasar; dan penciptaan iklim kondusif. Aktivitas selanjutnya adalah pembuatan rencana kerja pengelolaan zonasi dan SDI; dan penyediaan sapras perikanan tangkap yang berada di level dua. Level tiga terdapat pengembangan teknologi dan pengawasan. Aktivitas koordinasi antar sektor menempati level empat dan pembuatan peraturan pengelolaan berada di level lima. Level enam terdapat aktivitas pembentukan kelembagaan bersama. Sektor IV Sektor III Sektor II Sektor I 127 2. Pembentukan kelembagaan bersama 3. Pembuatan peraturan pengelolaan Level 1 7. Pengembangan akses informasi dan pasar 6. Penyediaan sapras perikanan tangkap 4. Pembuatan rencana kerja 1. Koordinasi antar sektor 5. Pengembangan teknologi dan pengawasan 8. Penciptaan iklim kondusif Level 4 Level 3 Level 2 Level 5 Level 6 Gambar 28 Diagram model struktural dari elemen aktivitas yang dibutuhkan untuk pengembangan perikanan tangkap di TNKJ. Elemen kunci dari elemen aktivitas yang akan mendorong aktivitas yang lain adalah pembentukan kelembagaan bersama; pembuatan peraturan pengelolaan; dan koordinasi antar sektor. Ketiga aktivitas tersebut harus ada terlebih dahulu sebelum akivitas yang lainnya, yang berada di level di atasnya. Aktivitas berikutnya aalah pengembangan teknologi penangkapan ikan dan pengawasan agar kegiatan perikanan tangkap dapat terus berkelanjutan dan ramah lingkungan. Pembuatan rencana kerja dan penyediaan sapras perikanan tangkap merupakan aktivitas selanjutnya yang berada satu level di atasnya. Dan aktivitas selanjutnya adalah pengembangan akses informasi dan pasar, serta penciptaan iklim yang kondusif agar kegiatan perikanan tangkap dapat berkembang dengan optimal dan berkelanjutan. Pada matriks driver power-dependence Gambar 29, sub elemen penciptaan iklim yang kondusif untuk usaha perikanan berada di sektor II, yang berarti sub elemen ini memiliki daya dorong yang cukup lemah dan dipengaruhi oleh sub elemen yang lainnya. Sub elemen pembentukan kelembagaan perikanan bersama berada pada sektor IV, yang berarti sub elemen ini memiliki daya dorong yang kuat tetapi memiliki sedikit ketergantungan di dalam sistem. Sedangkan subelemen yang lain berada di sektor III linkage yang berarti memiliki daya dorong yang kuat dan saling terikat satu sama lain. 128 Keterangan: 1 Koordinasi antar sektor yang terlibat 2 Pembentukan kelembagaan bersama untuk pengelolaan SDI dan zonasi 3 Pembuatan peraturan zonasi dan pengelolaan 4 Pembuatan rencana kerja pengelolaan zonasi dan sumberdaya 5 Pengembangan teknologi penangkapan dan pengawasan 6 Penyediaan sarana dan prasarana perikanan tangkap 7 Pengembangan akses informasi dan pasar 8 Penciptaan iklim yang kondusif untuk berusaha di bidang perikanan tangkap Gambar 29 Matriks driver power-dependence aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan dalam pengembangan perikanan tangkap. 5 Elemen lembaga yang terlibat dalam pengembangan perikanan tangkap Elemen lembaga yang terlibat dalam pengembangan perikanan tangkap terdiri dari delapan subelemen yang terbagi dalam empat level Gambar 30. 2. DKP Kabupaten 3. BTNKJ Level 3 7. Penegak Hukum 6. Kelompok Nelayan 1. DKP Provinsi 5. Dishubla 8. LSM Level 2 Level 1 Level 4 4. Pemda Gambar 30 Diagram model struktural dari elemen lembaga yang terlibat dalam pengembangan perikanan tangkap di TNKJ. Sektor IV Sektor III Sektor I Sektor II 129 Level pertama dari elemen lembaga terdapat Dinas Perhubungan Laut Dishubla, aparat penegak hukum dan LSM. Kelompok nelayan menduduki level dua, sedangkan Pemda Kab. Jepara berada di level tiga. Pada level empat terdapat Dinas Kelautan dan Perikanan DKP Provinsi; DKP Kabupaten; dan BTNKJ. Elemen kunci dari elemen lembaga adalah DKP Provinsi dan DKP Kabupaten. Keterangan: 1 DKP Provinsi Jawa Tengah 2 DKP Kabupaten Jepara 3 Balai Taman Nasional Karimunjawa BTNKJ 4 Pemda Kab. Jepara 5 Dinas Perhubungan Laut 6 Kelompok nelayan 7 Aparat penegak hukum 8 Lembaga swadaya masyarakat Gambar 31 Matriks driver power-dependence elemen lembaga yang terlibat dalam pengembangan perikanan tangkap di TNKJ. Analisis lebih lanjut pada matriks driver power-dependence, seperti yang disajikan pada Gambar 31, menunjukkan subelemen lembaga yang terlibat daam pengembangan perikanan tangkap di TNKJ terbagi ke dalam tiga sektor. Pada sektor II terdapat subelemen Dinas Perhubungan Laut Dishubla, yang berarti Dishubla memiliki daya dorong yang cukup lemah atau kecil untuk keberhasilan sistem, namun memiliki keterkaitan yang kuat dengan subelemen yang lain di dalam sistem. Sektor I Sektor II Sektor IV Sektor III 130 Pada sektor III terdapat subelemen Pemda Kab. Jepara, kelompok nelayan, aparat penegak hukum, dan LSM, yang berarti subelemen-subelemen tersebut memiliki daya dorong yang tinggi dan memiliki keterkaitan yang kuat dengan subelemen yang lain untuk keberhasilan sistem. Pada sektor VI terdapat subelemen DKP Provinsi, DKP Kabupaten, dan BTNKJ, yang berarti ketiga subelemen tersebut mempunyai daya dorong yang kuat untuk keberhasilan sistem, tetapi memiliki keterkaitan yang rendah dengan subelemen yang lain di dalam sistem. Elemen kunci dari elemen lembaga yang terlibat dalam pengembangan perikanan tangkap di Karimunjawa adalah DKP Provinsi dan DKP Kabupaten, yang berarti kedua subelemen tersebut akan dapat menggerakkan subelemen yang lain di level atasnya untuk keberhasilan program pengembangan perikanan tangkap di TNKJ. Pada level yang sama terdapat BTNKJ dan level selanjutnya terdapat Pemda Kab. Jepara. Berdasarkan model struktural tersebut, terlihat bahwa kelembagaan pemerintah memiliki peran yang sangat penting untuk mencapai keberhasilan pengembangan perikanan tangkap di TNKJ. 6 PEMBAHASAN

6.1 Pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa

Pelaksanaan pengelolaan TNKJ berdasarkan hasil analisis efektivitas pengelolaan dengan analisis multi-kriteria menunjukkan bahwa kegiatan pengelolaan yang dilakukan cukup memuaskan dengan nilai 0,44 pada skala 0-1 atau sebesar 44 Gambar 9. Aspek tata kelola memberikan nilai efektivitas terbesar, yang menunjukkan bahwa program dan tindakan pengelolaan yang dilakukan sudah sesuai dengan yang diharapkan atau tujuan yang hendak dicapai. Nilai tersebut mengindikasikan bahwa semakin bagus manajemen yang dilakukan berarti semakin bagus tata kelola yang dilakukan. Keefektifan pengelolaan menurut Hockings et al. 2006 adalah tingkat sejauh mana upaya pengelolaan mencapai tujuan-tujuan yang dinyatakan atau yang ingin dicapai. Tiga aspek yang dikaji, yaitu biofisik, tata kelola, dan sosio- ekonomi. Ketiga aspek tersebut menurut Parks et al. 2006 secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kinerja pengelolaan secara menyeluruh dan tingkat sejauhmana kawasan konservasi yang sedang dikelola pada akhirnya dapat mempengaruhi perubahan pada beberapa aspek terkait. Evaluasi keefektifan pengelolaan secara khusus menurut Pomeroy et al. 2004 dapat membantu para pengelola untuk mendokumentasikan kinerja upaya-upaya pengelolaan dalam rangka mencapai tujuan-tujuan kawasan konservasi dan memberikan gambaran mengenai kemajuan yang dicapai kepada para stakeholder lain. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh WCS dalam report card efektivitas pengelolaan tahun 2004-2009, diperoleh nilai efektivitas 2,49 pada skala 1 sampai 4 atau sebesar 65. Aspek tata kelola juga memberikan sumbangan terbesar dalam penilaian efektivitas yaitu mencapai 42, sedangkan dari penelitian yang dilakukan menyumbang nilai 46. Pada penelitian ini digunakan metode yang berbeda dalam penilaian aspek tata kelola dengan yang digunakan oleh WCS. Penilaian aspek tata kelola mengacu pada score card yang dikembangkan oleh Staub and Hatziolos 2004 dan dimodifikasi sesuai dengan kondisi TNKJ. Tujuan score card adalah untuk membantu pengelola kawasan konservasi dan stakeholders untuk menilai kemajuan terhadap pengelolaan yang dilakukan. Score card merupakan alat atau metode penilaian langsung straight forward self-assessment tool untuk membantu pengelola mengidentifikasi di bagian mana pengelola berhasil melakukan pengelolaan dan di mana pengelola perlu mengarahkan atau memfokuskan untuk melakukan pengelolaan lebih lanjut. Dalam score card yang dikembangkan oleh Staub and Hatziolos ini kerangka penilaiannya lebih detail per bagian elemen evaluasi, yang dikembangkan mengacu pada Hocking et al. 2000. Elemen atau kriteria evaluasi tersebut meliputi konteks pengelolaan, design dan perencanaan, input terkait sumber daya untuk melakukan manajemen, proses pelaksanaan pengelolaan, output yang dihasilkan dari program pengelolaan yang dilakukan, dan dampak dari pengelolaan yang dilakukan terhadap tujuan pengelolaan yang hendak dicapai. Score card dalam penelitian ini juga dimodifikasi dengan score card yang dikembangkan oleh TNC White et al. 2009, yang membagi elemen pengelolaan berdasarkan tingkat kawasan perlindungan laut KPL, yaitu saat KPL dimulai, saat KPL didirikan, saat KPL ditegakkan, KPL berkelanjutan, dan KPL dilembagakan. Modifikasi yang digunakan dalam penelitian yang mengacu pada White el al. 2009 adalah uraian tentang dan status kawasan konservasi, pengelolaan operasional kawasan konservasi, pengelolaan keuangan kawasan konservasi, penegakan aturan dan peraturan kawasan konservasi, dan kegiatan pemantauan. Modifikasi ini dilakukan agar hasil penelitian dapat lebih menggambarkan kondisi sebenarnya dari kegiatan pengelolaan yang dilakukan. Manajemen yang efektif akan berdampak pada tujuan pengelolaan yang hendak dicapai, yaitu perbaikan kondisi biofisik dan sosial ekonomi masyarakat. Keberhasilan pengelolaan pada aspek biofisik mencakup tujuan pengelolaan yaitu keberlanjutan SDI dan habitat terutama terumbu karang. Jika dilihat dari kondisi biofisik, seperti yang disajikan pada Lampiran 8, terlihat hasil pengelolaan pada masing-masing zona yang dikelola. Persentase penutupan karang hidup di zona inti meningkat pada tahun 2009 menjadi 54 dari tahun 2006 sebanyak 51. Penutupan karang hidup di zona perlindungan dan zona pemanfaatan juga meningkat secara cukup signifikan. Kelimpahan achanthaster bintang mahkota berduri di zona inti dan zona perlindungan berkurang cukup signifikan, sedangkan di zona pemanfaatan juga berkurang, namun kurang signifikan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang di TNKJ mengalami pertumbuhan yang positif, karena kelimpahan achanthaster sebagai predator karang secara signifikan berkurang jumlahnya, terutama di zona inti dan zona perlindungan.