Pemodelan sistem perikanan tangkap 1 Sumber daya ikan SDI

140 ton, sedangkan untuk perikanan pelagis sebanyak 17.361 ton. Jumlah effort pada kondisi MEY untuk perikanan karang sebanyak 5.435 unit, dan untuk perikanan pelagis sebanyak 801 unit. Model biologi Schaefer perikanan karang diverifikasi dengan hasil visual sensus yang dilakukan oleh WCS yang melakukan pengamatan pada tahun 2007. Hasil visual sensus menunjukkan biomas SDI Karang di Kepulauan Karimunjawa berkisar antara 143,21-1.209,72 kgha. Jika diambil biomas rata- rata ikan karang sebesar 676,47 kgha, dengan nilai tingkat kematian alami atau mortality M sama dengan tingkat kematian akibat kegiatan penangkapan atau fishing F, yaitu sebesar 0,46 Samoilys 1997, untuk kondisi perairan yang telah mengalami tekanan penangkapan yang cukup tinggi. Luasan terumbu karang di TNKJ adalah 713,11 ha. Hasil perhitungan berdasarkan konsep biomas yang dikembangkan oleh Garcia et al. 1989 diperoleh nilai MSY ikan karang sebesar 221.901,22 kgtahun atau 222 tontahun. Kondisi MSY hasil perhitungan dengan model Schaefer masih berada di bawah tingkat MSY hasil perhitungan denga teknik visual sensus, sehingga kegiatan perikanan karang di TNKJ masih bisa dikembangkan, dengan tetap memperhatikan aspek keberlanjutan SDI dan lokasi TNKJ yang merupakan kawasan konservasi perairan. 2 Usaha penangkapan ikan Submodel usaha dibangun dalam sebuah model persamaan linear dengan teknik linear goal programming LGP, dengan terlebih dahulu dilakukan pemilihan tehadap TPI tepat guna dengan teknik multi-kriteria analisis dan analisis kelayakan usaha. Model persamaan linear pada perikanan tangkap dapat digunakan untuk mengetahui berapa banyak unit penangkapan yang boleh beroperasi di perairan Karimunjawa, sesuai dengan potensi SDI pada kondisi MEY. Model persamaan linear memberikan output berupa jumlah upaya penangkapan sesuai dengan target produksi yang diharapkan, pada tingkat yang menguntungkan bagi nelayan kondisi MEY. Model persamaan linear yang dibangun dengan menggunakan batasan berupa produksi ikan pada saat kondisi MEY, penerimaan dari usaha penangkapan pada saat kondisi MEY, jumlah bahan bakar minyak BBM yang tersedia, jumlah trip per tahun, dan luasan zona PPT. Variabel yang digunakan dalam model adalah jumlah produksi, jumlah biaya, jumlah trip, jumlah kebutuhan BBM, dan jarak pengoperasian antar alat tangkap di perairan. Hasil perhitungan dengan teknik LGP dari submodel usaha disajikan pada Lampiran 14. Jumlah effort optimal untuk memanfaatkan SDI karang adalah pancing ulur sebanyak 336 unit dan bubu sebanyak 21 unit. Jumlah effort optimal untuk memanfaatkan SDI pelagis adalah pancing tonda sebanyak 336 unit, gillnet sebanyak 168 unit, dan bagan perahu sebanyak 115 unit. 3 Kebijakan dan kelembagaan Submodel kebijakan dan kelembagaan merekomendasikan perlunya dibuat peraturan bersama yang mengintegrasikan tiga peraturan perundangan utama yang digunakan dalam pengelolaan perikanan tangkap Karimunjawa. Ketiga peraturan perundangan tersebut adalah UU No. 51990, UU No. 452009, dan UU No. 322004. Integrasi ketiga peraturan tersebut diharapkan dapat mengakomodasikan kewenangan pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ yang selama ini masih tumpang tindih. Integrasi tiga UU tersebut diharapkan BTNKJ memberikan kewenangan kepada DKP untuk melakukan pengelolaan kegiatan perikanan tangkap, dan kepada Pemda untuk melakukan pengelolaan perikanan tangkap, perairan dan wilayah yang sudah didesentralisasikan. Model pengelolaan perikanan tangkap merekomendasikan perlunya penguatan kelembagaan, baik kelembagaan pemerintah, kelembagaan swasta, maupun kelembagaan masyarakat. Kelembagaan pemerintah diharapkan dapat saling berkoordinasi dengan baik dan kontinu, sehingga dapat melakukan pengelolaan perikanan tangkap secara optimal. Kelembagaan lain seperti kelembagaan usaha seperti KUD dan KUB, perlu ditingkatkan fungsi dan perannya untuk lebih memberdayakan nelayan. Kelembagaan masyarakat seperti kelompok nelayan, lembaga pendidikan dan penelitian, serta LSM perlu semakin aktif dan objektif dalam mendukung kegiatan pengelolaan yang dilakukan dan memberikan masukan untuk pengelolaan yang lebih baik agar tercapai keberlanjutan perikanan tangkap di Karimunjawa. 4 Model pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ Integrasi dari ketiga submodel, yaitu submodel SDI, submodel USAHA, dan submodel KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN membentuk model pengelolaan perikanan tangkap di Karimunjawa, yang disebut sebagai model PITASI perikanan tangkap di kawasan konservasi, sebagaimana disajikan pada Gambar 19. Model PITASI merekomendasikan: 1 Pengelolaan perikanan tangkap di Karimunjawa dilakukan dengan terlebih dahulu membagi kegiatan perikanan tangkap menjadi dua, yaitu usaha perikanan karang dan usaha perikanan pelagis. Usaha perikanan karang dilakukan dengan alat tangkap pancing ulur dan bubu, dengan komoditas unggulan ikan kuwe, ekor kuning, dan kerapu. Usaha perikanan pelagis dilakukan dengan alat tangkap pancing tonda, gillnet, dan bagan perahu, dengan komoditas unggulan ikan teri, tengiri, cumi-cumi, dan tongkol. 2 Pengelolan perikanan tangkap dilakukan sesuai dengan jenis komoditas unggulan perikanan tangkap terpilih di TNKJ, dengan memperhatikan potensi SDI dan peluang pengelolaannya lebih lanjut sesuai dengan prinsip pemanfaatan yang berkelanjutan. 3 Pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ perlu memperhatikan fungsi kawasan Kepulauan Karimunjawa sebagai kawasan konservasi perairan, sehingga pemanfaatan potensi SDI yang dilakukan harus dapat mendukung keberlanjutan SDI tersebut. Pemanfaatan potensi SDI di kawasan konservasi diarahkan pada nilai 50-60 dari nilai MSY. Jika nilai MSY ikan karang sebesar 149 tontahun, maka tingkat pemanfaatan di kawasan konservasi yang sebaiknya dilakukan adalah sebesar 74,5-87,6 tontahun. Pemanfaatan ikan karang saat ini kondisi aktual sebesar 115 tontahun, menunjukkan telah melebihi jumlah JTB untuk kawasan konservasi perairan. Jika dilihat dari volume produksi, nilai tersebut juga merupakan sumbangan dari hasil tangkapan muroami, sehingga jika muroami dikeluarkan dari Karimunjawa, maka diperkirakan dapat dicapai tingkat produksi yang sesuai dengan prinsip konservasi, sehingga keberlanjutan SDI dapat tetap terjaga. Rekomendasi ini juga didukung dengan hasil optimalisasi jumlah alat tangkap di TNKJ yang jumlahnya sudah optimal. Kondisi ini diharapkan dapat memperbaiki kondisi SDI dan pada akhirnya tercapai keberlanjutan SDI dan keberlanjutan usaha untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan. 4 Peraturan perundangan dan kebijakan perikanan tangkap di TNKJ dibuat dengan mengakomodasikan tiga perundangan utama dalam pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ yaitu UU No. 51990, UU No. 452009, dan UU No. 322004. Integrasi ketiga perundangan tersebut diharapkan dapat menghasilkan kebijakan yang lebih efektif untuk mendukung pengelolaan dan pengembangan perikanan tangkap sesuai dengan potensi SDI dan pemanfaatan zona PPT secara optimal dan berkelanjutan. 5 Peningkatan fungsi dan peran dari kebijakan dan kelembagaan di tingkat lokal Karimunjawa dan kabupaten. Model merekomendasikan perlunya penguatan kelembagaan yang ada. Kelembagaan pemerintah perlu melakukan koordinasi secara kontinu untuk pengelolaan yang lebih optimal. Kelembagaan pemerintah juga perlu mendukung dan memberikan kewenangan terhadap kelembagaan swasta dan kelembagaan masyarakat untuk ikut serta dalam pengelolaan, sehingga kontribusi lembaga-lembaga tersebut terhadap kegiatan pengelolaan perikanan tangkap di Karimunjawa dapat lebih nyata dan optimal. 6 Model ini masih memiliki kelemahan, yaitu pada subsistem usaha belum mengakomodasikan jenis kegiatan perikanan tangkap yang lain, yaitu kegiatan pasca panen, pemasaran, dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Penelitian lebih lanjut mengenai kegiatan tersebut sangat berguna untuk penyempurnaan model pengelolaan perikanan tangkap ini. - Keberlanjutan SDI dan habitatnya - Peningkatan kesejahteraan nelayan - Pemanfaatan SDI optimal - Pemanfaatan zona PPT optimal - Peningkatan PAD Manajemen Pengelolaan Kebijakan Strategis: SWOT Implementasi Model: ISM USAHA PENANGKAPAN Unit penangkapan Perikanan karang: pancing ulur dan bubu Perikanan pelagis: pancing tonda, gillnet, bagan perahu Pemilihan TPI tepat guna - perikanan karang: P. Ulur - perikanan pelagis: P. Tonda Aspek finansial Perhitungan: keuntungan usaha, RC, PP, NPV, Net BC, IRR Model optimalisasi jumlah AT Input: aspek teknis usaha aspek finansial kebutuhan input produksi Output: 336 pancing, 21 bubu, 168 gillnet, 115 bagan perahu SUMBER DAYA IKAN Perikanan karang - Kuwe, ekor kuning, kerapu Perikanan pelagis - teri, tengiri, tongkol, cumi Model biologi surplus produksi Model Ekonomi Gordon Input : aspek produksi ikan aspek effort aspek ekonomi Model rezim pengelolaan Perikanan Karang - MSY 149 ton, 7.154 unit - MEY 140 ton, 5.435 unit - OA 109 ton, 10.870 unit Perikanan Pelagis - MSY 19.079 ton, 1.145 unit - MEY 17.361 ton, 801 unit - OA 16.028 ton, 1.603 unit Visual sensus: MSY ikan karang 222 ton KEBIJAKAN-KELEMBAGAAN Kebijakan - Struktur hukum - Mandat hukum - Penegakan hukum Kelembagaan - Kinerja : politik, sosial budaya, ekonomi, hukum, dan teknologi Kebijakan: - Nasional - Daerah Kelembagaan Peningkatan peran kelembagaan yang ada - kelembagaan dinas - kelembagaan usaha Manajemen Manajemen Memanfaatkan Mendukung Pengaturan Mendukung Output Gambar 19 Model pengelolaan perikanan tangkap di Karimunjawa PITASI.

5.4 Model Penggunaan Perairan di Zona PPT

Model penggunaan perairan di dalam zona PPT yang direkomendasikan untuk diterapkan di kawasan Kepulanan Karimunjawa disajikan pada Gambar 20. Model penggunaan perairan di dalam zona PPT difokuskan untuk kegiatan perikanan karang dan perikanan pelagis, dengan alat tangkap yang sudah ada dan dipergunakan sebelum Kepulauan Karimunjawa ditetapkan sebagai taman nasional laut, yaitu alat tangkap pancing ulur dan tonda, gillnet, bagan perahu, dan bubu. Model pengaturan penggunaan perairan di dalam zona PPT yang direkomendasikan dalam penelitian meliputi: 1 Perairan 0-4 mil dari garis pantai diperuntukkan bagi kegiatan perikanan tangkap yang bersifat statis, yaitu pancing ulur, bubu, gillnet, dan bagan perahu. Pengaturan dan peruntukan perairan ini sesuai dengan Kepmentan No. 3921999 dan Permen KP tahun 2005. 2 Perairan 0-3 mil dari garis pantai, diperuntukkan bagi kegiatan perikanan karang tradisional yang bersifat statis, yaitu dengan menggunakan alat tangkap pancing ulur dan bubu. Penggunaan perairan juga didasarkan pada pengoperasian alat tangkap bubu dan pancing ulur, dimana nelayan biasa mengoperasikan alat tangkap di sekitar perairan berkarang. Jumlah pancing ulur sebanyak 336 unit dan bubu sebanyak 135 unit. Pancing ulur biasa beroperasi pada bulan Februari hingga Juli. Bubu biasanya dapat dioperasikan sepanjang tahun, kecuali saat musim barat dimana angin dan gelombang besar yang biasa terjadi pada bulan Desember hingga Januari. Jika pengoperasian pancing ulur memerlukan jarak sekitar 400 m 2 20 m x 20 m dan jarak antar bubu 5 m 25 m 2 , maka akan membutuhkan luasan perairan zona PPT seluas 137.775 m 2 . Luasan tersebut senilai dengan 13 dari luasan total zona PPT. 3 Perairan berjarak 3-4 mil dari garis pantai diperuntukkan bagi alat tangkap ikan pelagis yang bersifat statis, seperti gillnet dan bagan perahu. Sesuai dengan Kepmentan tahun 1999 Tabel 6, maka gillnet yang dpaat beroperasi di zona 3-4 mil adalah gillnet yang berukurann panjang kurang dari 1000 m atau 1 km. Pengoperasian gillnet dan bagan perahu juga dipertimbangkan dengan hasil analisis TPI tepat guna dan jumlah alokasi alat tangkap di kawasan TNKJ. Pada jarak 3-4 mil dari garis pantai pada umumnya ada juga yang memiliki dasar perairan berupa terumbu karang, namun kedalaman perairan di perairan ini umumnya telah mencapai kedalaman lebih dari 20 meter, sehingga gillnet yang memiliki kedalaman 2 m dan bagan apung yang memiliki kedalaman 7 m dapat beroperasi tanpa merusak terumbu karang. Jumlah alat tangkap gillnet di Karimunjawa adalah sebanyak 168 unit, dan bagan perahu sebanyak 115 unit. Gillnet biasa beroperasi pada bulan Februari hingga April 3 bulan, dan bagan perahu biasa beroperasi pada bulan April hingga Oktober 7 bulan. Jarak antar alat tangkap gillnet di perairan adalah 200.000 m 2 2000 m x 100 m atau 2 ha, dan jarak antar bagan perahu adalah 2500 m 2 50 m x 50 m. Luasan yang dibutuhkan untuk pengoperasian gillnet dan bagan perahu adalah 364,75 ha. Luasan perairan ini sudah jauh melebihi dari luasan zona PPT TNKJ yang hanya 104 ha. Perhitungan kebutuhan perairan untuk gillnet diasumsikan panjang gillnet kurang dari 1000 m. Namun berdasarkan pengamatan di lapangan, terdapat gillnet yang berukuran 2.000 hingga 3.000 m. 4 Perairan 4 mil dari garis pantai diperuntukkan bagi alat tangkap ikan pelagis yang bersifat dinamis, seperti pancing tonda dan gillnet yang berukuran lebih dari 1000 m. Jumlah pancing tonda di Karimunjawa sebanyak 336 unit, dengan jarak antar alat tangkap seluas 100 m 2 10 x 10 m, maka membutuhkan luasan perairan seluas 33.600 m 2 atau 3,36 ha. Pancing tonda biasa dioperasikan pada bulan Agustus hingga Januari. Jika gillnet di Karimunjawa diasumsikan berukuran panjang 1.000 m maka beroperasi di perairan 4 mil, maka luasan perairan untuk gillnet seluas 364,75 ha. Berdasarkan alat tangkap yang ada dan kebutuhan luasan perairan, maka pengoperasian alat tangkap untuk perikanan pelagis direkomendasikan untuk dilakukan dengan mengarah ke arah luar perairan Karimunjawa. Karena jika dilakukan seluruhnya di dalam kawasan Kepulauan Karimunjawa, maka dapat mengakibatkan tekanan penangkapan yang sangat tinggi, baik terhadap SDI maupun habitat perairan, yang akan mengakibatkan kepunahan SDI. Pengoperasian bubu dan pancing ulur bisa dilakukan di seluruh perairan lebih dari 3 mil dari garis pantai, di dalam zona PPT, namun hal tersebut tidak berlaku sebaliknya. Alat tangkap gillnet yang berukuran panjang 1.000 m dan bagan perahu tidak boleh masuk ke dalam perairan 0-3 mil di seluruh perairan zona PPT. Pancing tonda dan gillnet yang berukuran panjang 1000 m tidak boleh masuk ke dalam perairan 4 mil di seluruh perairan zona PPT. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga kondisi SDI dan habitat perairan.