Model penggunaan zona PPT
perairan, konflik penggunaan alat tangkap, serta menjamin keberlanjutan SDI. Model penggunaan perairan di zona PPT di kawasan TNKJ dibuat dengan
mempertimbangkan beberapa hal, yaitu: 1 Model penggunaan perairan untuk kegiatan perikanan tangkap difokuskan
pada zona PPT, dengan mempertimbangkan sistem zonasi yang berlaku, sebaran terumbu karang dan mangrove, dan kondisi kedalaman perairan
Kepulauan Karimunjawa. 2 Sebaran lokasi perairan yang mendapatkan tekanan penangkapan ikan
berlebih WCS 2009 dan lokasi konflik penangkapan ikan, baik yang terjadi antar nelayan Karimunjawa maupun dengan nelayan dari luar Karimunjawa.
3 Kepmentan No.392kptsIK.120499 dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tahun 2005 tentang jalur penangkapan ikan Tabel 6, yang
mengatur mengenai kapasitas atau jenis kapal, serta alat penangkap ikan yang diperbolehkan beroperasi di jalur-jalur perairan tertentu.
4 IUCN 1990 menyatakan daerah penyangga untuk kawasan yang dilindungi di daerah perairan adalah selebar 500 m ke arah laut Gambar 3. Area ini
dimaksudkan untuk menjaga agar kegiatan pemanfaatan yang dilakukan tidak memberikan pengaruh yang negatif terhadap kawasan yang dilindungi.
Tabel 6 Jalur penangkapan ikan di Indonesia
SK Mentan No. 3921999 Permen Tahun 2005
Jalur Peruntukan Perairan
Jalur Keterangan
I.A 0-3
mil Perahu tanpa motor PTM
Alat tangkap statis static gear I
0-4 mil
PTM dan static gear. Spawning-nursery area.
Pengelolaan wilayah
perairan kabkota.
I.B 3-6
mil Motor tempeL MT 12 m.
Alat tangkap dinamis. Purse seine dengan panjang 150
m. Gillnet dengan panjang 1.000 m.
II 4-8
mil MT 12 m.
Alat tangkap dinamis maks 5 GT. Pengelolaan
wilayah perairan
provinsi. Social friction minimum.
II 6-12
mil Kapal motor KM maks 60 GT.
Purse seine maks 600 m. Gillnet maks 2.500 m.
III 8-12
mil KM maks 30 GT
III 12
mil Berbendera Indonesia maks 200
GT, kecuali di Teluk Tomini, Laut Maluku dan Seram, Laut Banda,
Laut Flores dan Sawu. Perairan
Selat Malaka
berbendera Indonesia ZEEI di luar Selat Malaka.
Purse seine 350-800 GT dengan sIstem group di luar 100 mil
IV 12-
ZEE
V High
Sea KM 30 GT
Memperluas DPI untuk kapal 30 GT dominan kea rah luar jalur
IV.
KM 30 GT
Gambar 3 Contoh zona penyangga untuk taman dan cagar IUCN 1990.
3.4.4 Kebijakan strategis pengelolaan perikanan tangkap 1 Strategi kebijakan pengelolaan perikanan tangkap
Perumusan kebijakan strategis pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ dilakukan dengan menggunakan analisis strength weaknesses opportunities and
threats SWOT. SWOT merupakan suatu cara untuk mengidentifikasi berbagai fakor secara sistematis dalam rangka merumuskan strategi Marimin 2004.
SWOT digunakan untuk menilai masing-masing faktor lingkungan internal dan faktor lingkungan eksternal Rangkuti 2000. Dari hasil penilaian ini dapat
ditentukan faktor lingkungan mana yang paling berpengaruh terhadap pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ.
Penilaian dilakukan dengan menggunakan variabel linguistik dan dengan cara perbandingan berpasangan pairwise comparison. Skala penilaian yang
digunakan adalah : Equal E
: kedua elemen sama pentingnya Weak W
: elemen 1 sedikit lebih penting dari elemen 2 Strong S
: elemen 1 jelas lebih penting dari elemen 2 Very strong VS : elemen 1 sangat jelas lebih penting dari elemen 2
Absolutly A : elemen 1 mutlak lebih penting dari elemen 2
Hasil penilaian dengan variabel linguistik, kemudian dilakukan fuzzyfikasi dan defuzzyfikasi, kemudian dihitung nilai eigennya dengan memanipulasi
matriks. Fuzzyfikasi pada penelitian ini menggunakan Triangular Fuzzy Number TFN. Bertitik tolak pada skala pairwise comparison, maka ditetapkan selang
nilai TFN dari penilaian ini adalah : Absolutely
-1
A
-1
: 19, 19, 17
Very strong
-1
VS
-1
: 19, 17, 15
Strong
-1
S
-1
: 17, 15, 13
Weak
-1
W
-1
: 15, 13, 1
Equal E :
13, 1, 3 Weak W
: 1, 3, 5
Strong S :
3, 5, 7 Very strong VS
: 5, 7, 9
Absolutely :
7, 9, 9 Defuzzyfikasi dilakukan dengan rata-rata geometric, dengan tahap:
1 Menghitung nilai rata-rata geometric dari nilai batas bawah, batas tengah dan batas atas dari masing-masing pakar untuk mendapatkan nilai batas
bawah, batas tengah dan batas atas gabungan pakar.
7 bbi
X BB
…………………………………………………………….. [3.42]
7 bti
X BT
…………………………………………………………….. [3.43]
7 bai
X BA
…………………………………………………………..… [3.44] Di mana :
BB
= rata-rata geometric batas bawah
BT
= rata-rata geometric batas tengah
BA
= rata-rata geometric batas atas X
bbi
= nilai batas bawah dari hasil penelitian oleh pakar ke-i X
bti
= nilai batas tengah dari hasil penelitian oleh pakar ke-i X
bai
= nilai batas atas dari hasil penelitian oleh pakar ke-i i = jumlah pakar 1,2,3,4,5,6,7
2 Menghitung nilai tunggal crisp dengan rata-rata geometric.
7
BA x
BT x
BB N
crisp
…………..……………………………………. [3.45] Perhitungan nilai eigen dilakukan dengan manipulasi matriks, dengan tahap:
1 melakukan perkalian kuadrat terhadap matriks setiap level, 2 menghitung jumlah nilai dari setiap baris, kemudian lakukan normalisasi,
3 menghentikan proses ini, bila perbedaan antara jumlah dari dua perhitungan berturut-turut lebih kecil dari 0,0009.
Analisis SWOT didahului dengan pembuatan matriks internal strategic factor analysis summary IFAS dan external strategic factor analysis summary
EFAS. Penyusunan matriks IFAS dan EFAS didasarkan pada hasil analisis terhadap sistem, yaitu dengan melihat faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan
kelemahan internal, serta peluang dan ancaman eksternal David 2002. Penyusunan matriks IFAS adalah sebagai berikut:
1 Mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan sistem. 2 Pembobotan terhadap masing-masing faktor, mulai dari 1,00 sangat penting
sampai dengan 0,00 tidak penting. Skor jumlah bobot untuk keseluruhan faktor adalah 1,00.
3 Penentuan rating untuk masing-masing faktor berdasarkan pengaruhnya terhadap permasalahan. Nilai rating mulai dari 4 outstanding sampai
dengan 1 poor. Pemberian nilai rating untuk kekuatan bersifat positif semakin besar kekuatan semakin besar pula nilai rating yang diberikan,
sedangkan untuk kelemahan dilakukan sebaliknya. 4 Selanjutnya dilakukan perkalian bobot dengan rating, untuk menentukan skor
terbobot untuk masing-masing faktor. 5 Jumlah dari skor terbobot menentukan kondisi internal sistem. Jika nilai total
skor terbobot 2,5 berarti kondisi internal sistem memiliki kekuatan untuk mengatasi situasi.
Penyusunan matriks EFAS David, 2002 adalah sebagai berikut: 1 Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi peluang dan ancaman.
2 Pembobotan terhadap masing-masing faktor berkaitan dengan pengaruhnya terhadap faktor strategis, mulai dari 1,00 sangat penting sampai dengan
0,00 tidak penting. Skor jumlah bobot untuk keseluruhan faktor adalah 1,00. 3 Penentuan rating untuk masing-masing faktor berdasarkan pengaruhnya
terhadap kondisi sistem. Nilai rating mulai dari 4 outstanding sampai dengan 1 poor. Pemberian nilai rating untuk peluang bersifat positif
semakin besar peluang semakin besar pula nilai rating yang diberikan, sedangkan untuk ancaman dilakukan sebaliknya.
4 Selanjutnya dilakukan perkalian bobot dengan rating, untuk menentukan skor terbobot untuk masing-masing faktor.
5 Jumlah skor terbobot menentukan kondisi eksternal sistem. Jika total skor terbobot 2,5 berarti sistem mampu merespon kondisi eksternal yang ada.
Matriks SWOT dibuat untuk menyusun alternatif strategi. Alternatif strategi disusun berdasarkan logika untuk memanfaatkan peluang dan kekuatan yang
ada, serta mengeliminir kelemahan dan ancaman sistem. Menurut Marimin 2004, matriks SWOT menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan
ancaman eksternal yang dihadapi oleh perusahaan dapat disesuaikan dengan
kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Dari matriks ini akan terbentuk empat kemungkinan alternatif strategi. Strategi yang dihasilkan terdiri dari beberapa
alternatif. Penentuan prioritas strategi maka dilakukan penjumlahan skor yang berasal dari keterkaitan antara unsur-unsur SWOT yang terdapat dalam alternatif
strategi. Jumlah skor akan menentukan ranking prioritas strategi pengelolaan perikanan tangkap di Karimunjawa.
2 Strategi implementasi model
Implementasi model dilakukan dengan menggunakan teknik interpretative structural modeling ISM. Teknik ISM digunakan untuk strategi implementasi,
agar model pengelolaan perikanan tangkap yang telah dihasilkan dapat diterapkan dengan baik. Pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ merupakan
sistem yang kompleks, karenanya harus dilakukan melalui perencanaan yang sistematis dan terintegrasi dari seluruh komponen sistem.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan pada analisis dengan menggunakan teknik ISM menurut Eriyatno 2003, Marimin 2004, dan Nurani 2010 adalah
sebagai berikut: 1 Mengidentifikasi elemen sistem.
2 Membangun sebuah hubungan konstektual antar elemen yang disesuaikan dengan tujuan model.
3 Pembuatan matriks interaksi tunggal terstruktur structural self interaction matrix atau SSIM. Matriks dibuat berdasarkan persepsi responden yang
dimintakan melalui wawancara kelompok terfokus. Empat simbol VAXO yang digunakan untuk mewakili tipe hubungan yang ada antara dua elemen
dari sistem yang dipertimbangkan adalah: V : hubungan dari elemen E
i
terhadap E
j
, tidak sebaliknya. A : hubungan dari elemen E
j
terhadap E
i
, tidak sebaliknya. X : hubungan interrelasi antara E
i
dan E
j
dapat sebaliknya. O : menunjukkan bahwa E
i
dan E
j
tidak berkaitan. 4
Pembuatan matriks ”interaksi yang terjadi” reachability matrixRM: sebuah RM yang dipersiapkan kemudian mengubah simbol-simbol SSIM ke dalam
sebuah matriks biner. Aturan-aturan konversi berikut menerapkan: Jika hubungan E
i
terhadap E
j
= V dalam SSIM, maka elemen E
ij
= 1 dan E
ji
= 0 dalam RM; Jika hubungan E
i
terhadap E
j
= A dalam SSIM, maka elemen E
ij
= 0 dan E
ji
= 1 dalam RM;
Jika hubungan E
i
terhadap E
j
= X dalam SSIM, maka elemen E
ij
= 1 dan E
ji
= 1 dalam RM; Jika hubungan E
i
terhadap E
j
= O dalam SSIM, maka elemen E
ij
= 0 dan E
ji
= 0 dalam RM; RM awal dimodifikasi untuk menunjukkan seluruh direct dan indirect
reachability, yaitu jika E
ij
= 1 dan E
jk
= 1, maka E
ik
= 1. 5 Tingkat partisipasi dilakukan untuk mengklasifikasi elemen-elemen dalam
level-level yang berbeda dari struktur ISM. Untuk tujuan ini, dua perangkat diasosiasikan dengan tiap elemen E
i
dari sistem: reachability set R
i
, adalah sebuah set dari seluruh elemen yang dapat dicapai dari elemen E
i
, dan antecedent set A
i
, adalah sebuah set dari seluruh elemen dimana elemen E
i
dapat dicapai. Pada iterasi pertama seluruh elemen, dimana R
i
= R
i
A
i
, adalah elemen-elemen level 1. Pada iterasi-iterasi berikutnya elemen-
elemen diidentifikasi seperti elemen-elemen level dalam iterasi-iterasi sebelumnya dihilangkan, dan elemen-elemen baru diseleksi untuk level-level
berikutnya dengan menggunakan aturan yang sama. Selanjutnya, seluruh elemen sistem dikelompokkan ke dalam level-level yang berbeda.
6 Pembuatan matriks canonical: pengelompokan elemen-lemen dalam level yang sama mengembangkan matriks ini. Matriks resultan memiliki sebagian
besar dari elemen-elemen triangular yang lebih tinggi adalah 0 dan terendah 1. Matriks ini selanjutnya digunakan untuk mempersiapkan digraph.
7 Pembuatan digraph directional graph: adalah konsep yang berasal dari
directional graph sebuah grafik dari elemen-elemen yang saling berhubungan langsung, dan level hierarki. Digraph awal dipersiapkan dalam
basis matriks canonical. Digraph awal tersebut selanjutnya dipotong dengan memindahkan semua komponen yang transitif untuk membentuk digraph
akhir. 8 Pembangkitan interpretative structural modeling: ISM dibangkitkan dengan
memindahkan seluruh jumlah elemen dengan deskripsi elemen aktual. Karenanya, ISM memberikan gambaran yang jelas dari elemen-elemen
sistem dan alur hubungannya. Penentuan strategi implementasi model pengelolaan perikanan tangkap
dengan menggunakan teknik ISM memerlukan identifikasi elemen penting yang akan dimasukkan ke dalam model. Pada implementasi model pengelolaan
perikanan tangkap di Karimunjawa, terdapat lima elemen sistem yang perlu diperhatikan, yaitu:
1 Sektor masyarakat yang terpengaruh. 2 Kendala utama pengembangan perikanan tangkap.
3 Tolok ukur pengembangan perikanan tangkap. 4 Aktivitas yang diperlukan untuk pengembangan perikanan tangkap.
5 Lembaga yang terlibat dalam pengelolaan dan pengembangan perikanan tangkap di TNKJ.
Kelima elemen tersebut dan subelemen-subelemen dalam setiap elemen sistem digunakan sebagai input yang dianalisis dengan teknik ISM. Untuk
keperluan pembuatan matriks interaksi tunggal terstruktur SSIM diperlukan persepsi responden. Pada penelitian ini responden yang diminta pendapatnya
melalui pengisian kuesioner adalah pakar di bidang perikanan tangkap, yaitu orang yang mengetahui atau terlibat dalam pengelolaan perikanan tangkap di
Karimunjawa. Data yang dimintakan kepada responden adalah penilaian responden
terhadap subelemen dalam setiap elemen sistem. Penilaian responden dilakukan
dengan menggunakan
variabel linguistik
VAXO, dengan
membandingkan antar subelemen dalam setiap elemen yang dikaji, berdasarkan tingkat kepentingannya. Masing-masing subelemen dalam setiap elemen sistem
dibandingkan satu sama lain untuk mengetahui tingkat kepentingannya di dalam sistem.
Hasil penilaian dari responden kemudian diplotkan dalam matriks SSIM dan kemudian dikuantifikasi dengan penerapan aturan konversi dari matriks
SSIM ke dalam matriks RM. Klasifikasi subelemen mengacu hasil olahan dari RM yang telah memenuhi aturan transitivitas. Hasil olahan didapatkan nilai
driver power DP dan nilai dependence D untuk menentukan klasifikasi subelemen. Klasifikasi subelemen digolongkan ke dalam empat sektor, yaitu
sektor I autonomous, sektor II dependent, sektor III linkage, dan sektor IV independent.
Output atau keluaran dari ISM berupa ranking dari setiap subelemen dan plot masing-masing subelemen ke dalam empat sektor beserta koordinatnya.
Berdasarkan ranking setiap subelemen, maka dapat dibuat hierarki setiap subelemen secara manual dimana subelemen dengan ranking yang lebih tinggi
akan berada pada hierarki yang lebih rendah.
4 PROFIL LOKASI PENELITIAN
4.1 Keadaan Wilayah 4.1.1 Kondisi geografis dan administrasi
Kepulauan Karimunjawa merupakan gugusan 27 pulau di perairan Laut Jawa yang terletak 45 mil laut atau 83 km sebelah barat laut Kota Jepara. Secara
geografis Kepulauan Karimunjawa terletak pada 5
o
40’-5
o
57 ’ LS dan 110
o
04’- 110
o
40’ BT. Secara administratif merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Jepara Propinsi Jawa Tengah. Dari 27 pulau, hanya lima pulau yang dihuni
penduduk yaitu Karimunjawa, Kemujan, Parang, Nyamuk, dan Genting Tabel 7. Tabel 7 Pulau-pulau di Kepulauan Karimunjawa
No. Nama Desa, Nama Pulau
Luas Pulau ha Luas Kawasan Darat