Penelitian Terdahulu yang Relevan
Penelitian mengenai sistem zonasi yang dilakukan oleh Yusuf 2007 dan Suryanto 2000 masih parsial dan belum mengakomodasikan peranan sistem
zonasi yang dihasilkan untuk pengembangan kegiatan perikanan tangkap. Selain itu, sistem zonasi yang dijadikan acuan adalah sistem zonasi pada awal
penetapan, sehingga kurang mewakili kondisi sekarang. Penelitian Yusuf dan Suryanto juga memiliki keterbatasan dalam pengkajian SDI, carrying capacity,
dinamika dan kompleksitas ekosistem, karena hal tersebut belum diintegrasikan. Samidjan 2005 meneliti suksesi struktur komunitas pada terumbu karang
buatan di perairan Pulau Menjangan Besar dan Gon Waru. Hasil penelitian menunjukkan terdapat dua spesies bakteri pioneer yaitu Micrococcus luteus yang
memicu penempelan Pocillopora damicornis di Pulau Menjangan Besar dan penempelan Marinomonas communis yang mendorong penempelan Acropora
tenuis di Gon Waru. Struktur komunitas pada bakteri, juvenile karang, perifiton, dan makroalgae menunjukkan keanekaragaman yang rendah, tidak ada
dominasi spesies dan kesamaan spesies yang tinggi. Hubungan komunitas di Gon Waru menunjukkan tipe protokooperasi, sementara di Pulau Menjangan
Besar menunjukkan hubungan amensalisme. Purwanti 2008 meneliti tentang “Konsep co-management TNKJ”. Hasil
penelitian menunjukkan potensi keanekaragaman hayati semakin menurun dan tingkat pemanfaatan sumber daya kurang terkontrol sehingga dapat mengancam
status TNKJ. Kajian kebijakan dan kelembagaan menunjukkan bahwa 1 peraturan pengelolaan kawasan lebih mengkonsentrasikan pada kewenangan
pemerintah, 2 terdapat ketidakharmonisan dishamonisasi peraturan dalam hal kewenangan pengelolaan antara Dephut, DKP dan pemerintah daerah sehingga
cenderung timbul konflik institusional karena peraturan sulit diterapkan lintas sektor. Pengaturan kolaborasi dalam permenhut juga sulit dilaksanakan karena
belum ada kesepakatan dan kesepahaman tertulis antar stakeholders. Maksum 2006 meneliti dampak sosio ekonomi dari kawasan TNKJ
terhadap aktivitas penangkapan ikan. Hasil penelitian menunjukkan adanya dampak signifikan dari KKL terhadap aktivitas perikanan tangkap. Peningkatan
produksi perikanan secara statistik tidak signifikan karena kemungkinan ada sumbangan dari landing yang berasal dari fishing ground lain. Sebanyak 50
responden nelayan menyatakan bahwa TNKJ tidak memberikan manfaat untuk perikanan, hal ini disebabkan karena hampir 75 responden tidak mengetahui
dan memahami mengenai KKL. Manfaat ekonomi lebih banyak dirasakan oleh
operator turis yang mendapatkan benefit dari penyewaan kapal dan pesawat ke Karimunjawa, serta beberapa resot skala kecil.
Penelitian yang terkait dengan wilayah dan bidang perikanan tangkap diantaranya Irnawati 2008 yan
g meneliti tentang “Pengembangan Perikanan Tangkap di Kawasan TNKJ
Jawa Tengah”. Hasil penelitian menunjukkan: 1 sistem zonasi yang ada sudah sesuai dan serasi dengan prinsip konservasi dan
kebutuhan pemanfaatan berdasarkan fungsi dan luasan masing-masing zona, 2 hubungan antar zona yang ada di TNKJ memiliki keterkaitan yang erat, yaitu
antara zona yang satu dengan yang lain memiliki hubungan keterpaduan yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain, dan 3 prioritas pengembangan
perikanan tangkap di Karimunjawa diarahkan pada: i pengembangan teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan yang dapat menunjang sektor
pariwisata bahari, yaitu dengan alat tangkap bubu dan pancing tonda untuk memanfaatkan dan mengembangkan komoditas unggulan yaitu ikan kerapu,
tongkol, dan cumi-cumi, ii pembinaan masyarakat nelayan, iii optimalisasi pemanfaatan pelabuhan perikanan, dan iv peningkatan ketrampilan nelayan.
Yanuar et al. 2008 meneliti tentang “Optimasi Kegiatan Nelayan Sebagai
Instrumen Pendukung Keberlanjutan Taman Nasional Karimunjawa ”. Hasil
penelitian menunjukkan: 1 jenis ikan komoditi utama di Kepulauan Karimunjawa adalah teri, tongkol, tenggiri dan ekor kuning, 2 musim tangkap ikan teri,
tongkol, dan tenggiri masing-masing terjadi selama lima bulan, yaitu Juni- Oktober, Agustus-Desember, Desember-April, dan khusus untuk ekor kuning
selama enam bulan yaitu Februari-Mei dan September-Oktober, 3 Jumlah alat tangkap optimum adalah bagan perahu 81 unit, pancing tonda 101 unit, jaring
insang 71 unit, dan bubu 0 unit; serta 4 alokasi area untuk budidaya seluas 913 ha, sehingga diperlukan penambahan area zona pemanfaatan budidaya 125 ha.
Penelitian-penelitian yang telah dilakukan umumnya hanya pada sistem zonasi taman nasional atau bidang perikanannya saja. Penelitian-penelitian
tersebut cenderung parsial, sehingga perbaikan pada suatu bagian tidak diikuti oleh perbaikan pada bagian yang lain. Penelitian
tentang “Model Pengembangan Taman Nasioanal Laut: Optimalisasi Pengelol
aan Perikanan Tangkap”, akan mensinergikan kegiatan perikanan tangkap dengan sistem zonasi yang berlaku.
Model pengembangan TNL yang dihasilkan diharapkan mampu mengeliminir konflik pemanfaatan perairan antar stakeholders, serta menjamin keberlanjutan
SDI dan habitatnya.
3 METODOLOGI