111 sebanyak 70000 orang sehingga perkebunan kelapa sawit dan pabrik kelapa sawit
secara keseluruhan mampu menciptakan lapangan kerja sebanyak 3.72 juta orang TAMSI-DMSI, 2010.
Pada sektor industri menengah dan hilir, jumlah pekerja yang terserap mencapai 31664 orang. Ini menunjukkan bahwa dari hulu sampai hilir industri
minyak kelapa sawit mampu menciptakan lapangan kerja bagi 3.75 juta orang TAMSI-DMSI, 2010. Karena penanaman dan panen kelapa sawit bersifat padat
karya sehingga industri ini berperan cukup besar dalam penyediaan lapangan kerja di banyak wilayah. TAMSI-DMSI 2010 bahkan memperkirakan industri kelapa
sawit di Indonesia mungkin dapat menyediakan lapangan kerja bagi lebih dari 6 juta jiwa dan mengentaskan mereka dari kemiskinan.
5.3.3 Kontribusi Kelapa Sawit Terhadap Pengurangan Kemiskinan
Kontribusi industri kelapa sawit terhadap pengurangan kemiskinan dapat dilihat pada Tabel 11 yang membandingkan antara lima propinsi penghasil
minyak kelapa sawit terbesar dengan lima propinsi penghasil minyak kelapa sawit terkecil. Propinsi Riau selaku penghasil minyak kelapa sawit terbesar di Indonesia
memiliki PDRB per kapita sebesar Rp. 47.19 juta per tahun. Ini berarti setiap penduduk Propinsi Riau rata-rata memiliki pendapatan sebesar Rp. 47.19 juta per
tahun atau Rp. 3.9 juta per bulan. Propinsi Sulawesi Tenggara sebagai propinsi penghasil minyak kelapa
sawit terkecil memiliki PDRB per kapita sebesar Rp. 8.07 juta per tahun. Ini berarti setiap penduduk Propinsi Sulawesi Tenggara memiliki pendapatan rata-
rata sebesar Rp. 8.07 juta per tahun atau Rp. 672645 per bulan. Angka ini menunjukkan bahwa penduduk Propinsi Riau sebagai penghasil minyak kelapa
112 sawit terbesar jauh lebih sejahtera dibandingkan dengan penduduk propinsi
Sulawesi Tenggara yang hanya menghasilkan sedikit minyak kelapa sawit. Tabel 11. Produksi Minyak Kelapa Sawit dan Kemiskinan di Indonesia Per
Propinsi Tahun 2007
Propinsi PDB
Regional Trilyun
Rp. Populasi
juta Miskin
Produksi Minyak Kelapa Sawit Ribu Ton Swasta
Petani Kecil
Pemerintah Total
Riau 210.0 4.45
12.9 2131
2054 335
4521 Sumatera Utara
181.8 12.99
13.63 1664
1022 1025
3712 Sumatera Selatan
109.9 7.45
18.43 855
759 140
1754 Jambi 32.1
3.09 7.81
434 709
133 1277
Sumatera Barat 59.8
4.85 13.01
548 326
40 915
Papua Barat 10.4
0.76 48.84
15 25
32 73
Sulawesi Tenggara 18.0
2.23 25.84
10 10
Sulawesi Tengah 19.3
19.3 24.97
97 8
9 114
Lampung 49.1 7.60
23.7 149
162 36
348 Bengkulu 11.4
1.71 21.66
208 217
8 434
Indonesia 3950 237.56
17.35 9263
6358 2174
17796
Sumber : Badan Pusat Statistik 2010 Kontribusi terhadap pengurangan kemiskinan ini ditegaskan lagi dalam
persentase jumlah penduduk miskin. Untuk lima propinsi penghasil minyak kelapa sawit terbesar persentase jumlah penduduk miskinnya di bawah persentase
penduduk miskin nasional kecuali Sumatera Selatan. Untuk lima propinsi penghasil minyak kelapa sawit terkecil persentase jumlah penduduk miskin jauh
di atas persentase penduduk miskin nasional. Ini menunjukkan bahwa industri kelapa sawit mampu meningkatkan pendapatan penduduk dan menurunkan
jumlah penduduk miskin dimana industri itu berada.
VI. DAMPAK PENGEMBANGAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT : HASIL ANALISIS PARSIAL
6.1 Analisis Umum Model Dugaan
Dalam proses spesifikasi, model yang digunakan dalam penelitian ini telah mengalami beberapa kali modifikasi karena adanya ketidakkonsistenan hasil
dugaan dengan teori serta karena sejumlah dugaan parameter tidak nyata. Sehingga model akhir yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagaimana
dicerminkan oleh ke empat puluh tujuh dugaan persamaan struktural seperti terlihat pada Tabel 12.
Hasil pendugaan parameter atas model memberikan nilai koefisien determinasi R
2
pada masing-masing persamaan cukup besar, yaitu berkisar antara 0.4642 hingga 0.9950 dimana hanya 3 persamaan 8.57 persen yang nilai
koefisien determinasinya R
2
di bawah 0.50. Hal ini menunjukkan bahwa variabel-variabel penjelas di dalam model dapat menjelaskan fluktuasi setiap
variabel endogen secara baik. Pada masing-masing persamaan, variabel penjelas secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel endogen, yang
ditunjukkan oleh nilai statistik F berkisar antara 3.70 hingga 959.10. Selain itu, variabel endogen di dalam persamaan dipengaruhi secara nyata oleh sebagian
besar variabel-variabel penjelas secara individu pada taraf nyata α 0.05, 0.10,
0.15 dan 0.20. Satu hal yang menjadi orientasi utama penelitian ini adalah tanda
parameter dugaan dalam model sesuai dengan harapan, berdasarkan teori maupun logika ekonomi. Harapan tersebut dapat terpenuhi pada semua parameter hasil
dugaan. Berdasarkan hal ini dan uraian pada alinea di atas, dapat disimpulkan