157 Faktor lain yang berpengaruh terhadap upah rata-rata sektor pertanian
adalah besarnya upah rata-rata sektor pertanian tahun lalu. Hal ini erat hubungannya dengan penggunaan data atau informasi upah rata-rata sektor
pertanian tahun lalu sebagai acuan dalam penentuan upah.
b. Upah Rata-Rata Sektor Industri
Hasil pendugaan parameter persamaan upah rata-rata sektor industri memberikan nilai koefisien determinasi R
2
sebesar 97.95 persen. Hal ini berarti variasi variabel-variabel penjelas di dalam persamaan tersebut dapat menjelaskan
97.95 persen fluktuasi variabel upah rata-rata sektor industri. Variabel endogen di dalam persamaan upah rata-rata sektor industri dipengaruhi secara nyata oleh
variabel-variabel penjelas secara bersama-sama pada taraf nyata α 0.01 yang
ditunjukkan oleh statistik F dengan nilai 191.55. Tabel 43 menunjukkan hasil pendugaan persamaan upah rata-rata sektor
industri. Upah rata-rata sektor industri secara nyata dipengaruhi oleh upah minimum sektor industri dan upah rata-rata sektor industri tahun lalu. Masing-
masing dengan nilai parameter dugaannya adalah 6.279975 dan 0.284157. Tabel 43. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Upah Rata-Rata Sektor Industri
Tahun 1988 – 2009
VARIABEL Parameter
Dugaan Prob ITI
Signifikansi WI
Upah Rata-Rata Sektor Industri Intercept
-163959 0.1960 Upah Minimum Sektor Industri UMI
6.279975 0.0001
A Nilai Produksi Sektor Industri GDPI
651.4642 0.3705
Pengeluaran Pemerintah Sektor Industri GEI
12896.74 0.8721 Lag WI LWI
0.284157 0.0136
A F-Hitung = 191.55 ; R
2
= 0.9795 ; Dw = 1.71504
Upah minimum sektor industri merupakan faktor yang berpengaruh nyata dalam meningkatkan upah rata-rata sektor industri. Hal ini tercermin dari nilai
158 parameter dugaan sebesar 6.279975, artinya peningkatan upah minimum sektor
industri sebesar Rp. 1 per bulan akan menaikkan upah rata-rata sektor industri sebesar Rp. 6.279975 per bulan.
Faktor lain yang berpengaruh terhadap upah rata-rata sektor industri adalah upah rata-rata sektor industri tahun lalu. Hal ini disebabkan oleh upah rata-
rata sektor industri tahun lalu dijadikan acuan dalam penentuan upah rata-rata sektor industri tahun berikutnya.
c. Upah Rata-Rata Sektor Lainnya
Hasil pendugaan parameter persamaan upah rata-rata sektor lainnya memberikan nilai koefisien determinasi R
2
sebesar 67.31 persen. Hal ini berarti variasi variabel-variabel penjelas di dalam persamaan tersebut dapat menjelaskan
67.31 persen fluktuasi variabel upah rata-rata sektor lainnya. Variabel endogen di dalam persamaan upah rata-rata sektor lainnya dipengaruhi secara nyata oleh
variabel-variabel penjelas secara bersama-sama pada taraf nyata α 0.01 yang
ditunjukkan oleh statistik F dengan nilai 18.54. Tabel 44 menunjukkan hasil pendugaan persamaan upah rata-rata sektor
lainnya. Upah rata-rata sektor lainnya secara nyata dipengaruhi oleh nilai produksi sektor lainnya dan upah rata-rata sektor lainnya tahun lalu. Masing-masing dengan
nilai parameter dugaannya adalah 1286.575 dan 0.725255. Tabel 44. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Upah Rata-Rata Sektor Lain
Tahun 1988 – 2009
VARIABEL Parameter
Dugaan Prob ITI
Signifikansi WL
Upah Rata-Rata Sektor Lainnya Intercept
-72417.7 0.8138 Upah Minimum Rata-Rata UMR
0.425444 0.7377
Nilai Produksi Sektor Lainnya GDPO 1286.575
0.0024 A
Lag Upah Rata-Rata Sektor Lain LWL 0.725255
0.0019 A
F-Hitung = 18.54 ; R
2
= 0.67319 ; Dw = 0.851183
159 Nilai produksi sektor lainnya merupakan faktor yang berpengaruh nyata
dalam meningkatkan upah rata-rata sektor lainnya. Hal ini tercermin dari nilai parameter dugaan sebesar 1286.575, artinya peningkatan nilai produksi sektor
lainnya sebesar Rp. 1 trilyun akan menaikkan upah rata-rata sektor lainnya sebesar Rp. 1286.575 per bulan.
Faktor lain yang berpengaruh terhadap upah rata-rata sektor lainnya adalah upah rata-rata sektor lainnya tahun lalu dengan nilai parameter dugaan sebesar
0.725255. Hal ini berhubungan dengan informasi upah rata-rata sektor lainnya tahun lalu yang digunakan sebagai referensi dalam penentuan kenaikan upah rata-
rata sektor lainnya tahun berikutnya.
6.2.10 Indikator Makro Ekonomi a.
Indeks Harga Konsumen
Hasil pendugaan parameter persamaan indeks harga konsumen memberikan nilai koefisien determinasi R
2
sebesar 98.75 persen. Hal ini berarti variasi variabel-variabel penjelas di dalam persamaan tersebut dapat menjelaskan
98.75 persen fluktuasi variabel indeks harga konsumen. Variabel endogen di dalam persamaan indeks harga konsumen dipengaruhi secara nyata oleh variabel-
variabel penjelas secara bersama-sama pada taraf nyata α 0.01 yang ditunjukkan
oleh statistik F dengan nilai 317.79. Tabel 45 menunjukkan hasil pendugaan persamaan indeks harga
konsumen. Indeks harga konsumen secara nyata dipengaruhi oleh harga minyak goreng sawit, harga minyak bumi dan indeks harga konsumen tahun lalu. Masing-
masing dengan nilai parameter dugaannya adalah 0.118485, 0.001012 dan 0.949151.
160 Tabel 45. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Indeks Harga Konsumen
Tahun 1988 – 2009
VARIABEL Parameter
Dugaan Prob ITI
Signifikansi CPI
Indeks Harga Konsumen Intercept
-92.4515 0.1184 Harga Minyak Goreng Sawit PMGR
0.118485 0.0515
B Lag Suku Bunga LSB
-0.40354 0.6877
Harga Minyak Bumi WOIL 0.001012
0.1096 C
Lag CPI LCPI 0.949151
0.0001 A
F-Hitung = 317.79 ; R
2
= 0.9875 ; Dw = 1.72925
Harga minyak goreng sawit merupakan faktor yang berpengaruh nyata dalam meningkatkan indeks harga konsumen. Hal ini tercermin dari nilai
parameter dugaan sebesar 0.118485, artinya peningkatan harga minyak goreng sawit sebesar Rp. 1 per kg akan menaikkan indeks harga konsumen sebesar
0.118485 poin. Harga minyak bumi merupakan faktor yang juga berpengaruh nyata
terhadap indeks harga konsumen dengan nilai parameter dugaan 0.001012. Jika harga minyak bumi naik sebesar USD 1 per barrel maka indeks harga konsumen
akan meningkat sebesar 0.001012 poin. Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap indeks harga konsumen adalah
indeks harga konsumen tahun lalu dengan nilai parameter dugaan 0.949151. Ini berkaitan dengan nilai indeks harga konsumen tahun lalu yang mempengaruhi
tingkat harga pada tahun berikutnya.
6.2.11 Kemiskinan a. Kemiskinan
di Perkotaan
Hasil pendugaan parameter persamaan kemiskinan di perkotaan memberikan nilai koefisien determinasi R
2
sebesar 80.62 persen. Hal ini berarti variasi variabel-variabel penjelas di dalam persamaan tersebut dapat menjelaskan
161 80.62 persen fluktuasi variabel kemiskinan di perkotaan. Variabel endogen di
dalam persamaan kemiskinan di perkotaan dipengaruhi secara nyata oleh variabel- variabel penjelas secara bersama-sama pada taraf nyata
α 0.01 yang ditunjukkan oleh statistik F dengan nilai 9.71.
Tabel 46. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Kemiskinan di Perkotaan Tahun 1988 – 2009
VARIABEL Parameter
Dugaan Prob ITI
Signifikansi UPOV Kemiskinan
di Perkotaan
Intercept 11.78849 0.0517
Pertumbuhan Ekonomi
EGRO -0.20610
0.0146 A
Nilai Produksi Sektor Industri GDPI -0.03566
0.4250 Belanja Pemerintah Sektor Industri GEI
-0.05657 0.0385
A Indeks Harga Konsumen CPI
0.004201 0.6730
Harga Minyak Bumi WOIL 0.000011
0.0120 A
Lag Upah Rata-Rata Sektor Industri LWI -9.14E-7
0.8127 Lag
UPOV LUPOV
0.411195 0.0435 A
F-Hitung = 9.71 ; R
2
= 0.80625 ; Dw = 2.031427
Tabel 46 menunjukkan hasil pendugaan persamaan kemiskinan di perkotaan. Kemiskinan di perkotaan secara nyata dipengaruhi oleh pertumbuhan
ekonomi, belanja pemerintah sektor industri, harga minyak bumi dan jumlah penduduk miskin di perkotaan tahun lalu. Masing-masing dengan nilai parameter
dugaannya adalah -0.20610, -0.05657, 0.000011 dan 0.411195. Pertumbuhan ekonomi merupakan faktor yang berpengaruh nyata dalam
menurunkan kemiskinan di perkotaan. Hal ini tercermin dari nilai parameter dugaan sebesar -0.20610. Artinya, kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar 1
persen akan menurunkan kemiskinan di perkotaan sebanyak 0.20610 juta orang. Belanja pemerintah sektor industri juga berpengaruh nyata dalam
menurunkan kemiskinan di perkotaan. Hal ini tercermin dari nilai parameter dugaan sebesar -0.05657. Artinya, peningkatan belanja pemerintah sektor industri
162 sebesar Rp. 1 trilyun akan menurunkan kemiskinan di perkotaan sebanyak
0.05657 juta orang. Harga minyak bumi juga berpengaruh nyata terhadap kemiskinan di
perkotaan. Hal ini terlihat dari nilai parameter dugaan sebesar 0.000011. Artinya, jika harga minyak bumi mengalami kenaikan sebesar Rp. 1 per barrel maka
kemiskinan di perkotaan akan meningkat sebesar 0.000011 juta orang atau jika harga minyak bumi naik sebesar Rp. 10.000 per barrel maka kemiskinan di
perkotaan akan meningkat sebesar 0.11 juta orang. Faktor lainnya yang berpengaruh nyata terhadap kemiskinan di perkotaan
adalah kemiskinan di perkotaan tahun lalu. Nilai parameter dugaannya adalah 0.411195.
b. Kemiskinan di
Perdesaan
Hasil pendugaan parameter persamaan kemiskinan di perdesaan memberikan nilai koefisien determinasi R
2
sebesar 92.56 persen. Hal ini berarti variasi variabel-variabel penjelas di dalam persamaan tersebut dapat menjelaskan
92.56 persen fluktuasi variabel kemiskinan di perdesaan. Variabel endogen di dalam persamaan kemiskinan di perdesaan dipengaruhi secara nyata oleh variabel-
variabel penjelas secara bersama-sama pada taraf nyata α 0.01 yang ditunjukkan
oleh statistik F dengan nilai 37.35. Tabel 47 menunjukkan hasil pendugaan persamaan kemiskinan di
perdesaan. Kemiskinan di perdesaan secara nyata dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi, pengangguran dan kemiskinan di perdesaan tahun lalu. Masing-masing
dengan nilai parameter dugaannya adalah -0.32129, 0.010003 dan 0.741620.
163 Pertumbuhan ekonomi merupakan faktor yang berpengaruh nyata dalam
menurunkan kemiskinan di perdesaan. Hal ini tercermin dari nilai parameter dugaan sebesar -0.32129, artinya peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 1
persen akan menurunkan kemiskinan di perdesaan sebanyak 0.32129 juta orang. Tabel 47. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Kemiskinan di Perdesaan
Tahun 1988 – 2009
VARIABEL Parameter
Dugaan Prob ITI
Signifikansi RPOV Kemiskinan
di Perdesaan
Intercept 9.534070 0.1161
Upah Rata-Rata Sektor Pertanian WP -3.02E-6
0.5803 Pertumbuhan
Ekonomi EGRO
-0.32129 0.0073 A Pengeluaran Pemerintah Sektor Pertanian
GEA -0.09740 0.8759
Pengangguran UNM
0.010003 0.0001 A Lag
RPOV LRPOV
0.741620 0.0011 A F-Hitung = 11.18 ; R
2
= 0.73643 ; Dw = 1.919032
Jumlah pengangguran juga merupakan faktor yang berpengaruh nyata dalam meningkatkan kemiskinan di perdesaan. Hal ini tercermin dari nilai
parameter dugaan sebesar 0.010003. Artinya, kenaikan jumlah pengangguran sebesar 1 juta orang akan meningkatkan kemiskinan di perdesaan sebanyak
0.010003 juta orang. Faktor lain yang berpengaruh terhadap kemiskinan di perdesaan adalah
jumlah kemiskinan di perdesaan tahun lalu. Hal ini berkaitan dengan jumlah kemiskinan di perdesaan tahun lalu sering digunakan sebagai acuan dalam
penghitungan jumlah kemiskinan di perdesaan tahun berikutnya.
VII. INDIKATOR MAKROEKONOMI : SIMULASI SKENARIO KEBIJAKAN DAN PEMBAHASAN
7.1 Validasi Model
Simulasi dilakukan untuk menganalisis dampak perubahan berbagai skenario kebijakan pengembangan biodiesel dari kelapa sawit dan faktor-faktor
lainnya terhadap indikator makroekonomi Indonesia terutama dalam hal produksi sektor pertanian dan industri, pertumbuhan ekonomi, permintaan tenaga kerja,
pengangguran dan kemiskinan. Simulasi dirancang dalam dua skenario utama yaitu pertama, skenario kenaikan harga minyak bumi dan kedua, skenario
kombinasi kenaikan harga minyak bumi dengan peningkatan produksi olein- stearin dan pengeluaran pemerintah.
Sebelum melakukan simulasi, terlebih dahulu dilakukan validasi model melalui perhitungan Root Mean Square Percent Error RMSPE dan statistik U-
Theil. RMSPE digunakan untuk mengukur persentase penyimpangan nilai dugaan dari nilai aktualnya selama periode pengamatan, sedangkan statistik U-Theil
digunakan untuk mengevaluasi kemampuan model bagi analisis simulasi. Sebagaimana terlihat pada Tabel 48, dari keseluruhan 42 persamaan dalam
model terdapat 12 persamaan yang memiliki RMSPE di atas 35 persen dan selebihnya memiliki RMSPE kurang dari 35 persen. Sementara statistik U-Theil
dalam model hanya satu yang memiliki nilai di atas 0.5, yang menunjukkan sebagian besar nilai U-Theil mendekati nol. Hasil validasi ini menunjukkan bahwa
model dapat atau layak digunakan untuk mensimulasi berbagai skenario kebijakan tersebut di atas.