56 terutama terkait dengan kemiskinan, pengangguran dan pertumbuhan ekonomi.
Raswant et al. 2008 menyatakan pengembangan bahan bakar nabati, walaupun ada kecemasan akan berdampak pada kenaikan harga pangan, dapat menstimulasi
pertumbuhan ekonomi terutama dari perdesaan melalui tambahan aliran modal masuk, menciptakan permintaan untuk pangan dan jasa yang membuka lapangan
kerja, menurunkan perpindahan dari perdesaan ke perkotaan dan menciptakan efek pengganda bagi perekonomian. Pengembangan bahan bakar nabati dapat
berkontribusi pada penurunan kemiskinan melalui penciptaan lapangan kerja karena produksi bahan bakar nabati yang padat karya dapat menciptakan lapangan
kerja yang signifikan.
3.4.3 Skenario Pengembangan Biodiesel dari Kelapa Sawit
Trend kenaikan harga bahan bakar fosil, akibat keterbatasan sumber daya telah menarik banyak negara untuk menggunakan biodiesel sebagai salah satu
bahan bakar nabati. Pada tahun 2001 sekitar 79.4 persen dari energi primer dunia masih berasal dari bahan bakar fosil dimana 44 persen diantaranya berupa bahan
bakar minyak UNDP, 2004. Kombinasi dari harga, permintaan, cadangan dan penurunan biaya produksi biodiesel telah menarik banyak negara untuk bergabung
dengan trend bahan bakar nabati ini IEA, 2006. Sielhorts et al. 2008 dari Wetlands International menyatakan bahwa
terdapat dua skenario yang sering digunakan sebagai dasar dalam pengembangan bahan bakar nabati yang terjadi di seluruh dunia termasuk untuk biodiesel dari
kelapa sawit. Skenario tersebut adalah sebagai berikut : 1.
Skenario substitusi impor
57 Skenario substitusi impor digunakan berdasarkan asumsi negara-negara
pengembang bahan bakar nabati akan melakukan substitusi impor bahan bakar bensin dan diesel dengan etanol dan biodiesel. Besarnya tingkat
substitusi disesuaikan dengan ketersediaan lahan, investasi yang dibutuhkan dan kemampuan teknologi yang dimiliki.
2. Skenario peningkatan ekspor
Skenario peningkatan ekspor digunakan berdasarkan kemampuan negara- negara pengembang bahan bakar nabati memenuhi permintaan bahan bakar
nabati dari konsumen dunia. Besarnya permintaan yang dapat dipenuhi tergantung pada daya saing masing-masing produsen bahan bakar nabati.
Permintaan bahan bakar nabati ini jika terpenuhi dapat menjadi tambahan nilai ekspor bagi negara bersangkutan.
Pengembangan bahan bakar nabati terutama biodiesel memberikan peluang bagi negara-negara berkembang untuk meningkatkan ketahanan energi nasional
melalui pengurangan pengeluaran dan ketergantungan mereka terhadap sumber energi impor yang tidak stabil dan berbiaya tinggi Raswant et al., 2008. Faktor
lain yang berperan dalam pengembangan biodiesel adalah skala potensial produksi, ukuran pasar nasional dan regional, investasi infrastruktur yang
diperlukan, dukungan dari rezim kebijakan, pilihan negara untuk ekspor dan harga pasar dari bahan baku yang digunakan untuk produksi biodiesel COM, 2006.
Untuk Indonesia, Triyanto 2007 menyatakan bahwa ada tiga kemungkinan yang dapat terjadi dalam pengembangan biodiesel dari kelapa sawit. Pertama,
bisnis biodiesel dari minyak kelapa sawit berkembang dengan pesat dan tidak mengganggu stabilitas pasokan bahan baku minyak goreng 55.56 persen. Kedua,
58 bisnis biodiesel dari minyak kelapa sawit tidak berkembang 27.27 persen.
Ketiga, bisnis biodiesel dari minyak kelapa sawit berkembang sangat pesat dalam waktu yang singkat, sehingga mengganggu stabilitas pasokan bahan baku minyak
kelapa sawit untuk minyak goreng 17.17 persen. Untuk itu agar pengembangan biodiesel dari kelapa sawit berhasil dengan baik maka strategi yang dapat
dilakukan adalah pengembangannya dilakukan bertahap, teknologi yang digunakan fleksibel untuk multi bahan baku, pembangunan industrinya terpadu
dan dilakukan aliansi dengan negara maju.
3.5 Teori Produksi