4.1.2.1 Deskripsi Progress Self Esteem Rendah Klien Selama Proses
Konseling Realitas
Self esteem rendah akibat pengabaian orang tua pada keenam klien
mengalami penurunan setelah dilakukan konseling realitas. Proses pemberian konseling realitas dilakukan selama empat minggu dengan enam kali pertemuan.
Proses konseling realitas dilakukan di ruang konseling SMP N 13 Semarang. Berikut dipaparkan progress self esteem rendah klien selama mengikuti konseling.
4.1.2.1.1 Klien I DA
4.1.2.1.1.1 Pertemuan 1
Pada pertemuan 1 dalam konseling ini terjadi tahap involvement yakni tahap pembinaan hubungan baik rappot dan assessment yang merupakan tahap
pengidentifikasian masalah. Pertemuan 1 dalam konseling dilaksanakan pada hari Rabu, 16 Januari 2013, pukul 09.00-09.30 WIB. Untuk lebih jelasnya disajikan
dalam tabel berikut.
Tabel 4.7 Proses Konseling Klien DA pada Pertemuan 1
Tahap Konseling Realitas
Evaluasi Proses Konseling Perkembangan Klien
dan UCA
INVOLVEMENT Membina
hubungan baik dengan klien
sehingga terjadi keakraban,
empatik dan keterbuakaan
antara konselor dan konseli.
Dalam tahapan ini dilakukan: 1.
Pembinaan hubungan baik rapport, pada awal pembicaraan Klien diajak
membahas topik netral. 2.
Klien dijelaskan definisi, tujuan, azas- azas dan tata cara konseling.
3. Terjadi kesepakatan atau kontrak
waktu. 4.
Sebelum proses konseling dimulai diawali dengan berdoa.
5. Klien kembali ditanyakan mengenai
kesiapannya dalam mengikuti proses konseling.
-
Understanding:
Klien mengerti maksud dan tujuan dari
konseling. -
Comfort:
Klien merasa bingung dan canggung mengikuti
proses konseling pada pertemuan awal
kemudian senang karena memahami permasalahan
dirinya.
-
Action:
6. Klien mengungkapkan perasaannya
saat mengikuti proses konseling. 7.
Klien mengungkapkan masalah apa yang sedang ia hadapi saat ini.
Klien akan terbuka dan sukarela untuk
menceritakan masalah yang dihadapinya
Dari hasil konseling pertemuan 1, dapat dievaluasi bahwa klien memahami apa makna konseling dan tujuannya. Meskipun klien sempat merasa bingung dan
canggung saat mengikuti proses konseling awal, namun klien menyadari bahwa dengan mengikuti konseling ini dapat membantunya menghadapi masalah yang ia
hadapi saat ini. Klien memiliki harapan bahwa dapat terbantu dan terselesaikan masalah yang dialaminya akibat pengabaian orang tuanya. Dari hasil observasi
pada pertemuan ini, klien merasa canggung berhadapan dengan konselor.
4.1.2.1.1.2 Pertemuan ke-2
Pada pertemuan ke-2 dalam konseling ini memasuki tahap wants and needs yaitu eksplorasi keinginan, kebutuhan dan persepsi klien terhadap kebutuhan dan
keinginannya.Pertemuan ke-2 dalam konseling dilaksanakan pada hari Senin, 21 Januari 2013, pukul 11.00 – 11.30 WIB. Pada pertemuan ke-2 ini, klien
mengungkapkan semua kebutuhan dan keinginannya. Untuk lebih jelasnya disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 4.8
Proses Konseling Klien DA pada Pertemuan ke-2 Tahap
Konseling Realitas
Evaluasi Proses Konseling Perkembangan Klien dan
UCA WANTS AND
NEEDS Pada tahap ini
klien diajak untuk
mengungkapkan segala
kebutuhan dan keinginan klien.
Pada pertemuan yang kedua ini dilakukan:
1. Konselor bersama klien
memperdalam rapport sehingga klien dapat lebih nyaman
mengikuti proses konseling. 2.
Klien diajak untuk mengungkapkan kebutuhan dan
keinginannya selama ini. 3.
Klien mengungkapkan segala kebutuhan dan harapannya
mencakup segala aspek, mulai terhadap ayah dan ibunya,
teman-teman dan guru di sekolahnya.
- Understanding:
Klien memahami bahwa segala kebutuhannya selama ini belum
terpenuhi. -
Comfort:
Klien merasa senang dapat memahami kebutuhannya.
- Action:
Klien akan berusaha lebih terbuka dalam mengikuti proses
konseling berikutnya agar permasalahannya cepat teratasi.
Dari hasil konseling pertemuan ke-2, diketahui penyebab utama permasalahan klien. Pada pertemuan ini klien mengungkapkan kebutuhannya
sebagai seorang anak yang menginginkan perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya namun belum dapat terpenuhi karena ayah dan ibunya terlalu sibuk
bekerja. Klien jarang memiliki waktu yang berkualitas dengan ayah dan ibunya. Klien jarang atau bahkan tidak pernah berkomunikasi dengan orang tuanya.
Keadaan klien ini menjadi sumber masalah bagi pemikiran, sikap dan perasaan klien.
4.1.2.1.1.3 Pertemuan ke-3