Tinjauan Umum Kurikulum KAJIAN TEORITIK
dalam proses pembelajaran, dan b berorientasi pada standar kompetensi lulusan, standar kompetensi mata pelajaran, dan kompetensi dasar yang telah
ditetapkan. Pemilihan isi kurikulum dapat juga mempertimbangkan kriteria sebagai berikut: a sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, b sesuai dengan
tingkat perkembangan peserta didik, c bermanfaat bagi peserta didik, masyarakat, dunia kerja, bangsa dan negara, baik untuk masa sekarang maupun
masa yang akan datang, dan d sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Proses pelaksanaan kurikulum harus menunjukkan adanya kegiatan pembelajaran, yaitu upaya guru untuk membelajarkan peserta didik, baik di
sekolah melalui kegiatan tatap muka, maupun di luar sekolah melalui kegiatan terstruktur dan mandiri. Dalam konteks inilah, guru dituntut untuk
menggunakan berbagai strategi pembelajaran, metode mengajar, media pembelajaran, dan sumber-sumber belajar. Pemilihan strategi pembelajaran
harus disesuaikan dengan tujuan kurikulum SKKD, karakteristik materi pelajaran, dan tingkat perkembangan yang dapat digunakan guru dalam
menyampaikan isi kurikulum, antara lain: a startegi ekspositori klasikal, yaitu guru lebih banyak menjelaskan materi yang sebelumnya telah diolah sendiri,
sementara siswa lebih banyak menerima materi yang telah jadi, b strategi pembelajaran heuristik discovery dan inquiry, c strategi pembelajaran
kelompok kecil: kerja kelompok dan diskusi kelompok, dan d strategi pembelajaran individual.
Untuk mengetahui efektivitas kurikulum dan dalam upaya memperbaiki serta menyempurnakan kurikulum, maka diperlukan evaluasi kurikulum.
Evaluasi kurikulum merupakan usaha yang sulit dan kompleks, karena banyak aspek yang harus dievaluasi, banyak orang yang terlibat, dan luasnya
kurikulum yang harus diperhatikan. Evaluasi kurikulum dan luasnya kurikulum yang harus diperhatikan. Evaluasi kurikulum memerlukan ahli-ahli yang
mengembangkannya menjadi suatu disiplin ilmu. Evaluasi kurikulum juga erat hubungannya dengan definisi kurikulum itu sendiri, apakah sebagai kumpulan
mata pelajaran atau meliputi semua kegiatan dan pengalaman anak di dalam maupun di luar sekolah.
3. Perkembangan Kurikulum Di Indonesia Hidayat 2013:1-18 menjabarkan bahwa semenjak Indonesia merdeka
sejak tahun 1945 telah mengalami perubahan kurikulum, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, dan 2006.
Kurikulum pertama yang lahir setelah Indonesia merdeka adalah merupakan rencana pelajaran atau dalam bahasa Belanda disebut leer plan.
Zaman dan suasana kehidupan berbangsa dengan spirit merebut kemerdekaan dan pendidikan lebih menekankan pada pembentukan karakter. Setelah rencana
pelajaran 1947. Rencana Pelajaran 1947 merupakan pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda dengan mengurangi pendidikan kecerdasan
intelektual. Kurikulum 1947 dilandasi semangat zaman dan suasana kehidupan berbangsa dengan spirit merebut kemerdekaan maka pendidikan lebih
menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain, kesadaran bernegara dan masyarakat.
Setelah Rencana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini, pemerintah
Indonesia melalui Kementrian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan menerbitkan buku Pedoman Kurikulum SD yang lebih merinci setiap mata
pelajaran kemudian diberi nama Rencana Pelajaran Terurai 1952 yang berfungsi membimbing para guru dalam kegiatan mengajar di Sekolah Dasar.
Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang menjadi ciri dari Kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran sehari-
hari, silabus mata pelajarannya jelas, seorang guru mengajar satu mata pelajaran.
Menjelang tahun 1964 pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kurikulum ini diberi nama Rencana Pendidikan 1964
atau kurikulum 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat
mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana yaitu; daya cipta, rasa,
karsa, karya dan moral. Kurikulum 1964 masih mengalami perubahan yaitu menjadi kurikulum
1968, hal ini dipengaruhi oleh perubahan sistem politik dari pemerintahan rezim Orde Lama ke rezim pemerintahan Orde Baru. Kurikulum ini menjadi
citra sebagai produk Orde Lama. Kurikulum 1968 menekankan pada
pendekatan organisasi materi pelajaran menjadi kelompok pembinaan jiwa Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah jam pelajarannya
9 mata pelajaran. Titik berat kurikulum ini terletak pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan. Dari segi tujuan
pendidikan, Kurikulum 1968 diarahkan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan
ketrampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Pembaruan kelima terjadi dengan diterbitkannya Kurikulum 19751976.
Kurikulum 1975 untuk SD SMP dan SMA sedangkan Kurikulum 1976 untuk Sekolah Keguruan yaitu SPG dan Sekolah Menengah Kejuruan STM, SMEA.
Komponen yang terkandung dalam Kurikulum 1975 memuat: a tujuan institusional baik SD, SMP, dan SMA SPG SMEA STM, yaitu tujuan yang
hendak dicapai lembaga pendidikan dalam melaksanakan program pendidikannya, b struktur program kurikulum, yaitu kerangka umum program
pengajaran yang akan diberikan pada tiap sekolah, c garis-garis besar program pengajaran, yang didalamnya terdapat hal-hal yang berhubungan
dengan program pengajaran. Dalam perkembangannya Kurikulum 1975 dianggap sudah tidak relevan
lagi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kurikulum 1984 lahir sebagai perbaikan atau revisi terhadap
Kurikulum 1975. Kurikulum 1984 memiliki ciri sebagai berikut: 1 berorientasi kepada tujuan pembelajaran instruksional, 2 pendekatan
pembelajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif
CBSA, 3 materi pelajaran dikemas dengan menggunakan pendekatan spiral, 4 menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan, 5
materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa, 6 menggunakan pendekatan keterampilan proses.
Pada kurikulum sebelumnya, yaitu Kurikulum 1984, proses pembelajaran menekankan pada pola pembelajaran yang berorientasi pada teori belajar
mengajar, kurang memperhatikan muatan isi pelajaran. Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan Kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai
dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Terdapat ciri-ciri yang menonjol dalam Kurikulum 1994, antara lain
sebagai berikut: 1 pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan, 2 pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran
yang cukup padat berorientasi kepada materi pelajaran isi, 3 Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk
semua siswa di seluruh Indonesia, 4 dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif
dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial, 5 dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep pokok
bahasan dan perkembangan berpikir siswa, 6 pengajaran dari hal yang konkret ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit dan dari hal
yang sederhana ke hal yang kompleks, dan 7 pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman
siswa.
Usaha pihak pemerintah maupun pihak swasta dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan terutama meningkatkan hasil belajar siswa
dalam berbagai
mata pelajaran
terus-menerus dilakukan,
seperti penyempurnaan kurikulum, materi pelajaran, dan proses pembelajaran.
Kurikulum 1994 perlu disempurnakan lagi menjadi Kurikulum 2002 sebagai respon terhadap perubahan struktural dalam pemerintahan dari sentralistik
menjadi desentralistik sebagai konsekuensi logis dilaksanakannya UU No. 23 dan 25 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Pertimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kurikulum saat ini diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi, yang menitikberatkan pada pengembangan
kemampuan untuk melakukan kompetensi tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar kinerja yang telah ditetapkan. Kurikulum Berbasi Kompetensi memiliki
ciri-ciri sebagai berikut: 1 menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal, 2 berorientasi pada hasil belajar
learning outcomes dan keberagaman, 3 penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi, 4 sumber belajar
bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif, dan 5 penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam
upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi. Kurikulum dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005, pemerintah telah mendorong penyelenggara pendidikan untuk mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan, yaitu kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di setiap satuan pendidikan. Esensi isi dan arah pengembangan pembelajaran
dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan masih bercirikan tercapainya paket-paket kompetensi.
4. Peranan Kurikulum Prof. Dr. Soedijarto, M.A. mengatakan bahwa sekolah merupakan
lembaga sosial yang keberadaannya merupakan bagian dari sistem sosial negara bangsa. Ia bertujuan untuk mencetak manusia susila yang cakap,
demokratis, bertanggung jawab, beriman, bertakwa, sehat jasmani dan rohani, memiliki pengetahuan dan keterampilan, berkepribadian yang mantap dan
mandiri. Soedijarto lebih jauh mengatakan bahwa pencapaian itu akan bisa diraih ketika ada suatu proses yang terencana dengan efisien, efektif, dan
relevan. Agar tujuan tersebut tercapai maka dibutuhkan kurikulum yang kuat, baik secara infrastruktur maupun superstruktur Yamin, 2012:36.
Menurut Hamalik 2007:11-13 terdapat tiga peranan kurikulum yang dinilai sangat penting, yakni peranan konservatif, peranan kritis dan evaluatif,
dan peranan kreatif. Peranan konservatif dalam kurikulum memiliki suatu tanggung jawab yaitu mentransmisikan dan menafsirkan warisan sosial pada
generasi muda. Peranan kritis dan evaluatif, memiliki peranan dalam kebudayan yang senantiasa berubah dan bertambah. Sekolah tidak hanya
mewariskan kebudayaan yang ada, melainkan juga menilai dan memilih
berbagai unsur kebudayaan yang akan diwariskan. Dalam kurikulum peranan kreatif dinilai berperan dalam melakukan berbagai kegiatan kreatif dan
konstruktif, dalam artian menciptakan dan menyusun suatu hal yang baru sesuai dengan kebutuhan masyarakat di masa sekarang dan masa mendatang.
5. Fungsi Kurikulum Dilihat dari sisi pengembang kurikulum guru, kurikulum mempunyai
fungsi sebagai berikut: a fungsi preventif, yaitu mencegah kesalahan para pengembang kurikulum terutama dalam melakukan hal-hal yang tidak sesuai
dengan rencana kurikulum, b fungsi korektif, yaitu mengoreksi dan membetulkan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh pengembang
kurikulum dalam melaksanakan kurikulum, dan c fungsi konstruktif, yaitu memberikan arah yang jelas bagi para pelaksana dan pengembang kurikulum
untuk membangun kurikulum yang lebih baik lagi pada masa yang akan datang. Sementara, Hilda Taba 1962 mengemukakan terdapat tiga fungsi
kurikulum, yaitu a sebagai transmisi, yaitu mewariskan nilai-nilai kebudayaan, b sebagai transformasi, yaitu melakukan perubahan atau
rekonstruksi sosial, dan c sebagai pengembangan individu Arifin, 2011:12. Arifin 2011:13-16 mengatakan bahwa fungsi kurikulum dapat juga
ditinjau dalam berbagai perspektif, antara lain sebagai berikut: a fungsi kurikulum dalam mencapai tujuan pendidikan, b fungsi kurikulum bagi
kepala sekolah, c fungsi kurikulum bagi setiap jenjang pendidikan, d fungsi kurikulum bagi guru, e fungsi kurikulum bagi pengawas, f fungsi kurikulum
bagi masyarakat, g fungsi kurikulum bagi pemakai lulusan.
Fungsi kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan, yaitu alat untuk membentuk manusia seutuhnya sesuai dengan visi, misi dan
tujuan pendidikan nasional, termasuk berbagai tingkatan tujuan pendidikan yang ada dibawahnya. Kurikulum sebagai alat dapat diwujudkan dalam bentuk
program, yaitu kegiatan dan pengalaman belajar yang harus dilaksanakan oleh guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran.
Fungsi kurikulum
merupakan pedoman
untuk mengatur
dan membimbing kegiatan sehari-hari disekolah, baik kegiatan intrakurikuler,
ekstrakurikuler maupun kokurikuler. Pengaturan kegiatan ini penting agar tidak terjadi tunpang tindih, seperti jenis program pendidikan apa yang sedang dan
akan dilaksanakan. Fungsi kurikulum bagi setiap jenjang pendidikan meliputi: a fungsi
kesinambungan, yaitu sekolah pada tingkat yang lebih atas harus mengetahui dan memahami kurikulum sekolah yang dibawahnya, sehingga dapat dilakukan
penyesuaian kurikulum, b fungsi penyiapan tenaga, yaitu bilamana sekolah tertentu diberi wewenang mempersiapkan tenaga-tenaga terampil, maka
sekolah tersebut perlu mempelajari apa yang diperlukan oleh tenaga terampil, baik mengenai kemampuan akademik, kecakapan atau keterampilan,
kepribadian maupun hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan sosial. Dalam praktik, guru merupakan ujung tombak pengembangan kurikulum
sekaligus sebagai pelaksana kurikulum di lapangan. Guru juga sebagai faktor kunci key factor dalam keberhasilan suatu kurikulum. Efektivitas suatu
kurikulum tidak akan tercapai, jika guru tidak dapat memahami dan
melaksanakan kurikulum dengan baik sebagai pedoman dalam proses pembelajaran. Artinya, guru tidak hanya berfungsi sebagai pengembang
kurikulum, tetapi juga sebagai pelaksana kurikulum. Guru dituntut untuk selalu meningkatkan kompetensinya sesuai dengan perkembangan kurikulum itu
sendiri, perkembangan IPTEK, perkembangan masyarakat, perkembangan psikologi belajar, dan perkembangan ilmu pendidikan.
Bagi pengawas, fungsi kurikulum dapat dijadikan sebagai pedoman, patokan, atau ukuran dalam membimbing kegiatan guru di sekolah. Kurikulum
dapat digunakan pengawas untuk menetapkan hal-hal apa saja yang memerlukan penyempurnaan atau perbaikan dalam usaha pengembangan
kurikulum dan peningkatan mutu pendidikan. Pengawas juga perlu mencari data dan informasi mengenai faktor pendukung dan penghambat implementasi
kurikulum dalam hubungannya dengan peningkatan mutu guru, kelengkapan sarana pendidikan, pemantapan sistem administrasi, bimbingan dan konseling,
keefektifan penggunaan perpustakaan, dan lain-lain. Implikasinya pengawas harus menguasai kurikulum yang berlaku.
Melalui kurikulum, masyarakat dapat mengetahui apakah pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang dibutuhkannya relevan atau tidak
dengan kurikulum suatu sekolah. Masyarakat yang cerdas dan humanis akan selalu a memberikan bantuan, baik moril maupun materil dalam pelaksanaan
kurikulum, b memberikan saran-saran dan pendapat sesuai dengan keperluan c berperan secara aktif, baik langsung maupun tidak langsung.
Instansi atau perusahaan manapun yang mempergunakan tenaga kerja lulusan suatu lembaga pendidikan tentu menginginkan tenaga kerja yang
bermutu tinggi dan mampu berkompetisi agar dapat meningkatkan produktivitasnya. Biasanya para pemakai kurikulum melakukan seleksi yang
ketat dalam penerimaan calon tenaga kerja. Studi kurikulum akan banyak membantu pemakai lulusan dalam menyeleksi calon tenaga kerja yang andal,
energik, disiplin, bertanggung jawab, jujur, ulet, tepat, dan berkualitas.