22 – 6
Pembelajaran Kelas Rangkap
pemecahan masalah. Misalnya pemecahan masalah polusi pence-maran dengan menggunakan Pendekatan Ilmu-Teknologi-Masyarakat atau Science-Tecnology-
Society Approach dari Dough and Monson tahun 1989. Model Griswold tahun 1987 dikembangkan oleh Cathy Griswold seorang guru
pembelajaran kelas rangkap di Negara Bagian Oregon USA dengan maksud memetakan topik-topik yang mencerminkan integrasi berbagai bidang studi yang
berbeda. Proses yang digunakan disebut “clustering” atau pengklasteran atau penggugusan. Penggugusan topik adalah penataan topik-topik materi pelajaran
secara terurai unsur-unsur atau bagian dari topik besar GBPP biasanya diterima oleh para guru debagai patokan dasar materi dan prosedur
pembelajaran yang sudah baku dan harus diikuti sepenuhnya tanpa perubahan. Dengan kata lain perkataan guru merasakan sebagai hal yang tabu menyimpang
dari GBPP, pendapat seperti ini memang benar dalam hal bahwa GBPP merupakan patokan dasar pembelajaran. Tetapi tidak benar bila dianggap tabu adanya
penyimpangan. GBPP yang ada sekarang ini merupakan bahan konsumsi nasional yang dalam penggunaannya memerlukan cara yang berbeda-beda. Untuk
pembelajaran topik yang berorientasi bidang studi tunggal atau monodisipliner tentu berbeda dengan topik yang diangkat secara antardisiplin atau interdisipliner
disiplin antar bidang ilmu dalam cara guru menggunakan GBPP tersebut. Demikian pula perbedaan akan timbul dalam menetapkan topik yang akan dikelola
dengan pendekatan pembelajaran kelas rangkap. Oleh karena itu, dalam rangka pembelajaran kelas rangkap GBPP harus diterima sebagai patokan dasar takaran
materi. Sedangkan cara penataannya dalam hal tertentu seperti dalam penggugusan topik dan penetapan aras materi dan kegiatan untuk kepentingan pembelajaran kelas
rangkap merupakan bagian dari tugas profesional tugas jabatan guru.
B. Merumuskan Tujuan Belajar
Kurikulum Sekolah Dasar di Indonesia menganut model yang ber-orientasi kepada tujuan. Mengandung makna bahwa keseluruhan kegiatan perencanaan,
pembelajaran, dan evaluasi harus bertolak dari tujuan dan tertuju pada pencapaian tujuan yang telah dirumuskan. Karena tujuan pendidikan memiliki banyak aras
banyak tingkat mulai dari tingkat tertinggi tujuan pendidikan nasional sampai ke tujuan pembelajaran khusus yang terendah, semua tujuan yang lebih rendah harus
menunjang ketercapaian tujuan yang lebih tinggi. Oleh karenanya tujuan yang lebih rendah harus dijabarkan dari tujuan yang lebih tinggi. Sehingga rumusan tujuan
yang multi aras yang satu sama lain saling memiliki ketergantungan. Tentu sudah menjadi kesepakatan dan komitmen keterikatan profesional kita sebagai guru.
Pembelajaran Kelas Rangkap
6 - 23
Dalam perumusan tujuan pembelajaran didasarkan konsep penggugusan dari konsep Taksonomi Bloom atau penggugusan tujuan dari Bloom. Taksono-mi tujuan
dari Bloom tersebut memberi rambu-rambu bagi guru dalam me-ngungkapkan jenis perilaku hasil belajar murid yang ingin dilihat setelah pembelajaran suatu topik
berakhir. Mengenai hasil pembelajaran yang terkait dengan tujuan ini oleh Bruce Joyce dan Marsha Weil tahun 1986 disebut dampak pembelajaran. Sedang perilaku
hasil belajar yang terkait tujuan ini sebenarnya masih banyak yang mungkin muncul pada diri murid walau tidak secara lugas tegas, jelas dirumuskan dalam
tujuan. Perilaku hasil belajar seperti itu disebutnya sebagai dampak pengiring, ini lebih merupakan hasil sertaan dari terciptanya suasana belajar yang dirangsang oleh
kegiatan pembelajaran yang terkait pada tujuan sekalipun tidak sengaja dirancang oleh guru. Perumusan tujuan pembelajaran sebagai perwujudan dari keputusan
profesional guru secara mutlak diperlukan, terlepas dari hasil belajar yang berupa dampak pengiring.
Menurut Bloom tujuan pendidikan dapat diguguskan ke dalam tiga ranah atau gugus kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ranah kognitif berkenaan dengan
kemampuan seorang murid untuk mengetahui dan mengerti sesuatu Ranah afektif berkenaan dengan penghayatan, nilai dan sikap. Ranah psikomo-torik berkenaan
dengan gerak fisik yang didorong oleh aspek psikologis. Ketiga ranah ini bukan sesuatu yang terpisah satu sama lain, akan tetapi merupakan tiga gugus perilaku
yang disamping memiliki keunikan atau kekhususan juga memiliki komonalitas atau kesamaan yang umum.
Secara konseptual dalam pikiran pada setiap ranah terdapat gugus perilaku yang lebih kecil yang sering disebut sub-ranah. Berbeda dengan keter-kaitan antar
ranah yang satu sama lain setara dan saling tumpang tindih, keterkaitan antar sub- ranah melukiskan jenjang yang progresif. Aras progresif ini mengandung makna
bahwa sub-ranah pada suatu ranah melukiskan jenjang yang bertetangga. Dengan kata lain sub-ranah yang berada pada jenjang yang lebih tinggi secara kualitatif
mencakup karakteristik atau ciri-ciri dari sub-ranah lainnya yang berada di jenjang yang lebih rendah.
Dalam ranah atau domain kognitif terkandung enam sub-ranah mulai dari yang terndah sampai yang tertinggi dengan urutan sebagai berikut; ingatan,
pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Sub-ranah atau subdomain yang lebih tinggi mengundang proses kognitif di bawahnya yang lebih rendah.
Semakin tinggi proses kognitif semakin kompleks proses tersebut. Dalam ranah afektif terkandung lima sub-ranah yakni penerimaan, penanggapan, penghargaan,
pengorganisasian, dan karakterisasi. Sedangkan pada ranah psikomotorik
24 – 6
Pembelajaran Kelas Rangkap
terkandung tujuh sub-ranah yaitu persepsi, kesiapan, respon terbimbing, gerakan mekanis, respon kompleks, gerakan adaptasi, dan gerakan mencipta.
Pemanfaatan atau penggunaan taksonomi Bloom sebagai rambu-rambu dalam perumusan tujuan belajar untuk pembelajaran kelas rangkap. Penjenjangan
dapat membantu atau menuntun dalam penetapan topik-topik secara vertikal atas dasar perbedaan kelas, sedang penggugusan memandu dalam menggambarkan
sebaran topik-topik secara horisontal antar bidang studi. Dalam perumusan tujuan belajar pada pembelajaran kelas rangkap jenjang dan gugus topik ini memegang
peranan yang sangat penting dalam menetapkan jenjang tujuam belajar. Seorang guru pembelajaran kelas rangkap dapat memanfaatkan jenjang dan
gugus topik untuk merumuskan tujuan pembelajaran atau lebih dalam rangka pencapaian tujuan belajar yang mencerminkan jenjang dan gugus topik. Variasi
kombinasi wawasan wawasan guru mengenai jenjang dan gugus topik ini akan memungkinakan guru dapat merancang kegiatan belajar sesuai dengan tujuan
belajar dalam bentuk pembelajaran kelas rangkap yang dipilihnya. Rumusan tujuan mencerminkan jenjang dan gugus perilaku, oleh karena itu
guru pembelajaran kelas rangkap harus dapat memilih ungkapan perilaku dalam bentuk pilihan kata kerja operasional yang mewadahi materi yang terkandung
dalam topik yang dipilih sesuai dengan jenjang dan gugusnya. Contoh perumusan tujuan pembelajaran khusus :
Kelas III : Murid dapat memilih contoh lingkungan alam yang baik IPA. Kelas IV : Murid dapat menjelaskan akibat banjir IPS.
Kelas V : Murid dapat menyusun cerita pendek tentang pelestarian lingkungan alam Bahasa Indonesia.
Kelas VI : Murid dapat menjelaskan pentingnya pemeliharaan Lingkungan Hidup.
Rumusan tujuan pembelajaran khusus tersebut mengarah pada topik umum Lingkungan Hidup yang dilihat secara antar bidang keilmuan yaitu dari sudut IPA,
IPS, Bahasa Indonesia, dan PPKN dan diajarkan kepada murid kelas III, IV, V, dan kelas VI melalui pendekatan pembelajaran kelas rangkap. Pada keempat tujuan
tersebut tercermin gugus materi, jenjangtingkat materi, dan jenang serta gugus perilaku.
Tujuan pembelajaran berkaitan dengan arah atau sasaran yang ingin dicapai dalam pelaksanaan pembelajaran kelas rangkap. Setiap pembelajaran perlu
merumuskan arah pembalajaran yang harus dituju. Setelah itu, perlu di identifikasi berbagai materi pelajaran dan kegiatan bagi pencapaian tujuan. Materi pelajaran di
organisasi sedemikian rupa atau secara sistematis agar kegiatan mengarah pada
Pembelajaran Kelas Rangkap
6 - 25
pencapaian tujuan. Selanjutnya dalam pembelajaran kelas rangkap juga perlu dilakukan evaluasi untuk mengetahui sejauh mana tujuan telah tercapai. Demikian
pentingnya tujuan pembelajaran dalam pengembangan komponen-komponen lain dari kurikulum.
C. Memilih Bahan Belajar