1
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini akan membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, pemecahan masalah tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan
definisi operasional.
A. Latar Belakang Masalah
Matematika berdasarkan pendapat Susanto 2013:185 adalah salah satu disiplin ilmu pasti yang mengungkapkan ide-ide abstrak yang berisi bilangan-
bilangan serta simbol-simbol operasi hitung yang terdapat aktivitas berhitung dan mampu meningkatkan kemampuan berpikir dan berpendapat dalam memecahkan
masalah dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari. Hampir semua kegiatan yang dilakukan manusia berhubungan dengan matematika. Contohnya, pada
bidang ekonomi yaitu kegiatan jual beli barang di pasar yang menggunakan hitungan matematika sebagai penentu sebuah harga. Matematika menurut Susanto
2013:183 merupakan salah satu bidang studi yang ada pada semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Matematika
menurut Sundayana 2015: 2 merupakan salah satu komponen dari serangkaian
mata pelajaran yang mempunyai peranan penting dalam pendidikan.
Kline dalam Runtukahu, 2014: 28 berpendapat bahwa matematika adalah pengetahuan yang tidak berdiri sendiri tetapi dapat membantu manusia untuk
memahami dan memecahkan permasalahan sosial, ekonomi, dan alam. Dengan adanya mata pelajaran matematika diharapkan siswa mampu memahami dan
menerapkannya dalam pemecahan masalah yang dihadapi dalam kehidupan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sehari-hari yang melibatkan ilmu hitung. Hal ini menandakan bahwa matematika merupakan salah satu mata pelajaran pokok dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan KTSP yang harus diajarkan di sekolah dasar. Menurut Depdiknas 2004:17 matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari
sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kerjasama.
Berpikir kritis berdasarkan pendapat Johnson 2007: 183 merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti
memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis merupakan kunci penting dalam
pembelajaran matematika. Menurut Johnson 2007: 183 mendefinisikan berpikir kritis sebagai sebuah proses terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan
mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah. Kemampuan berpikir
kritis sangat penting bagi siswa dalam pembelajaran. Pentingnya berpikir kritis menurut Peter 2012: 39 bertujuan untuk dapat bersaing dalam kehidupan sehari-
hari dan kehidupan pribadi, siswa harus memiliki kemampuan pemecahan masalah dan harus bisa berpikir dengan kritis.
Pembelajaran matematika hendaknya mengajak siswa untuk aktif dan ikut serta dalam proses memahami suatu materi. Proses tersebut berupa mengkaitkan
materi yang diajarkan dengan dunia nyata siswa, sehingga siswa akan lebih memahami konsep. Konsep yang telah dipahami dapat membantu siswa dalam
menemukan masalah matematika. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Namun, pada kenyataannya mata pelajaran matematika di sekolah dasar saat ini bukanlah mata pelajaran yang digemari oleh siswa. Siswa menganggap
matematika merupakan mata pelajaran yang menakutkan karena susah untuk dipelajari dan menjenuhkan atau membosankan. Guru hanya menyampaikan
pembelajaran dengan metode ceramah yang mengakibatkan siswa mudah bosan dalam mengikuti pelajaran anak tidak dihadapkan dengan situasi dunia nyata.
Apabila keadaan seperti ini dibiarkan terlalu lama tentu akan berdampak buruk pada kemampuan berpikir kritis siswa.
Hal tersebut terbukti ketika peneliti melakukan wawancara kepada beberapa siswa kelas V SD N Jamus 2. Pembelajaran matematika menjenuhkan atau
membosankan karena kegiatan pembelajaran yang masih menggunakan model pembelajaran tradisional. Kelemahan metode ceramah menurut Mertodihardjo
1980:6 yaitu tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk memecahkan masalah dan berpikir serta tidak mengembangkan kecakapan untuk
mengemukakan sendiri, karena siswa dipaksa untuk mengikuti jalan pikiran guru. Dengan demikian kemampuan berpikir kritis siswa kelas V SD N Jamus 2
masih rendah. Hal itu terbukti ketika peneliti melakukan wawancara kepada guru mengenai 30 siswa kelas V menggunakan 6 indikator kemampuan berpikir kritis.
Enam indikator kemampuan berpikir kritis yang menjadi fokus penelitian yaitu menganalisis argumen, mampu bertanya, menjawab pertanyaan, memecahkan
masalah, membuat kesimpulan, keterampilan mengevaluasi dan menilai hasil dari pengamatan.
Pada indikator menganalisis argumen terdapat 43,33 siswa yang dikatakan kritis. Indikator mampu bertanya terdapat 40 siswa yang dikatakan kritis.
Indikator menjawab pertanyaan terdapat 40 siswa yang dikatakan kritis. Indikator memecahkan masalah terdapat 36,67 siswa yang dikatakan kritis.
Sedangkan indikator membuat kesimpulan terdapat 33,33 siswa yang dikatakan kritis dan indikator keterampilan mengevaluasi dan menilai hasil dari pengamatan
terdapat 36,67 siswa yang dikatakan kritis. Dari hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa kelas V masih rendah.
Penyebab rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa dikarenakan guru kurang mengedepankan proses dan menanamkan konsep. Kurangnya proses dalam
pembelajaran tersebut akan berdampak pada hasil belajar siswa kelas V. Hasil belajar menurut Susanto 2013 : 5 dapat diartikan sebagai tingkat
keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi
pelajaran tertentu. Rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika merupakan bukti bahwa selama proses pembelajaran siswa masih merasa
kesulitan dalam menerima pembelajaran. Secara umum kenyataan ini dapat dilihat dari hasil ulangan harian pada mata pelajaran matematika. Salah satu materi
pelajaran matematika yang dianggap sulit untuk dipahami siswa kelas V SD N Jamus 2 adalah satuan jarak dan kecepatan.
Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan pada tanggal 4 Agustus 2015 di SD N Jamus 2 mengenai pembelajaran matematika di kelas V terkait materi
satuan jarak dan kecepatan terdapat beberapa kesulitan yang dihadapi siswa saat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
proses pembelajaran berlangsung. Hasil dari wawancara yaitu sebanyak 15 53,57 dari 28 siswa belum mencapai KKM. KKM pada materi satuan jarak
dan kecepatan yang dicapai adalah 60 dari skala 100. Kesulitan yang sering dialami siswa kelas V yaitu sulit menghafal tangga satuan panjang. Siswa bingung
dalam pembagian atau perkalian satuan panjang. Contohnya dalam mengubah satuan kilometer ke meter begitupun sebaliknya.
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti pada tanggal 4 Agustus 2015, guru mengajar mata pelajaran matematika di kelas V menggunakan metode
konvensional. Ini terlihat saat guru masih menggunakan metode ceramah dan pembelajaran hanya bersifat satu arah dimana guru sebagai sumber, penyedia, dan
pemberi informasi. Sedangkan, siswa mencatat apa yang disampaikan oleh guru dengan kata lain guru masih menggunakan pendekatan teacher centered artinya
guru menjadi sumber dari segala pengetahuan yang diterima dan diketahui oleh siswa.
Siswa tidak dihadapkan dengan realitas kehidupan yang memuat masalah hitungan. Pembelajaran hanya sekedar menyampaikan materi satuan jarak dan
kecepatan. Setelah itu siswa dituntut untuk mampu menghitung satuan jarak dan kecepatan dengan sistem pembelajaran guru yang tradisional. Sistem
pembelajaran tradisional itu dirasa terlalu memberatkan siswa yang belum begitu memahami materi. Solusi dari permasalahan tersebut yaitu perlu adanya
pembelajaran kontekstual untuk membantu pemahaman materi kepada siswa. Pembelajaran kontektual berdasarkan pendapat Taniredja 2014: 49 adalah
konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan menerapkannya dalam
kehidupan mereka sehari-hari. Penerapan pendekatan kontekstual memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat membangun pengetahuan di kehidupan
sehari-hari mereka lewat keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran. Keterlibatan siswa secara aktif diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar dan
cara berfikir kritis siswa. Dari, penjelasan tersebut maka perlu dikembangkan suatu pembelajaran
kontekstual. Pembelajaran kontekstual yang akan digunakan peneliti adalah Contectual Teaching and Learning. Dengan menggunakan pendekatan
kontekstual diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar mata pelajaran Matematika.
Berdasarkan latar belakang yang sudah dikemukakan, maka penelti melakukan penelitia
n tindakan kelas dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Kelas V pada Materi Satuan Jarak dan
Kecepatan melalui Pembelajaran Kontekstual SD Negeri Jamus 2”.
B. Identifikasi Masalah