- Berapa digit terakhir yang merupakan hasil pengerjaan soal ini 3
� 25 + 15 ∶ 5 − 4? - Berapakah faktor dari hasil perhitungan berikut
3 � 25 + 15 ∶ 5 − 4?
- Dimana penambahan kurung yang tepat pada perhitungan berikut 3
� 25 + 15 ∶ 5 − 4, sehingga hasilnya paling kecil?
31
Tahap penerapan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan structured problem posing dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memahami materi: Guru membimbing siswa memahami materi awal dengan meminta siswa mempelajari sendiri materi yang akan dipelajari.
2. AcceptingPenerimaan: Guru memberikan beberapa masalah dalam LKS, berkaitan materi dan meminta siswa dalam kelompok mencoba
mengerjakan terlebih dahulu dengan diskusi. Jika siswa mengalami kesulitan, guru membimbing siswa dalam proses diskusi. Kemudian
beberapa kelompok mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas. 3. ChallengingMenantang: Guru meminta siswa dalam kelompok
berdiskusi kembali untuk membuat soal-soal baru berdasarkan contoh soal yang telah diselesaikan, pembuatan soal tersebut terdiri dari dua
format, yaitu membuat satu soal dengan mengubah masalah ke dalam bahasa sendiri yang lain dari soal awal reformulation dan membuat soal
dengan mengubah data, maupun tujuan dari soal awal reconstruction, kemudian kelompok tersebut juga memilih salah satu soal yang telah
dibuat untuk ditukar dan diselesaikan dengan kelompok yang lain. 4. Pembahasan dan kesimpulan: Guru membahas hasil diskusi dan bersama
siswa menyimpulkan hasil pembelajaran.
31
Elena Stoyanova, “Problem-posing Strategies used by Years 8 and 9 Students” , articles Australian Mathematics Teacher, 2005, p. 6-10.
3. Pendekatan Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang masih berlaku dan banyak digunakan oleh guru-guru di sekolah pada
umumnya. Pendekatan konvensional pada penelitian ini adalah pembelajaran ekspositori, pada pembelajaran ini guru lebih banyak memberi materi kepada
siswa dan siswa hanya menyimak informasi yang diberikan oleh guru. Pada pembelajaran konvensional, pembelajaran ini lebih menekankan pada
pengulangan-pengulangan drill terhadap soal atau masalah yang ditugaskan guru dengan kegiatan utama adalah siswa hanya menyelesaikan soal-soal dengan
algoritma atau prosedur rutin.
32
Di dalam pembelajaran ini, interaksi yang terjadi antara gur dengan siswa bersifat monolog dan siswa lebih berperan sebagai obyek
pengajaran dibandingkan bersifat sebagai subyek sedangkan salah satu tujuan pembelajaran matematika saat ini menitikberatkan pada pengembangan
kemampuan berpikir tingkat tinggi matematika, yang pada penelitian ini diambil kemampuan berpikir kreatif matematis.
B. Hasil Penelitian Relevan
Beberapa hasil penelitian yang dilakukan terkait dengan penelitian ini, diantaranya :
1. Tri Nova Hasti Yunianta, 2012 dengan judul “Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa pada Implementasi Project-Based Learning dengan Peer and
Self-Assessment untuk Materi Segiempat Kelas VII SMPN RSBI 1 Juwana di Kabupaten Pati”.
33
Prosiding disampaikan pada Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika FMIPA UNY. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebelum implementasi PBL dengan PSA rata-rata kemampuan berpikir kreatif siswa berada pada level kurang kreatif 23,11.
32
Kadir, “Pengaruh Pendekatan Problem Posing Terhadap Prestasi Belajar Matematika Jenjang Pengetahuan, Pemahaman, Aplikasi, dan Evaluasi ditinjau dari Metakognisi Siswa SMA
di DKI Jakarta”, diakses dari http:www.depdiknas.go.idjurnal53j53_02.pdf, pada 13 Oktober 2014.
33
Tri Nova Hasti Y. , dkk., “Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa pada Implementasi
Project-Based Learning dengan Peer and Self-Assesment untuk Materi Segiempat Kelas VII SMPN RSBI 1 Juwana di Kabupaten Pati
”, prosiding disampaikan pada Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, 10 November 2012, h. 95.
Setelah adanya implementasi PBL dengan PSA rata-rata kemampuan berpikir kreatif siswa meningkat levelnya menjadi cukup kreatif 29,00.
Hasil ini telah dibandingkan dengan menggunakan implementasi pembelajaran konvensional.
2. Dini Kinati Fardah, 2012 dengan judul “Analisis Proses dan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dalam Matematika Melalui Tugas Open-Ended
”.
34
Jurnal KREANO diterbitkan oleh Jurusan Matematika FMIPA UNNES Volume 3 Nomor 2 Desember 2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pola berpikir kreatif siswa kategori tinggi sebanyak 20 dari jumlah siswa, pola berpikir kreatif siswa kategori sedang sebanyak 33,33 dari jumlah
siswa, dan pola berpikir kreatif siswa kategori rendah sebanyak 46,67 dari jumlah siswa.
3. Fatimatuzahro dan Mega Teguh Budiarto, 2014 dengan judul “Identifikasi Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMP dalam Menyelesaikan Soal
Matematika Open-Ended
Ditinjau dari
Perbedaan Kemampuan
Matematika ”.
35
Jurnal MATHEdunesa diterbitkan oleh Jurusan Matematika UNESA Volume 3 Nomor 2 Tahun 2014. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa siswa berkemampuan matematika tinggi menunjukkan kemampuan berpikir kreatif yaitu indikator kefasihan dan elaborasi, kemudian siswa
dengan kemampuan matematika sedang menunjukkan kemampuan berpikir kreatif hanya pada indikator kefasihan, dan siswa dengan kemampuan
matematika rendah tidak menunjukkan berkemampuan berpikir kreatif.
C. Kerangka Berpikir
Salah satu kemampuan matematika yang menjadi tujuan pendidikan dan senantiasa dikembangkan adalah kemampuan berpikir kreatif. Namun, faktanya
34
Dini Kinati Fardah, “Analisis Proses dan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dalam
Matematika Melalui Tugas Open-Ended ”, Jurnal KREANO diterbitkan oleh Jurusan Matematika
FMIPA UNNES, vol. 3 no. 2 Desember 2012.
35
Fatimatuzahro dan Mega Teguh Budiarto, “Identifikasi Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMP dalam Menyelesaikan Soal Matematika Open-Ended Ditinjau dari Perbedaan
Kemampuan Matematika ”, Jurnal MATHEdunesa diterbitkan oleh Jurusan Matematika UNESA,
vol. 3 no. 2 Tahun 2014, h. 85-89. .
kemampuan ini masih belum dikembangkan dengan maksimal. Hal ini dapat terlihat dari penelitian-penelitian yang telah dijelaskan pada latar belakang yang
menyimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif dalam indikator keluwesan flexibility masih dalam kategori rendah, dan kreativitas anak Indonesia dimata
dunia juga sangat rendah. Kemampuan berpikir kreatif matematis perlu dikembangkan karena dapat memberikan manfaat yang sangat luas terhadap
kehidupan siswa. Contohnya adalah dalam memahami dan mengaplikasikan materi matematika pada kehidupan sehari-hari, siswa yang kreatif cenderung
dapat menyelesaikan masalah dengan baik dan senantiasa memiliki pemikiran yang lebih mendalam terhadap suatu situasi atau masalah yang mereka temukan.
Pengertian berpikir kreatif menurut beberapa pakar dapat disimpulkan sebagai berikut, kemampuan berpikir kreatif matematis dapat diartikan sebagai suatu
kegiatan berpikir yang dilakukan seseorang untuk membangun ide dengan menyusun dan membuat hubungan-hubungan dari berbagai ide, konsep,
pengalaman dan pengetahuan, sehingga menghasilkan gagasan baru maupun kombinasi baru secara lancar, fleksibel, orisinil, maupun hasil elaborasi.
Kemampuan berpikir kreatif ini dapat dikembangkan dan ditingkatkan melalui pembelajaran di sekolah. Salah satu pendekatan yang relevan adalah
pendekatan problem posing. Pendekatan problem posing merupakan pendekatan pembelajaran yang menugaskan siswa untuk merumuskan suatu masalah atau
soal. Pembelajaran seperti ini erat kaitannya dengan tingkat kemampuan siswa. Di dalam pembuatan soal, siswa dilatih untuk memahami soal terlebih dahulu untuk
mengetahui apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan. Pendekatan problem posing juga memiliki dua tahapan kognitif yang akan
dialami siswa, yaitu tahap accepting menerima, dan tahap challenging menantang. Tahap pertama merupakan tahap dimana siswa akan menerima tugas
begitu saja dari guru dalam hal ini menyelesaikan masalah, siswa akan menuruti perintah dan membuat soal berdasarkan situasi atau permasalahan awal. Tahap
kedua merupakan tahapan yang lebih kompleks, dimana siswa menantang situasi atau permasalahan awal yang diberikan guru, mereka memiliki tingkat berpikir
matematika yang lebih tinggi dibandingkan siswa yang hanya mengalami tahap
accepting. Siswa membuat soal dengan melihat berbagai sudut pandang dan senantiasa berpikir bahwa ada makna lain yang lebih mendalam dari setiap
permasalahan yang diberikan, sehingga soal yang mereka buat juga akan lebih bervariasi dan berbobot.
Pendekatan Structured Problem Posing bertujuan untuk membuat suatu solusi atau permasalahan baru dengan merekonstruksi, memvariasikan dan mengubah
permasalahan awal. Pada tahap ini, siswa akan melakukan proses berpikir kreatif, yaitu keluwesan dan elaborasi. Saat siswa mulai merekonstruksi, hal yang pertama
dilakukan adalah membuat rincian informasi apa saja yang ada, maka proses penafsiran terhadap suatu masalah sedang terjadi. Kemudian setelah informasi
terkumpul, siswa akan mencari berbagai macam kemungkinan solusi dari permasalahan tersebut agar penyelesaian akhirnya dapat bervariasi dan berbeda
dari permasalahan awal. Juga saat siswa mengubah permasalahan awal, sehingga solusi yang dihasilkan berubah strukturnya, siswa dapat menambahkan informasi
atau merubah permasalahan yang ada berarti siswa telah mengembangkan atau memprakarya gagasan orang lain, dalam kasus ini adalah guru.
Berdasarkan uraian diatas terlihat keterkaitan antara pendekatan pembelajaran Structured Problem Posing dengan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa,
sehingga melalui pendekatan pembelajaran ini dapat memengaruhi tingkat berpikir kreatif matematis siswa.
Adapun alur berpikir pada penelitian ini dapat dilihat pada bagan berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian
Accepting
Challenging
Problem Posing
Tipe Structured Problem Posing
Kemampuan Berpikir Kreatif
Matematis
Elaboration
Flexibility
Originality