Pengertian Pendekatan Problem Posing
approaches.
19
Pendekatan yang berpusat pada siswa akan mempercepat perkembangan siswa, karena siswa dituntut untuk berperan aktif, mandiri dan
juga melakukan proses inkuiri. Pendekatan pembelajaran problem posing atau dalam bahasa Indonesia merupakan pendekatan pembelajaran pengajuan
masalah atau pengajuan soal, merupakan contoh pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Pendekatan problem posing terfokus pada upaya
peserta didik secara sengaja menemukan pengetahuan dan pengalaman- pengalaman baru.
Silver mengemukakan bahwa problem posing dikatakan sebagai inti terpenting dalam disiplin matematika dan dalam sifat pemikiran penalaran
matematika.
20
Sebenarnya tema ini telah menjadi sentral dalam pendidikan matematika sejak lama. Pentingnya problem posing juga telah diakui secara
resmi oleh National Council of Teacher of Matehmatics NCTM sebagai reformasi
pendidikan matematika,
21
sehingga NCTM
sangat merekomendasikan penerapan problem posing dalam pembelajaran
matematika. Selanjutnya, Leung dan Silver juga mengemukakan bahwa problem
posing mempunyai pengaruh positif pada kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita, kemudian English menambahkan bahwa problem
posing juga memberikan kesempatan untuk menambah wawasan dalam memahami konsep matematika dan prosesnya.
22
Oleh karena itu, problem posing sangat diperlukan dalam matematika dan dapat menjadi salah satu
pendekatan yang dipakai guru di dalam kelas. Elena Stoyanova mengartikan problem posing sebagai proses yang mana menggunakan dasar pengalaman
matematika, siswa mengembangkan interpretasi diri dari situasi kontekstual, dan merumuskannya sebagai masalah matematika yang bermakna. Pengertian
19
Wina Sanjaya, op. cit., h. 127.
20
Tatag Yuli Eko S., op. cit., h. 40.
21
Marios Pittalis, et.al. , “A Structural Model For Problem Posing”, Proceedings of the
28th Conference of the International Group for the Psycology of Mathematics Education, vol. 4, 2004, p. 49.
22
Constantinos Christou, “An Empirical Taxonomy of Problem Posing Processes”,
Analyses Zentralblatt fur Didactik der Mathematik ZDM, vol. 37, 2005.
lain problem posing diberikan Silver, yaitu melibatkan pembuatan soal baru dari situasi atau pengalaman yang ada, atau pembuatan soal berdasarkan soal
yang telah diselesaikan.
23
Pembuatan soal yang baru itu dapat menjadi wadah untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap pelajaran
matematika. Menurut Suyatno, problem posing dapat diartikan pula sebagai
pemecahan masalah dengan melalui elaborasi, yaitu merumuskan kembali masalah menjadi bagian-bagian yang lebih sederhana sehingga mudah
dipahami.
24
Pengertian ini mengandung arti bahwa dalam membuat masalah siswa harus memahami masalah awal terlebih dahulu, kemudian merinci
bagian-bagiannya sehingga dapat diidentifikasi kekeliruan, maupun alternatif pemecahan masalah yang dapat menjadi acuan penyusunan masalah baru
yang lebih sederhana. Dapat disimpulkan bahwa problem posing merupakan suatu proses
pembentukan soal atau pengajuan soal yang dilakukan siswa berdasarkan pengalaman atau soal yang telah diselesaikan sebelumnya, dengan mengubah
situasi, data maupun struktur keduanya. Problem posing mendorong siswa untuk mengumpulkan pengetahuan, merubah, dan mengonstruksi persoalan
yang ada sehingga tercipta ide-ide baru yang sesuai. Pernyataan ini sejalan dengan pernyataan Silver, Kilpatrick dan Schlesinger yang mengatakan
aktivitas problem posing di dalam kelas bisa mempercepat perkembangan berpikir matematika siswa.
25
Karena berpikir kreatif matematis merupakan bagian tak terpisahkan dari berpikir matematika, maka dengan problem
posing pun akan mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.
Hal ini diperkuat oleh Utami Munandar yang menyatakan bahwa salah satu cara untuk merangsang daya pikir kreatif yaitu dengan mengajukan
23
Elena Stoyanova and Nerida F. Ellerton , “A Framework for Research into Students’
Problem Posing in School Mathematics”, Articles Technology in Mathematics Education, 1996, p. 518.
24
Suyatno, Menjelajah Pembelajaran Inovatif, Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka, Cet. 1, 2009, h. 62.
25
Elena Stoyanova and Nerida F. Ellerton, op. cit., p. 519.
pertanyaan yang menantang.
26
Sehingga pembelajaran yang menggunakan pendekatan problem posing dapat digunakan sebagai upaya mengembangkan
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Salah satu pakar yang mengembangkan problem posing adalah Silver, ia
mengategorikan aktivitas matematika dalam problem posing sebagai berikut. 1. Pre-solution posing. Siswa mengajukan permasalahan dari situasi yang
diberikan oleh guru. situasi yang diberikan oleh guru dapat berupa situasi terbuka atau berupa gambar. Siswa diharapkan merespon situasi yang
telah diberikan tersebut. 2. Within-solution posing. Masalah yang diajukan oleh siswa ketika siswa
sedang menyelesaikan permasalahan yang diberikan oleh guru. Guru memberikan masalah untuk diselesaikan oleh siswa, kemudian siswa
mengajukan masalah baru ketika menyelesaikan permasalaha yang diberikan oleh guru.
3. Post-solution posing. Guru memberikan masalah untuk diselesaikan oleh siswa, kemudian siswa menyelesaikan masalah tersebut. Setelah siswa
menyelesaikan masalah tersebut, lalu siswa mengajukan masalah baru.
27
Pemilihan kategori problem posing menurut Silver ini, didasari oleh waktu pembuatan masalah baru. Seperti pada problem posing tipe pre-
solution posing misalnya, siswa membuat masalah baru hanya berdasarkan situasi terbuka atau gambar. Pembuatan masalah disini berarti sebelum ada
masalah lain yang perlu untuk diselesaikan. Lain halnya dengan within- solution posing, siswa membuat masalah baru dalam kategori ini bersamaan
waktunya ketika sedang mengerjakan masalah awal. Selanjutnya untuk tipe post-solution posing, siswa membuat masalah baru setelah menyelesaikan
masalah awal terlebih dahulu.
26
Utami Munandar, op. cit., h. 86.
27
Ketut Sutame, “Implementasi Pendekatan Problem Posing Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyelesaian Masala
h, Berpikir Kritis Serta Mengeliminir Kecemasan Matematika”, prosiding disampaikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika pada
tanggal 3 Desember 2011, Yogyakarta FMIPA UNY. h. 312.
Berbeda dengan Silver, Elena Stoyanova mengategorikan problem posing berdasarkan pada materi matematika, kemampuan siswa, atau tingkat berpikir
siswa. Problem posing menurut Elena dikategorikan menjadi tiga, yaitu Free Problem Posing, Semi-Structured Problem Posing, dan Structured Problem
Posing. Pemilihan katerogi ini. Berikut diuraikan masing-masing katerogi tersebut.
1. Free Problem Posing problem posing bebas, dalam rangka mendorong siswa untuk mencerminkan pengalaman yang pernah mereka alami, siswa
diminta untuk membuat soal secara bebas berdasarkan situasi kehidupan sehari-hari, atau membuat soal yang mereka sukai.
2. Semi-Structured Problem Posing problem posing semi-terstruktur, pembuatan soal pada kategori ini diatur dari situasi masalah yang
mengikuti masalah tersebut, namun belum terangkai penuh. Bentuk soalnya hanya berdasarkan gambar, persamaan, perhitungan, atau
pertidaksamaan. Siswa diminta untuk mendeskripsikan jenis masalah apa yang dapat dibuat berdasarkan informasi yang diberikan.
3. Structured Problem Posing problem posing terstruktur, kategori ini berdasarkan masalah tertentu yang telah diselesaikan sebelumnya.
Pembuatan soal dimaksudkan untuk membantu siswa mengerti masalah yang serupa dan penyelesaian masalahnya, juga untuk mengeksplorasi
kemungkinan hubungan
diantara pernyataan
masalah dan
ide penyelesaiannya. Selama pembuatan soal, siswa akan memikirkan
pengaruh bagaimana jika penyelesaiannya diubah, siswa dapat juga menirukan masalah awal tetapi dengan metode penyelesaian yang berbeda,
atau dapat pula membuat masalah yang berkebalikan dengan masalah awal.
28
Pendekatan problem posing yang digunakan pada penelitian ini adalah structured problem posing. Strategi yang digunakan siswa dalam merancang
masalah baru dengan pendekatan Polya. Strategi itu yakni: pertama, mengubah data; kedua, merubah situasinya; dan ketiga, mengubah data dan
28
Elena Stoyanova and Nerida F. Ellerton, op. cit., p. 521-524.
situasinya. Brown dan Walter juga merancang formula pembuatan soal berdasarkan soal-soal yang telah diselesaikan dengan memvariasikan kondisi
atau tujuan dari masalah yang diberikan.
29
Pembelajaran seperti ini mengharuskan guru benar-benar menguasai materi dan memiliki kemampuan
pedagogik yang tinggi, sehingga kreativitas yang dimiliki guru dalam membuat pembelajaran ini tinggi pula.