Perumusan Masalah Tujuan Penelitian

berusaha mencari makna yang tersirat di dalam ujaran. Oleh karena itu, untuk memahami ujaran dibutuhkan pemahaman atau pengetahuan yang sama antara penutur dan mitra tutur. Definisi pragmatik selanjutnya dipaparkan oleh Leech merupakan bagian dari penggunaan tata bahasa. Selanjutnya ia menunjukan bahwa pragmatik dapat berintegrasi dengan tata bahasa atau gramatika yang meliputi fonologi, morfologi, dan sintaksis melalui semantik 7 . Sedangkan Parker dalam bukunya Linguistics for Non-Linguists menyatakan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari stuktur bahasa secara internal. Adapun yang dimaksud dengan hal itu adalah bagaimana satuan lingual tertentu digunakan dalam komunikasi yang sebenarnya 8 . Namun levinson mendefinisikan pragmatik sebagai studi bahasa yang mempelajari relasi bahasa dengan konteksnya. Konteks yang dimaksud tergramatisasi dan terkodifikasi sehingga tidak dapat dilepaskan dari struktur bahasanya 9 . Mey mendefinisikan pragmatik sebagai ‘the study of conditions of human languages uses as these are determined by the context of society” 10 . Dari batasan- batasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa menurutnya, pragmatik adalah ilmu bahasa yang mempelajari kondisi penggunaan bahasa manusia yang pada dasarnya sangat ditemtukan oleh konteks yang mewadahi dan melatarbelakangi bahasa itu. Konteks yang dimaksud mencakup dua hal, yakni konteks yang besifat sosial dan konteks yang bersifat sosietal. Dari definisi yang telah diberikan oleh beberapa para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah kajian yang menekankan pada maksud ujaran. Mencari hubungan antara bahasa dan maksud yang terkandung di dalamnya. Hubungan keduanya dimaksudkan untuk menemukan tafsiran yang sesuai dengan konteksnya. Maksud ujaran tersebut tersirat dan bergantung pada 7 Kunjana Rahardi, Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia, Jakarta: Erlangga,2005, h.48 8 Ibid. 9 Ibid. 10 F.X Nadar, Pragmatik dan Penelitian Pragmatik, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009, h.4 konteks saat tututran itu berlangsung. Maka hal penting dalam memahami maksud ujaran tersebut adalah kesamaan pengetahuan antara penutur dan mitra tutur.

B. Wacana

1. Definisi Wacana

Istilah wacana sudah banyak dibicarakan dimana-mana baik dalam perdebatan maupun dalam teks ilmiah, tapi penggunaannya sembarangan saja, bahkan sering tanpa didefinisikan terlebih dahulu. Akibatnya makna wacana menjadi tidak jelas. Wacana merupakan kata yang sering kita dengar bahkan kita ucapkan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya “wacana politik” maka analisis wacana merupakan analisis atas pola tersebut, mengenai hal-hal yang berhubungan dengan politik. Agar tidak salah dalam penggunaan istilah wacana ini, maka terlebih dahulu harus mengetahui makna wacana itu sendiri. Secara etimologis kata ‘wacana’ berasal dari bahasa latin discurrere yang berarti mengalir kesana kemari, dari normalisasi kata discursus yang berarti ‘mengalir secara terpisah’ yang ditransfer makanyanya menjadi ‘terlibat dalam sesuatu’, atau ‘memberi informasi tentang sesuatu 11 . Selain menurut istilah ada pula beberapa orang ahli yang juga telah mengungkapkan pandangannya mengenai wacana. Marianne W.J dan louise J. Phillips berpendapat bahwa wacana yakni sebagai cara tertentu untuk membicarakan dan memahami dunia atau aspek dunia ini 12 . Salah satu tokoh yang mengembangkan istilah wacana adalah Harris, ia mendefinisikan konsep wacana sebagai satu kesatuan yang melihat hubungan antarkalimat itu sebagai hubungan bentuk-bentuk kebahasaan 13 . Sedangkan Bell mendefinisikan wacana sebagai suatu rangkaian kalimat atau tuturan secara lisan maupun tulisan yang digunakan oleh seseorang untuk mengkomunikasikan suatu maksud. 14 11 Stefan Titscher, dkk diterjemahkan oleh Gazali, dkk, Metode Analisis Teks dan Wacana, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009, h. 42. 12 Marianne W.J dan Louise J. Philiips diterjemahkan oleh Imam Suyitni, dkk, Analisis Wacana: Teori dan Metode, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, h. 2. 13 S. Harris, Discourse Analysis, Cambridge: Cambridge University Press, 1952, h. 3. 14 Roger T. Bell, Sociolinguistic, London: B.T Batsford Limited, 1976, h. 104.

Dokumen yang terkait

Tindak Tutur Direktif dan Ekspresif dalam Dialog Film ―Alangkah Lucunya Negeri Ini‖ Karya Deddy Mizwar

4 76 12

PESAN KRITIK SOSIAL DALAM FILM( Analisis Isi Dalam Film “Alangkah Lucunya (Negeri Ini)” Karya Deddy Mizwar)

0 10 2

WACANA PENDIDIKAN POLITIK MELALUI SATIRE POLITIK DALAM FILM ALANGKAH LUCUNYA NEGERI INI WACANA PENDIDIKAN POLITIK MELALUI SATIRE POLITIK DALAM FILM ALANGKAH LUCUNYA NEGERI INI (Analisis Semiotik Terhadap Film Alangkah Lucunya Negeri Ini).

0 0 14

PENDAHULUAN WACANA PENDIDIKAN POLITIK MELALUI SATIRE POLITIK DALAM FILM ALANGKAH LUCUNYA NEGERI INI (Analisis Semiotik Terhadap Film Alangkah Lucunya Negeri Ini).

0 0 9

REPRESENTASI KEKERASAN PADA ANAK DALAM FILM ” ALANGKAH LUCUNYA NEGERI INI ” ( Studi Semiotik Mengenai Represe ntasi Kekerasan Pada Anak Dalam Film ” Alangkah Lucunya Negeri Ini ” karya Deddy Mizwar ).

3 14 112

this PDF file KRITIK SOSIAL DALAM NASKAH DRAMA ALANGKAH LUCUNYA NEGERI INI KARYA DEDDY MIZWAR | Anwar | BAHASA DAN SASTRA 1 PB

0 0 15

TINDAK TUTUR DIREKTIF DAN EKSPRESIF DALAM DIALOG FILM ―ALANGKAH LUCUNYA NEGERI INI‖ KARYA DEDDY MIZWAR Dina Mariana br Tarigan dinamarianabrtariganyahoo.com Abstract - Tindak Tutur Direktif dan Ekspresif dalam Dialog Film ―Alangkah Lucunya Negeri Ini‖ Kar

0 0 12

KRITIK SOSIAL DALAM NASKAH DRAMA ALANGKAH LUCUNYA NEGERI INI KARYA DEDDY MIZWAR

0 1 17

REPRESENTASI KEKERASAN PADA ANAK DALAM FILM ” ALANGKAH LUCUNYA NEGERI INI ” ( Studi Semiotik Mengenai Represe ntasi Kekerasan Pada Anak Dalam Film ” Alangkah Lucunya Negeri Ini ” karya Deddy Mizwar )

0 1 18

Tindak tutur dalam film Alangkah Lucunya (Negeri ini) karya Deddy Mizwar - USD Repository

0 0 144