semua pelaku, c The Participants Must have the Appropriate Intentions Pelaku harus mempunyai maksud yang sesuai
22
. Setelah Austin mengemukakan pemikirannya mengenai tuturan
performatif, Searle mengembangkan lagi pendapat Austin tersebut. Searle mengembangkan hipotesa bahwa pada hakekatnya semua tuturan mengandung
tindakan, dan bukan hanya tuturan yang mempunyai kata kerja performatif. Searle berpendapat bahwa unsur yang paling kecil dalam komunikasi adalah tindak tutur
seperti menyatakan, membuat pertanyaan, memberi perintah, menguraikan, menjelaskan, meminta maaf, berterima kasih, mengucapkan selamat, dan lain-lain.
Selain mengambangkan hipotesa bahwa setiap tuturan mengandung tindakan, Searle juga membagi tindak tutur menjadi tiga macam tindakan yang berbeda,
yaitu tindak lokusioner ‘utterance act’atau ‘locutionary act’, tindak ilokusioner ‘ilocusinary act’, dan tindak perlokusioner ‘perlocusionary act’
23
.
b. Lokusi, Ilokusi, Perlokusi
Tindak tutur lokusi adalah tindak bertutur dengan kata, frasa, dan kalimat sesuai dengan makna yang dikandung oleh kata, frasa, dan kalimat itu. Tindak
tutur ini dapat disebut sebagai the act of saying something
24
. Dalam tindak lokusioner tidak dipermasalahkan maksud dan fungsi tuturan yang disampaikan
oleh si penutur. Misalnya, tuturan saya lapar semata-mata hanya dimaksudkan untuk memberitahu mitra tutur bahwa pada saat dimunculkannya tuturan itu
penutur sedang merasa lapar. Tindak tutur ilokusioner dalah melakukan sesuatu dengan maksud dan
fungsi tertentu pula. Tindak tutur ini dapat dikatakan sebagai the act of doing something
25
. Tuturan saya lapar yang diucapkan penutur bukan semata-mata dimaksudkan untuk memberitahu mitra tutur bahwa pada saat dituturkannya
tuturan itu rasa lapar sedang bersarang pada perut penutur, namun lebih dari itu bahwa penutur menginginkan mitra tutur melakukan tindakan tertentu yang
berkaitan dengan rasa lapar yang sedang penutur rasakan itu.
22
F.X Nadar, Pragmatik dan Penelitian Pragmatik, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009, h. 11-12
23
Ibid., h 12-14
24
Kunjana Rahardi, Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia, Jakarta: Erlangga,2005, h. 35
25
Ibid
Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang menumbuhkan pengaruh kepada mitra tutur. Tindak tutur ini dapat disebut dengan the act of affecting
someone
26
. Tuturan saya lapar, misalnya dapat digunakan untuk memberikan isyarat kepada mitra tutur agar mitra tutur memberikan penutur sebuah makanan.
C. Kesantunan
Manusia sebagai makhluk sosial tentu tidak terlepas dari kegiatan berkomunikasi dengan sesama. Agar komunikasi berjalan dengan baik, maka
penutur dan mitra tutur harus menggunakan bahasa yang baik pula, bahasa yang dapat dimengerti oleh peserta tutur. Agar tercapainya tujuan penutur kepada mitra
tutur selain harus menggunakan bahasa yang baik, peserta tutur pun harus memiliki kesantunan dalam berbahasa. Setiap orang harus memiliki tatacara
berbahasa sesuai dengan norma-norma budaya, jika tidak maka ia mendapat nilai negatif seperti, disebut sebagai orang yang sombong, egois, angkuh bahkan tidak
berbudaya. Oleh sebab itu dapat ditegaskan bahwa berbicara atau bertutur sapa yang tidak baik memungkinkan setiap orang untuk dapat terlibat dan mengambil
peran secara aktif dalam penuturan itu adalah aktivitas yang asosial
27
. Dalam Kamus Linguistik, kesantunan merupakan hal yang
memperlihatkan kesadaran akan martabat orang lain. Kesantunan ini dibagi menjadi dua, yaitu kesantunan positif hal yang memperlihatkan solidaritas dengan
orang lain, dan kesantunan negatif hal yang memperlihatkan kesadaran akan hak orang lain untuk tidak merasa dipaksa bersikap tertentu atau dipaksa melakukan
sesuatu
28
. Leech mengatakan bahwa kesantunan merupakan ujaran yang membuat
orang lain dapat menerima dan tidak menyakiti perasaannya. Sedangkan Yule menyatakan bahwa kesantunan adalah usaha mempertunjukan kesadaran yang
26
Ibid, h. 36
27
Kunjana Rahardi, Sosiopragmatik, jakarta: Erlangga, 2009, h. 22
28
Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik, Jakarta:PT Gramedia, 2008,h. 119
berkenaan dengan muka orang lain. Kesantunan dapat dilakukan dalam situasi yang bergayut dengan jarak sosial dan keintiman
29
. Berdasarkan pemaparan para ahli di atas, kesantunan adalah suatu usaha
menyampaikan maksud dalam situasi tertentu dengan menjaga perasaan mitra tutur agar tidak menyinggung atau menyakiti perasannya.
D. Prinsip Kesantunan Leech
Pada tahun 1983 Leech berkontribusi memaparkan prinsip kesantunan dan dianggap paling lengkap hingga kini. Prinsip kesantunan ini dituangkan dalam
enam maksim. Leech menggunakan istilah maksim untuk menekankan yang baik kepada pendengar, mengurangi yang tidak tepat, dan membalikkan strategi
pembicaraan tentang seseorang
30
. Berikut ini enam maksim yang merupakan prinsip kesantunan menurut Leech
31
: 1
Maksim Kearifan Buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin, buatlah keuntungan orang lain
sebesar mungkin. Contoh: A: “silakan dimakan gulainya Di dalam masih banyak, ko”
B: “wah, enak sekali. Siapa yang memasak ini tadi, Bu?” Di dalam tuturan di atas, tampak dengan jelas bahwa apa yang dituturkan A
sangat memaksimalkan keuntungan pada B. 2
Maksim Kedermawanan Buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin, buatlah kerugian sendiri sebesar
mungkin. Contoh: A : “wah motorku sepertinya rusak.”
B :“pakai motorku juga boleh, saya tidak menggunakannya hari ini.”
29
George Yule dalam buku Hindun, Pragmatik untuk Perguruan Tinggi, Depok: Nofa Citra Mandiri, 2012, h. 67.
30
K.M. Jaszczolt, Semantics and Pragmatics: Meaning in Language and Discourse, London:Longman,2002, h. 176
31
Geoffrey Leech, diterjemahkan oleh M.D.D Oka, Prinsip-prinsip Pragmatik, Jakarta: UI press, 1993, h. 206.