Komponen Kognitif terhadap Singkong

Tabel 19. Jumlah dan Persentase Responden pada Kelompok Petani dan Kelompok Non Petani Berdasarkan Komponen Kognitif terhadap Singkong Tingkat Pengetahuan dan Keyakinan terhadap Singkong Jumlah Total Persentase Petani n=25 Non Petani n=25 Jml Jml Tinggi 2 8 9 36 11 22 Sedang 23 92 15 60 38 76 Rendah 1 4 1 2 Total 25 100 25 100 50 100 Dimensi pada Komponen Kognitif terhadap Singkong Dimensi komponen kognitif dapat dijabarkan lebih rinci pada lampiran 3. Pengetahuan dan keyakinan mengenai harga yaitu pengetahuan dan keyakinan bahwa singkong harganya murah. Mayoritas responden petani tidak setuju jika harga singkong murah di pasaran, karena tidak sesuai dengan jerih payah mereka dalam memanen singkong yang harus menunggu waktu selama 9 bulan. Sedangkan bagi responden non petani, memiliki pandangan yang berbeda mengenai harga singkong yang murah merupakan hal yang biasa, karena di pasaran harga singkong memang murah. Sebagian besar responden yaitu 44 persen petani dan 38 persen non petani menganggap bahwa singkong mengenyangkan. Selain itu, rata-rata responden yaitu terdapat 49 persen menganggap bahwa singkong dapat dijadikan makanan cemilan. Masa tanam singkong sampai saat masa panen yang cukup lama, namun tidak menyulitkan masyarakat untuk mendapatkan singkong. Sebesar 38 persen petani dan 44 persen non petani menganggap bahwa singkong mudah didapat. Dari dimensi keunggulan lainnya yaitu sebagian besar responden menganggap bahwa singkong digemari oleh seluruh keluarga yaitu terdapat rata-rata responden 48 persen setuju dengan pernyataan ini, karena selain rasanya yang enak singkong juga dapat dibuat bermacam-macam makanan. Hal ini dibuktikan oleh persentase responden yang tinggi terhadap pernyataan ini yaitu terdapat 50 persen responden setuju dengan pernyataan ini. Biasanya aneka makanan yang dibuat dari singkong menjadi makanan cemilan yang disukai oleh keluarga, seperti kolak, keripik, opak, timus, kue cendil, enyek-enyek, dan rempeyek. Dimensi keunggulan lainnya yaitu singkong tidak cepat busuk. Namun, sebagian besar responden yaitu 42 persen responden petani dan 34 responden non petani menganggap bahwa singkong cepat busuk sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama. Bagi sebagian responden menganggap bahwa singkong tidak menyebabkan perut kembung, namun persentasenya lebih besar dibandingkan dengan responden yang menganggap bahwa singkong dapat menyebabkan perut kembung. Sebesar 32 persen responden petani dan 36 persen responden non petani mempercayai bahwa singkong tidak membuat perut kembung. Dimensi terakhir yang akan dibahas adalah dimensi budaya yaitu pengetahuan dan keyakinan akan timbul rasa malu jika menyuguhkan singkong untuk tamu, singkong tidak cocok dikonsumsi dengan lauk, dan singkong hanya dikonsumsi oleh keluarga yang tidak mampu. Namun, sebagian besar responden yaitu 42 persen petani dan 44 persen non petani meyakini bahwa tidak memalukan jika menyuguhkan singkong untuk tamu. Hanya rata-rata 5 persen saja responden yang meyakini bahwa menyuguhkan singkong kepada tamu dapat menimbulkan rasa malu. Rasa malu yang timbul karena menyuguhkan singkong untuk tamu biasanya timbul jika singkong yang disajikan hanya direbus atau digoreng saja, namun jika singkong dibuat menjadi makanan olahan lain dapat mengurangi rasa malu. Umumnya singkong dikonsumsi tanpa lauk oleh responden, namun sebesar 4 persen responden dan 2 persen responden menganggap bahwa singkong cocok dikonsumsi dengan lauk seperti ikan. Biasanya singkong direbus terlebih dahulu sebelum dikonsumsi dengan ikan, dan biasanya ikan dicampur dengan sambal. Bagi responden yang menganggap hal ini sudah biasa, menurutnya rasanya enak seperti layaknya dikonsumsi dengan nasi. Walaupun harga singkong murah, tetapi singkong tidak hanya dikonsumsi oleh orang yang tidak mampu saja. Hal ini dibuktikan dengan persentase responden yang meyakini bahwa singkong tidak hanya dikonsumsi oleh orang yang tidak mampu saja sebesar 44 responden petani dan 34 persen responden non petani. Perbandingan Dimensi pada Komponen Kognitif terhadap Singkong Tabel 20. Jumlah Skor Rata-Rata pada Setiap Pernyataan Komponen Kognitif terhadap Singkong No Pengetahuan dan Keyakinan terhadap Singkong Skor Rata-Rata Kelompok Responden Skor Rata- Rata Keseluruhan Petani Non Petani Jumlah Harga 1 Harga murah 1,96 2,36 2,16 Keunggulan 1 Mengenyangkan 2,80 2,56 2,68 2 Makanan cemilan 2,96 3,00 2,98 3 Mudah didapat 2,64 2,80 2,72 4 Digemari oleh keluarga 3,00 2,92 2,96 5 Dapat dibuat bermacam-macam makanan 3,00 3,00 3,00 6 Tidak membuat perut kembung 2,40 2,56 2,48 7 Tidak cepat busuk 1,28 1,56 1,26 Budaya 1 Memalukan menyuguhkan makanan ini untuk tamu 1,28 1,20 1,24 2 Cocok dikonsumsi dengan lauk 1,32 1,12 1,22 3 Hanya dikonsumsi oleh keluarga yang tidak mampu 1,20 1,56 1,38 Rata-Rata Skor Kognitif 2,17 2,24 2,20 Pada Tabel 20 dapat dilihat intensitas pengetahuan dan keyakinan responden pada masing-masing dimensi kognitif terhadap singkong. Pandangan yang relatif sama pada kedua kelompok responden tersebut adalah singkong dapat dibuat bermacam-macam makanan. Dengan kata lain, singkong dapat diterima sebagai bahan makanan pokok pengganti beras karena singkong dapat dijadikan berbagai macam-macam makanan. Selain itu pandangan responden yang relatif sama juga terjadi kedua kelompok responden yang menganggap singkong dapat dijadikan sebagai makanan cemilan dan digemari oleh keluarga. Singkong sebagai makanan cemilan karena singkong biasanya dikonsumsi setelah mengkonsumsi nasi atau sekedar berkumpul bersama keluarga dan tetangga. Hal ini yang menyebabkan singkong menjadi salah satau makanan yang digemari oleh keluarga. Pada kelompok responden petani dan responden non petani terdapat perbedaan pandangan atau persepsi mengenai harga singkong yang murah. Bagi kelompok responden petani menginginkan harga singkong yang sedikit tinggi. Namun, bagi kelompok responden non petani tetap menginginkan harga singkong yang murah. Selanjutnya, banyak responden yang tidak tahu bahwa singkong tidak cepat busuk. Karena sebagian besar responden hanya mengetahui bahwa singkong hanya tahan selama satu minggu jika telah melewati masa panen. Pandangan berbeda lainnya terjadi pada kedua responden pada dimensi budaya yang mengatakan bahwa singkong tidak hanya dikonsumsi oleh keluarga yang tidak mampu saja. Hal ini dapat dilihat pada persentase kelompok responden non petani lebih tinggi dibandingkan persentase kelompok responden petani yang mengatakan bahwa singkong tidak hanya dikonsumsi oleh keluarga yang tidak mampu saja. Artinya ada sebagian kelompok responden non petani yang memiliki pandangan bahwa singkong memang dikonsumsi oleh orang yang tidak mampu saja. Tetapi, pada kenyataannya singkong memang dikonsumsi oleh semua masyarakat baik masyarakat yang tidak mampu maupun yang mampu. Selain itu, masyarakat pun tidak merasa malu jika menyuguhkan singkong untuk tamu. Hal ini disebabkan oleh hampir semua responden menyuguhkan singkong untuk tamu jika dirumah mereka terdapat singkong. Kedua responden juga berpandangan bahwa singkong tidak cocok dikonsumsi dengan lauk. Hanya sebagian kecil responden yang mengkonsumsi singkong dengan lauk, seperti ikan.

6.1.2 Komponen Afektif terhadap Singkong

Komponen afektif terhadap singkong adalah aspek yang menyangkut perasaan serta penilaian masyarakat terhadap singkong sebagai bahan makanan pokok pengganti beras. Komponen afektif dilihat dari dimensi rasa enak dan nikmat serta dimensi perasaan malu. Komponen afektif memiliki 3 pernyataan. Pernyataan yang diajukan memiliki tiga pilihan jawaban yaitu tidak setuju skor 1, ragu-ragu skor 2, dan setuju skor 3. Pada Tabel 21 menunjukkan bahwa secara keseluruhan terdapat kesamaan pada setiap kelompok responden. Kedua responden yang memiliki perasaan positif terhadap singkong lebih kecil persentasenya dibandingkan dengan responden yang memiliki perasaan netral yaitu hanya 16 persen. Sedangkan rata-rata responden memiliki perasaan netral terhadap singkong yaitu terdapat 84 persen. Artinya sikap responden biasa saja terhadap singkong. Berdasarkan Tabel 21 juga dapat diketahui bahwa tidak ada responden yang memiliki perasaan negatif terhadap singkong. Tabel 21. Jumlah dan Persentase Responden pada Kelompok Petani dan Kelompok Non Petani Berdasarkan Komponen Afektif terhadap Singkong Tingkat Perasaan terhadap Singkong Jumlah Total Persentase Petani n=25 Non Petani n=25 Jumlah Jumlah Positif 4 16 4 16 8 16 Netral 21 84 21 84 42 84 Negatif Total 25 100 25 100 50 100 Dimensi pada Komponen afektif terhadap Singkong Perasaan positif, netral, dan negatif terhadap singkong yang berbeda-beda pada setiap kelompok responden merupakan kecenderungan perasaan responden mengenai singkong tentang rasanya enak dan nikmat dan perasaan malu. Bila dijabarkan lebih rinci dapat dilihat pada lampiran 3, maka dapat diketahui bahwa terdapat 50 persen kelompok responden petani yang berpendapat bahwa rasa singkong enak dan sebanyak 46 persen kelompok responden non petani juga berpendapat bahwa rasa singkong enak. Namun, dari kelompok responden non petani ada yang berpendapat bahwa rasa singkong tidak enak sebanyak 2 persen, dan berpendapat ragu-ragu terhadap rasa singkong yang enak sebanyak 2 persen. Pada kelompok responden petani sebanyak 46 persen berpendapat bahwa singkong nikmat, dan sebanyak 4 persen yang mengatakan ragu-ragu.

Dokumen yang terkait

Peranserta Masyarakat dalam Pembangunan Desa (Studi Kasus di Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

0 3 87

Hubungan Antara Karakteristik, Tingkat Pendapatan dan Interaksi Sosial pada paemuda Sirkulator ( Kasus Desa Cibatok II Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor Jawa Barat)

0 8 74

Respon Masyarakat Pedesaan terhadap Penayangan Ikan Partai Politik di Televisi (Kasus Penduduk Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat)

0 7 136

Efek Iklan Layanan Masyarakat "Versi Pak Lurah “ Terhadap Perilaku Pemilih Dalam Pemungutan Suara. Kasus Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.

0 13 118

Kelembagaan Pengajian dalam Pembangrman Masyarakat Perdesaan (Studi Kasus Kelembagaan Pengajian di Desa Situ 1lir, Kecamatan Cibungbulang, Bogar)

0 10 156

Kajian pola dan struktur tata ruang perdesaan (studi kasus desa Cibatok satu, kecamatan Cibungbulang, kabupaten Bogor)

0 9 98

Perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah (Kasus masyarakat Kelurahan Gunung Batu, Kecamatan bogor Barat, Kota Bogor dan Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat

0 12 117

Partisipasi lansia dalam kelembagaan politik desa:kasus Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor

1 28 174

Analisis pengaruh program pemerintah terhadap tingkat kemiskinan rumah tangga di pedesaan melalui program bantuan langsung tunai (BLT) dan raksa desa. Kasus desa Cibatok satu kecamatan Cibungbulang Kab. Bogor Propinsi Jawa Barat.

1 28 153

POLA PENCARIAN INFORMASI DIKALANGAN MASYARAKAT PEDESAAN (Studi Kasus Masyarakat Desa Rambat Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan Provinsi Jawa Tengah)

0 0 16