86
3. Perbedaan Higher Order Thinking Skills Peserta Didik pada Penerapan
Model Problem Based Learning dan Learning Cycle 5E
Higher Order Thinking Skills peserta didik diukur menggunakan instrumen soal Higher Order Thinking Skills. Soal yang digunakan dalam
penelitian ini berisi tujuh soal essay. Soal ini diberikan kepada peserta didik setelah pembelajaran selesai dilakukan baik untuk kelas eksperimen maupun kelas
kontrol. Pada kelas eksperimen diterapkan model Problem Based Learning dan kelas kontrol diterapkan model Learning Cycle 5E.
Penerapan kedua model pembelajaran tersebut ditinjau dari Higher Order Thinking Skills peserta didik yang muncul, dapat dilihat perbedaannya melalui
beberapa uji statistik. Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah ada perbedaan dalam Higher Order Thinking Skills antara peserta didik yang
menggunakan model Problem Based Learning dengan peserta didik yang menggunakan model Learning Cycle 5E
pada materi pokok “Larutan Asam dan Basa” di Kelas XI Semester II SMA Negeri 1 Prambanan Sleman, jika
pengetahuan awal kimia dikendalikan secara statistik. Hipotesis ini kemudian dianalisis menggunakan uji anakova satu jalur.
Analisis kovarian satu jalur digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan rerata suatu variabel terikat antara dua kelompok apabila variabel lain yang
berpengaruh terhadap variabel terikat dikendalikan. Variabel terikat tersebut adalah Higher Order Thinking Skills peserta didik pada kelas eksperimen dan
kelas kontrol. Ada atau tidaknya perbedaan antara Higher Order Thinking Skills peserta didik kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat diketahui melalui uji
anakova satu jalur tersebut. Uji anakova dihitung dengan melakukan pengendalian
87 statistik yang berguna untuk memurnikan perubahan-perubahan yang terjadi pada
variabel terikat sebagai akibat dari pengaruh variabel-variabel luar. Pengendalian terhadap pengaruh luar dalam penelitian memiliki fungsi yang penting terutama
untuk mempelajari pengaruh murni suatu perlakuan pada variabel tertentu terhadap variabel lain. Higher Order Thinking Skills dalam hal ini berperan
sebagai variabel terikat dan pengetahuan awal kimia berperan sebagai variabel kontrol.
Hasil pengambilan data hasil tes Higher Order Thinking Skills peserta didik pada kelas eksperimen dan kelas kontrol menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan rerata nilai. Rerata nilai hasil tes Higher Order Thinking Skills pada kelas eksperimen sebesar 85,60, sedangkan kelas kontrol sebesar 80,50. Melalui
hasil tersebut dapat dikatakan bahwa pembelajaran kimia kelas eksperimen memiliki rerata nilai Higher Order Thinking Skills yang lebih tinggi daripada
kelas kontrol. Perbedaan dalam Higher Order Thinking Skills peserta didik dapat
dibuktikan melalui uji hipotesis anakova satu jalur dengan mengendalikan pengetahuan awal kimia peserta didik secara statistik. Berdasarkan hasil
perhitungan, diperoleh F
hitung
sebesar 0,004 atau F
hitung
0,05, maka H ditolak
dan Ha diterima. Hal ini dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan dalam Higher Order Thinking Skills antara peserta didik yang menggunakan model Problem
Based Learning dengan peserta didik yang menggunakan model Learning Cycle 5E pada materi
pokok “Larutan Asam dan Basa” di Kelas XI Semester II SMA
88 Negeri 1 Prambanan Sleman, jika pengetahuan awal kimia dikendalikan secara
statistik. Setelah dilakukan tes Higher Order Thinking Skills dan analisis jawaban
pada kedua kelas, peserta didik pada kelas eksperimen yang menggunakan model Problem Based Learning menunjukkan soal Higher Order Thinking Skills yang
mampu dikuasai peserta didik sebesar 85,60, sedangkan pada kelas kontrol yang menggunakan model Learning Cycle 5E menunjukkan soal Higher Order
Thinking Skills yang mampu dikuasai peserta didik sebesar 80,50 yang dijawab benar oleh peserta didik. Berdasarkan jawaban peserta didik kelas eksperimen
banyak ditemui kesalahan pada soal nomor 5 poin b. Hal ini dapat dilihat melalui perbedaan antara kunci jawaban soal kelas eksperimen pada Gambar 3 dan
jawaban peserta didik kelas eksperimen pada Gambar 4 dan Gambar 5.
89 Apabila diketahui konsentrasi masing-masing larutan adalah 0,1 M, maka:
1 pH larutan HF Apabila diketahui nilai Ka HF = 6,8 x 10
-4
dan Ma HF = 0,1 M, maka [H
+
] dapat ditentukan nilainya yaitu:
= =
= Apabila nilai [H
+
]larutan HF = , maka nilai pH larutan HF
yaitu: =
= Jadi pH larutan HF dengan konsentrasi 0,1 M yaitu
2 pH larutan H
2
S Apabila diketahui nilai Ka H
2
S = 8,9 x 10
-9
dan Ma H
2
S = 0,1 M, maka [H
+
] dapat ditentukan nilainya yaitu:
= =
= Apabila nilai [H
+
]larutan HF = , maka nilai pH larutan HF
yaitu: =
= Jadi pH larutan HF dengan konsentrasi 0,1 M yaitu 5,5
3 pH larutan HOCl Apabila diketahui nilai Ka HOCl = 3 x 10
-8
dan Ma HOCl = 0,1 M, maka [H
+
] dapat ditentukan nilainya yaitu: =
= =
Apabila nilai [H
+
]larutan HF = , maka nilai pH larutan HF
yaitu: =
= Jadi pH larutan HF dengan konsentrasi 0,1 M yaitu 5
Gambar 3. Kunci Jawaban Soal Kelas Eksperimen
90 Gambar 4. Jawaban Peserta Didik Kelas Eksperimen
Gambar 5. Jawaban Peserta Didik Kelas Eksperimen Secara keseluruhan,
jawaban peserta didik kelas eksperimen menunjukkan bahwa peserta didik mampu menganalisis dan mengaplikasikan
rumus perhitungan pH asam dan basa yang harus digunakan ke dalam soal. Namun, peserta didik masih memiliki kelemahan dalam mensintesis atau
menyatukan disiplin ilmu lain ke dalam ilmu kimia. Kesulitan peserta didik
91 terutama saat menerapkan konsep perhitungan matematika pembagian bilangan
berpangkat ke dalam soal perhitungan pH larutan asam lemah. Peserta didik terlihat mulai kesulitan ketika dihadapkan pada pengakaran bilangan berpangkat,
sehingga hasil perhitungan pH peserta didik menjadi kurang tepat. Kelemahan peserta didik dalam mensintesis disiplin ilmu lain dapat menyebabkan peserta
didik menjadi kesulitan dalam menarik kesimpulan berdasarkan data yang diperoleh.
Sedangkan berdasarkan jawaban peserta didik kelas kontrol banyak ditemui kesalahan pada soal nomor 5 poin a. Hal ini dapat dilihat melalui
perbedaan antara kunci jawaban soal kelas kontrol pada Gambar 6 dan jawaban peserta didik kelas kontrol pada Gambar 7.
a. Diketahui Tabel 2 yaitu tabel kekuatan asam:
No Larutan
Kekuatan Asam Ka
1 HF
Ka = 6,8 x 10
-4
2 H
2
S Ka = 8,9 x 10
-9
3 HOCl
Ka = 3,0 x 10
-8
Berdasarkan Tabel 2, urutan kekuatan asam yaitu HF HOCl H
2
S Gambar 6. Kunci Jawaban Soal Kelas Kontrol
92 Gambar 7. Jawaban Peserta Didik Kelas Kontrol
Sama halnya dengan kelas eksperimen, jawaban peserta didik kelas kontrol menunjukkan bahwa peserta didik memiliki kelemahan dalam mensintesis
atau menyatukan disiplin ilmu lain ke dalam ilmu kimia. Terutama dalam menguraikan bilangan berpangkat menjadi bilangan desimal untuk mengurutkan
kekuatan asam berdasarkan nilai Ka. Sebagian peserta didik beranggapan bahwa semakin besar nilai pangkat suatu bilangan, maka semakin besar pula nilai
bilangan tersebut. Peserta didik pada kedua kelas sama-sama memiliki kelemahan yang berhubungan dengan bilangan berpangkat. Solusi yang dapat dilakukan
adalah dengan melakukan pembahasan atau penekanan pada soal yang menggunakan bilangan pangkat negatif.
Pembelajaran dengan menggunakan Problem Based Learning merupakan pembelajaran yang menantang peserta didik dalam berpikir dan membuat peserta
didik aktif dalam belajar, sehingga peserta didik semangat dalam mengikuti proses pembelajaran. Selain itu model pembelajaran tersebut tergolong masih
93 jarang diterapkan. Penerapan model ini mampu menumbuhkan semangat dan pola
pikir peserta didik untuk menyelesaikan suatu masalah dalam proses pembelajaran kimia. Model ini juga meningkatkan tanggung jawab peserta didik tentang apa
yang harus mereka pelajari melalui cara yang menarik sehingga peserta didik akan terdorong untuk aktif belajar dan pada akhirnya kemauan belajar pun dapat
meningkat. Lain halnya dengan pembelajaran yang menggunakan model Learning
Cycle 5E. Penerapan model ini membutuhkan waktu yang lebih banyak dalam pelaksanaan pembelajaran. Selain itu juga dibutuhkan pengelolaan kelas yang
lebih terencana. Namun, pada pelaksanaannya peserta didik kelas kontrol sulit untuk dikondisikan sehingga pembelajaran menjadi tidak bermakna. Oleh
karenanya, rerata nilai hasil tes Higher Order Thinking Skills peserta didik pada penerapan model Problem Based Learning lebih tinggi daripada penerapan model
Learning Cycle 5E. Dalam model Problem Based Learning terdapat faktor latihan dan
ulangan. Faktor ini mengacu pada proses mengulang peserta didik terhadap latihan-latihan soal sesuai dengan materi yang telah dipelajari. Intensitas
mengulangi sesuatu dapat membuat peserta didik menjadi lebih menguasai secara mendalam akan kecakapan dan pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya, tanpa
adanya latihan pengalaman-pengalaman yang telah dimiliki dapat menjadi hilang atau berkurang Purwanto, 2010. Pada materi pokok “Larutan Asam dan Basa”
terdapat beberapa materi hafalan dan hitungan, sehingga diperlukan banyak latihan soal agar terampil dalam memecahkan soal. Selain itu, banyaknya
94 pengulangan materi juga dapat membuat peserta didik mampu memiliki
pemahaman yang lebih dalam. Pada kelas eksperimen yang menggunakan model Problem Based
Learning, peserta didik cenderung lebih aktif untuk mengulang materi, terlihat dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan menjurus pada sumber belajar lain yang
tidak diberikan peneliti. Apabila terdapat soal yang tidak dapat dipecahkan, peserta didik pada kedua kelas tidak enggan untuk menanyakan pada peneliti.
Meskipun, masih terdapat beberapa peserta didik yang enggan untuk mengulang materi dan tidak menganggap penting akan hal tersebut. Hasil dari penelitian ini
sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Zejnilagić-Hajrić, Šabeta, dan
Nuić pada tahun 2015, yang menyatakan bahwa model Problem Based Learning lebih efektif untuk diterapkan serta mampu meningkatkan pemahaman konsep
peserta didik.
4. Perbedaan Menganalisis, Mengevaluasi, dan Mencipta Peserta Didik