PERBEDAAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DAN MODEL LEARNING CYCLE 5E TERHADAP HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS) PESERTA DIDIK KELAS XI SEMESTER II SMA NEGERI 1 PRAMBANAN SLEMAN TAHUN AJARAN 2016/2017.
i
PERBEDAAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DAN MODEL LEARNING CYCLE 5E TERHADAP HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS) PESERTA DIDIK KELAS XI SEMESTER II
SMA NEGERI 1 PRAMBANAN SLEMAN TAHUN AJARAN 2016/2017
TUGAS AKHIR SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi
Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
Afifah Yumna Novinta NIM 13303244028
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA KELAS INTERNASIONAL FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2017
(2)
ii
PERBEDAAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DAN MODEL LEARNING CYCLE 5E TERHADAP HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS) PESERTA DIDIK KELAS XI SEMESTER II
SMA NEGERI 1 PRAMBANAN SLEMAN TAHUN AJARAN 2016/2017 Oleh:
Afifah Yumna Novinta 13303244028 Pembimbing:
Prof. Dr. Endang Widjajanti LFX ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) ada tidaknya perbedaan dalam Higher Order Thinking Skills antara peserta didik yang menggunakan model Problem Based Learning dengan peserta didik yang menggunakan model Learning Cycle 5E, jika pengetahuan awal kimia dikendalikan secara statistik, 2) ada tidaknya perbedaan dalam menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta antara peserta didik yang menggunakan model Problem Based Learning dengan peserta didik yang menggunakan model Learning Cycle 5E, dan 3) kategori Higher Order Thinking Skills peserta didik di SMA Negeri 1 Prambanan Sleman setelah penerapan model Problem Based Learning.
Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas XI MIPA SMA Negeri di Indonesia yang menggunakan Kurikulum 2013. Sampel yang digunakan berjumlah 48 peserta didik kelas XI MIPA SMA Negeri 1 Prambanan Sleman. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling.Pengujian hipotesis dilakukan menggunakan uji anakova satu jalur (oneway anacova).
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa: 1) ada perbedaan dalam Higher Order Thinking Skills antara peserta didik yang menggunakan model Problem Based Learning dengan peserta didik yang menggunakan model Learning Cycle 5E, jika pengetahuan awal kimia dikendalikan secara statistik, 2) ada perbedaan dalam menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta antara peserta didik yang menggunakan model Problem Based Learning dengan peserta didik yang menggunakan model Learning Cycle 5E, dan 3) kategori Higher Order Thinking Skills peserta didik di SMA Negeri 1 Prambanan Sleman setelah penerapan model Problem Based Learning termasuk kategori baik. Kata kunci: higher order thinking skills, hots, pbl, problem based learning
(3)
iii
THE DIFFERENCE BETWEEN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) MODEL AND LEARNING CYCLE 5E MODEL TOWARD HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS) ON SECOND SEMESTER OF 11th
GRADE STUDENTS IN SMA NEGERI 1 PRAMBANAN SLEMAN AT ACADEMIC YEAR 2016/2017
By:
Afifah Yumna Novinta 13303244028
Supervisor:
Prof. Dr. Endang Widjajanti LFX ABSTRACT
The aims of this research were to know: 1) the difference in Higher Order Thinking Skills between students who attending class which using Problem Based Learning model and students who attending class which using Learning Cycle 5E model, if the student prior knowledge was controlled statistically, 2) the difference in analyze, evaluate, and create between students who attending class which using Problem Based Learning model and students who attending class which using Learning Cycle 5E model, and 3) Higher Order Thinking Skills category of SMA Negeri 1 Prambanan Sleman students after the implementation of Problem Based Learning model.
The population of this research were students of 11th grade Science SMA Negeri in Indonesia. Samples that used were 48 students of 11th grade Science in SMA Negeri 1 Prambanan Sleman. Samples of the research were determined by purposive sampling method. The hypothesis was analyzed by using oneway anacova.
The result of this research showed that: 1) there was difference in Higher Order Thinking Skills between students who attending class which using Problem Based Learning model and students who attending class which using Learning Cycle 5E model, if student prior knowledge was controlled statistically, 2) there was difference in analyze, evaluate, and create between students who attending class which using Problem Based Learning model and students who attending class which using Learning Cycle 5E model, and 3) Higher Order Thinking Skills category of SMA Negeri 1 Prambanan Sleman students after the implementation of Problem Based Learning model was good.
(4)
iv
HALAMAN PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Afifah Yumna Novinta
NIM : 13303244028
Program Studi : Pendidikan Kimia Kelas Internasional Judul TAS : Perbedaan Model Problem Based Learning
(PBL) dan Model Learning Cycle 5E terhadap Higher
Order Thinking Skills (HOTS) Peserta Didik Kelas XI
Semester II SMA Negeri 1 Prambanan Sleman Tahun Ajaran 2016/2017
menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang telah lazim.
Yogyakarta, 8 Mei 2017 Yang menyatakan,
Afifah Yumna Novinta NIM. 13303244028
(5)
v
HALAMAN PERSETUJUAN
Tugas Akhir Skripsi dengan Judul
Perbedaan Model Problem Based Learning (PBL) dan Model Learning Cycle 5E terhadap Higher Order Thinking Skills (HOTS) Peserta Didik Kelas XI
Semester II SMA Negeri 1 Prambanan Sleman Tahun Ajaran 2016/2017
Disusun oleh: Afifah Yumna Novinta
NIM 13303244028
telah memenuhi syarat dan disetujui oleh Dosen Pembimbing untuk dilaksanakan Ujian Tugas Akhir Skripsi
bagi yang bersangkutan.
Yogyakarta, 19 Mei 2017
Mengetahui,
Ketua Program Studi
Sukisman Purtadi, M.Pd. NIP. 19761122 200312 1 002
Disetujui,
Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Endang Widjajanti LFX NIP. 19621203 198601 2 001
(6)
vi
HALAMAN PENGESAHAN Tugas Akhir Skripsi
Perbedaan Model Problem Based Learning (PBL) dan Model Learning Cycle 5E terhadap Higher Order Thinking Skills (HOTS) Peserta Didik Kelas XI
Semester II SMA Negeri 1 Prambanan Sleman Tahun Ajaran 2016/2017
Disusun oleh: Afifah Yumna Novinta
NIM 13303244028
Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Tugas Akhir Skripsi Program Studi Pendidikan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Yogyakarta Pada tanggal 6 Juni 2017
TIM PENGUJI
Nama/ Jabatan Tanda Tangan Tanggal
Prof. Dr. Endang Widjajanti LFX
Ketua Penguji ... ... Dr. Hari Sutrisno
Penguji Utama ... ... Dr. Eli Rohaeti
Penguji Pendamping ... ...
Yogyakarta, Juni 2017
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta
Dekan,
Dr. Hartono, M. Si NIP. 19620329 198702 1 002
(7)
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini saya persembahkan kepada:
Kedua orang tua,
Bapak Subarjo, S. Pd. dan Ibu Yulis Herniarsi Rahayu, S. Pd.
Terima kasih atas segala doa, dukungan, serta kasih sayang yang telah diberikan
Teman-teman seperjuangan, Pendidikan Kimia Internasional 2013
Terima kasih atas dukungan serta kenangan yang mengesankan
(8)
viii
HALAMAN MOTTO
“Janganlah kamu berikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya) jika kamu orang-orang yang
beriman.” (QS. Ali ‘Imran: 139)
(9)
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul
“Perbedaan Model Problem Based Learning (PBL) dan Model Learning Cycle 5E terhadap Higher Order Thinking Skills (HOTS) Peserta Didik Kelas XI Semester II SMA Negeri 1 Prambanan Sleman Tahun Ajaran 2016/2017”. Dalam Skripsi ini tentu saja tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Ibu Prof. Dr. Endang Widjajanti LFX, selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan ilmu dengan kesabarannya dalam membimbing selama penelitian dan penyelesaian penulisan Tugas Akhir Skripsi.
2. Ibu Dr. Eli Rohaeti, selaku Validator instrumen penelitian yang memberikan saran/ masukan perbaikan sehingga penelitian Tugas Akhir Skripsi dapat terlaksana sesuai dengan tujuan.
3. Ibu Prof. Dr. Endang Widjajanti LFX, selaku Ketua dan Sekretaris Penguji, Bapak Dr. Hari Sutrisno, selaku Penguji Utama, dan Ibu Dr. Eli Rohaeti, selaku Penguji Pendamping yang telah memberikan koreksi perbaikan secara komprehensif terhadap Tugas Akhir Skripsi ini.
4. Bapak Drs. Jaslin Ikhsan, M. App. Sc., Ph. D., selaku Ketua Jurusan dan Bapak Sukisman Purtadi, M. Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia beserta dosen dan staf yang telah memberikan bantuan dan fasilitas
(10)
x
selama proses penyusunan pra proposal sampai dnegan selesainya Tugas Akhir Skripsi ini.
5. Bapak Dr. Hartono, M. Si., selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta yang memberikan persetujuan pelaksanaan Tugas Akhir Skripsi.
6. Bapak Darwito, S. Pd., selaku Kepala SMA Negeri 1 Prambanan Sleman yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian Tugas Akhir Skripsi ini.
7. Ibu Supamiarti, S. Pd., selaku guru mata pelajaran kimia SMA Negeri 1 Prambanan Sleman yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian Tugas Akhir Skripsi.
8. Peserta didik kelas XI SMA Negeri 1 Prambanan Sleman Tahun Ajaran 2016/2017, khususnya kelas XI MIPA 3 dan XI MIPA 4 yang bersedia berpartisipasi selama pelaksanaan penelitian Tugas Akhir Skripsi.
9. Semua pihak terkait yang telah memberikan bantuan dalam pelaksanaan penelitian maupun dalam penyusunan Tugas Akhir Skripsi.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan semoga laporan ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Yogyakarta, 8 Mei 2017 Penulis
Afifah Yumna Novinta NIM. 13303244028
(11)
xi DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
HALAMAN PERSETUJUAN ... v
HALAMAN PENGESAHAN ... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii
HALAMAN MOTTO ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Pembatasan Masalah ... 7
D. Perumusan Masalah ... 8
E. Tujuan Penelitian ... 8
F. Manfaat Penelitian ... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori ... 11
B. Penelitian yang Relevan ... 26
C. Kerangka Berpikir ... 28
D. Hipotesis Penelitian ... 30
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian ... 32
(12)
xii
C. Populasi dan Sampel ... 33
D. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data ... 35
E. Tenik Analisis Data ... 43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 50
B. Pembahasan ... 59
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 99
B. Saran ... 100
DAFTAR PUSTAKA ... 101
(13)
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Desain Penelitian... 32
Tabel 2. Kisi-Kisi Lembar Observasi Higher Order Thinking Skills ... 37
Tabel 3. Kisi-Kisi Soal Higher Order Thinking Skills ... 38
Tabel 4. Kisi-Kisi Angket Respon Peserta Didik ... 40
Tabel 5. Desain Teknik Analisis Data ... 44
Tabel 6. Persentase Kriteria Higher Order Thinking Skills ... 47
Tabel 7. Ringkasan Rumus Anakova Satu Jalur ... 48
Tabel 8. Ringkasan Data Nilai Pengetahuan Awal Kimia Peserta Didik . 51 Tabel 9. Ringkasan Data Hasil Tes Higher Order Thinking Skills Peserta Didik ... 53
Tabel 10. Ringkasan Hasil Uji Normalitas ... 54
Tabel 11. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas ... 55
Tabel 12. Ringkasan Hasil Uji Analisis Deskriptif Higher Order Thinking Skills Kelas Eksperimen ... 56
Tabel 13. Ringkasan Hasil Uji Analisis Deskriptif Higher Order Thinking Skills Kelas Kontrol ... 56
(14)
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Skema Alur Pengambilan Data Penelitian ... 43
Gambar 2. Jawaban LKPD Peserta Didik Kelas Eksperimen ... 69
Gambar 3. Kunci Jawaban Soal Kelas Eksperimen ... 89
Gambar 4. Jawaban Peserta Didik Kelas Eksperimen ... 90
Gambar 5. Jawaban Peserta Didik Kelas Eksperimen ... 90
Gambar 6. Kunci Jawaban Soal Kelas Kontrol ... 91
Gambar 7. Jawaban Peserta Didik Kelas Kontrol ... 92
(15)
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. RPP Kelas Eksperimen ... 106
Lampiran 2. RPP Kelas Kontrol... 166
Lampiran 3. Lembar Observasi Higher Order Thinking Skills (HOTS) ... 210
Lampiran 4. Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS) ... 246
Lampiran 5. Angket Respon Peserta Didik ... 265
Lampiran 6. Data Pengetahuan Awal Kimia ... 269
Lampiran 7. Data Observasi Higher Order Thinking Skills (HOTS) Kelas Eksperimen ... 271
Lampiran 8. Data Observasi Higher Order Thinking Skills (HOTS) Kelas Kontrol ... 273
Lampiran 9. Data Angket Respon Peserta Didik ... 275
Lampiran 10. Data Hasil Tes Higher Order Thinking Skills (HOTS) ... 278
Lampiran 11. Perhitungan Uji Normalitas ... 280
Lampiran 12. Perhitungan Uji Homogenitas ... 284
Lampiran 13. Perhitungan Uji Analisis Deskriptif Higher Order Thinking Skills (HOTS) ... 286
Lampiran 14. Perhitungan Uji Anakova Satu Jalur ... 291
Lampiran 15. Perhitungan Uji Korelasi ... 293
Lampiran 16. Lembar Validasi Penelitian ... 295
Lampiran 17. Dokumentasi Penelitian ... 298
(16)
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara formal, pendidikan dapat diperoleh di sekolah-sekolah. Dalam hal ini, sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan yang berperan penting untuk mengembangkan kepribadian serta potensi peserta didik, sehingga peserta didik dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam pasal 1 Undang-Undang No 20 Tahun 2003:
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.”(h. 2).
Namun, proses pembelajaran di lapangan belum sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Menurut Komalasari (2013) mengatakan bahwa pembelajaran merupakan rangkaian setiap upaya atau kegiatan yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik dalam rangka membuat peserta didik melakukan kegiatan belajar. Keberhasilan dalam keseluruhan proses belajar ini sangat mempengaruhi hasil yang akan dicapai masing-masing peserta didik untuk membentuk pengetahuan.
Melalui proses pembelajaran, dapat melahirkan peserta didik yang berkualitas dan mampu berkompetisi. Untuk itu, perlu dilakukan sebuah peningkatan kualitas pendidikan yang merupakan suatu proses terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pemerintah telah melakukan perbaikan-perbaikan dari waktu ke waktu demi terlaksananya pendidikan yang
(17)
2
berkualitas. Salah satu upaya pemerintah dalam memperbaiki kualitas pendidikan yang ada di Indonesia adalah dengan memperbaiki kurikulum. Kurikulum yang digunakan saat ini adalah Kurikulum 2013 yang memiliki karakteristik dengan adanya pendekatan saintifik (scientific approach). Pada pelaksanaan kurikulum ini, peserta didik dituntut untuk aktif dan ikut berpartisipasi dalam setiap pembelajaran. Oleh karena itu, dapat dikatakan proses pembelajaran di dalam kelas bukan lagi proses pembelajaran yang satu arah (teacher centered), melainkan dua arah (student centered).
Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti di kelas XI MIPA SMA Negeri 1 Prambanan Sleman pembelajaran dilakukan menggunakan model
Learning Cycle 5E. Namun, ditemukan permasalahan bahwa pelaksanaan
pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik tidak sepenuhnya mampu memfasilitasi peserta didik untuk mengasah kemampuan proses berpikir dalam membentuk pengetahuannya. Selain itu, peserta didik juga belum mampu untuk berpikir bagaimana mengaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki dalam membentuk pengetahuan yang bermakna. Padahal dalam proses pembentukan pengetahuan maupun pemecahan masalah diperlukan keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik.
Menurut Rofiah, Aminah, dan Ekawati (2013, h. 18) keterampilan berpikir tingkat tinggi merupakan proses berpikir yang tidak hanya bertumpu pada kemampuan menghafal dan menyampaikan kembali informasi yang telah diketahui. Keterampilan berpikir tingkat tinggi merupakan keterampilan untuk menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta dalam menentukan keputusan dan
(18)
3
memecahkan suatu masalah pada kondisi baru. Keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik yang meliputi keterampilan dalam menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta dapat dikenali apabila peserta didik sedang melakukan kerja dalam proses pembelajaran. Oleh karenanya, setiap proses pembelajaran dilakukan, peserta didik selalu diberikan permasalahan agar pendidik dapat mengenali keterampilan berpikir tingkat tinggi yang dimiliki.
Pada SMA Negeri 1 Prambanan Sleman belum pernah dilakukan pengukuran Higher Order Thinking Skills terutama pada materi pokok “Larutan
Asam dan Basa”, sehingga membuat rendahnya keterampilan peserta didik dalam berpikir yang dapat dilihat dari nilai pengetahuan awal kimia. Pengetahuan awal kimia peserta didik berupa nilai Ujian Akhir Semester I yang belum diolah. Berdasarkan nilai tersebut, peserta didik memiliki kelemahan dalam menerapkan ilmu kimia yang dimiliki untuk menyelesaikan masalah sehari-hari. Hal ini terbukti ketika diberikan pertanyaan mengenai materi sebelumnya, peserta didik tidak mampu untuk mengungkapkan jawaban dengan tepat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tujuan ilmu kimia sebagai proses maupun sebagai produk belum tercapai.
Perlu adanya inovasi untuk mengubah peserta didik menjadi aktif dalam proses pembelajaran kimia. Salah satunya dengan menerapkan model pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman dan keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik. Model pembelajaran yang diterapkan harus disesuaikan dengan karakteristik peserta didik pada SMA Negeri 1 Prambanan Sleman. Model pembelajaran yang sesuai adalah Problem Based Learning dan
(19)
4
Learning Cycle 5E. Model ini dapat menciptakan lingkungan belajar yang dua
arah (student centered).
Materi pembelajaran larutan asam dan basa merupakan materi yang penerapannya berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, dalam pembelajaran materi larutan asam dan basa diperlukan pembelajaran yang dapat mendorong interaksi peserta didik dengan objek, yaitu salah satunya dengan pendekatan kontruktivisme. Peserta didik dapat membangun sendiri pengetahuan melalui pengalaman-pengalaman nyata yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari.
Pendekatan ini tidak dapat diterapkan untuk semua pokok bahasan larutan asam dan basa, misalnya pada pokok bahasan perkembangan teori asam basa dan konsep perhitungan pH. Sebab itu, peserta didik tidak dapat membangun sendiri pengetahuan karena materi tersebut merupakan materi yang abstrak dan tidak jarang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Metode yang sesuai dengan pokok bahasan tersebut adalah metode trial melalui pemberian masalah-masalah yang berbeda-beda dan dilakukan secara berulang. Pemberian masalah-masalah secara berulang dapat memudahkan peserta didik dalam memahami konsep materi tersebut. Salah satu model pembelajaran yang menggunakan pendekatan konstruktivistik dan metode trial adalah model Problem Based Learning.
Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang
mendorong peserta didik untuk mencari solusi dari suatu permasalahan dengan bekerja secara berkelompok. Model ini dilakukan dengan pemberian rangsangan berupa masalah-masalah, yang dilanjutkan dengan proses pemecahan masalah.
(20)
5
Melalui penerapan model ini, diharapkan dapat menambah keterampilan peserta didik dalam mempelajari materi dan merangsang keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik dalam memecahkan masalah (Majid, 2013). Model Problem
Based Learning yang diterapkan meliputi lima tahap, yaitu tahap mengorientasi
peserta didik pada masalah, mengorganisasikan peserta didik untuk belajar, membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya serta memamerkannya, serta menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah (Arends, 2008).
Model Problem Based Learning merupakan salah satu model pembelajaran konstruktivistik. Pada model pembelajaran ini pendidik mengarahkan peserta didik agar mampu menyelesaikan masalah secara sistematis dan logis (Sanjaya, 2016). Model ini didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik, yakni penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata juga. Penerapan model ini dapat mengasah keterampilan berikipir tingkat tinggi peserta didik untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya agar menghasilkan pengetahuan yang bermakna bagi peserta didik (Trianto, 2015).
Berkaitan dengan hal tersebut, peneliti bermaksud melakukan penelitian mengenai penerapan model Problem Based Learning dan model Learning Cycle 5E dalam mengukur Higher Order Thinking Skills peserta didik apabila pengetahuan awal dikendalikan secara statistik. Melalui penerapan model ini diharapkan mampu menciptakan suasana pembelajaran aktif yang didominasi oleh peran peserta didik dalam membangun atau mengkonstruksi pengetahuan melalui
(21)
6
kelompok yang telah ditentukan secara mandiri. Dalam mengkonstruksi pengetahuan, diharapkan peserta didik dapat merangsang keterampilan berpikir tingkat tinggi.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Proses pembelajaran di lapangan belum sesuai dengan tujuan pendidikan
nasional.
2. Pelaksanaan pembelajaran di kelas XI MIPA SMA Negeri 1 Prambanan Sleman belum memfasilitasi peserta didik sepenuhnya untuk berperan aktif dan mengasah keterampilan berpikir tingkat tinggi.
3. Peserta didik tidak mampu untuk mengaitkan dan menerapkan ilmu kimia yang dimiliki dalam menyelesaikan masalah sehari-hari.
4. Perlu adanya inovasi untuk mengubah peserta didik menjadi aktif dalam proses pembelajaran kimia.
5. Pendidik belum melakukan pengukuran keterampilan berpikir tingkat tinggi
(22)
7 C. Pembatasan Masalah
Terkait dengan identifikasi masalah, peneliti membatasi permasalahan agar pnelitian dapat lebih terarah sebagai berikut:
1. Pembelajaran yang mengaktifkan peserta didik perlu dilakukan di SMA Negeri 1 Prambanan Sleman agar dapat mengarahkan peserta didik untuk memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi, misalnya model Problem
Based Learning dan Learning Cycle 5E.
2. Model Problem Based Learning dilaksanakan dalam lima tahap, meliputi mengorientasi peserta didik pada masalah, mengorganisasikan peserta didik untuk belajar, membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya serta memamerkannya, serta menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
3. Model Learning Cycle 5E dilaksanakan dalam lima tahap, meliputi pembangkitan minat (engagement), eksplorasi (exploration), penjelasan
(explanation), elaborasi (elaboration), dan evaluasi (evaluation).
4. Higher Order Thinking Skills peserta didik diungkap dengan menggunakan
tes prestasi belajar kimia yang berupa soal essay pada materi pokok “Larutan Asam dan Basa” dan pengetahuan awal kimia peserta didik dikendalikan
(23)
8 D. Perumusan Masalah
Permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah:
1. Adakah perbedaan dalam Higher Order Thinking Skills antara peserta didik yang menggunakan model Problem Based Learning dengan peserta didik yang menggunakan model Learning Cycle 5E pada materi pokok “Larutan
Asam dan Basa” di Kelas XI Semester II SMA Negeri 1 Prambanan Sleman,
jika pengetahuan awal kimia dikendalikan secara statistik?
2. Adakah perbedaan dalam menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta antara peserta didik yang menggunakan model Problem Based Learning dengan peserta didik yang menggunakan model Learning Cycle 5E pada materi
pokok “Larutan Asam dan Basa” di Kelas XI Semester II SMA Negeri 1
Prambanan Sleman?
3. Bagaimanakah kategori Higher Order Thinking Skills peserta didik di SMA Negeri 1 Prambanan Sleman setelah penerapan model Problem Based
Learning?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Ada tidaknya perbedaan dalam Higher Order Thinking Skills antara peserta didik yang menggunakan model Problem Based Learning dengan peserta didik yang menggunakan model Learning Cycle 5E pada materi pokok
(24)
9
“Larutan Asam dan Basa” di Kelas XI Semester II SMA Negeri 1 Prambanan
Sleman, jika pengetahuan awal kimia dikendalikan secara statistik.
2. Ada tidaknya perbedaan dalam menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta antara peserta didik yang menggunakan model Problem Based Learning dengan peserta didik yang menggunakan model Learning Cycle 5E pada materi pokok “Larutan Asam dan Basa” di Kelas XI Semester II SMA Negeri 1 Prambanan Sleman.
3. Kategori Higher Order Thinking Skills peserta didik di SMA Negeri 1 Prambanan Sleman setelah penerapan model Problem Based Learning.
F. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan khususnya dalam pembelajaran kimia. Adapun kegunaannya antara lain:
1. Bagi Pendidik
a. Memberikan informasi tentang penerapan model Problem Based Learning pada pembelajaran kimia dalam materi pokok “Larutan asam dan Basa”.
b. Memberikan gambaran kepada pendidik mengenai pelaksanaan model
Problem Based Learning.
2. Bagi Peserta Didik
a. Mempermudah peserta didik dalam memahami materi dan dapat merangsang peserta didik untk berperan aktif dalam proses pembelajaran.
(25)
10
b. Menambah wawasan pengetahuan peserta didik akan materi yang telah disampaikan.
3. Bagi Satuan Pendidikan
a. Model pembelajaran ini memberikan wacana baru bagi satuan pendidikan dalam menerapkan model pembelajaran yang tepat.
b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi dan pengetahuan dalam penentuan keijakan yang terkait dengan dunia pendidikan.
(26)
11 BAB II KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Teori 1. Pembelajaran Kimia
Slameto (2013) mengatakan bahwa dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan yang paling pokok adalah kegiatan belajar. Hal ini dikarenakan proses belajar yang dialami oleh peserta didik sebagai anak didik dapat mempengaruhi berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan. Belajar harus dilakukan dengan sengaja, direncanakan sebelumnya dengan struktur tertentu. Hal ini bertujuan untuk mengontrol secara cermat proses belajar dan hasil belajar yang akan dicapai dengan cermat (Hamalik, 2010).
Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain dalam proses pendidikan. Belajar merujuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subyek yang menerima pelajaran (sasaran didik), sedangkan mengajar merujuk pada apa yang harus dilakukan oleh pendidik. Adanya perpaduan antara proses belajar peserta didik dengan proses mengajar pendidik akan membentuk proses perubahan tingkah laku peserta didik melalui berbagai pengalaman yang diperolehnya (Sudjana, 2010). Perubahan tingkah laku tersebut dapat berupa penguasaan terhadap ilmu pengetahuan yang dipelajari, atau penguasaan terhadap keterampilan dan sikap (Baharuddin & Wahyuni, 2010, h. 34).
Proses belajar mengajar merupakan proses interaksi aktif antara peserta didik, pendidik, dan materi pembelajaran dalam kegiatan pendidikan. Dalam
(27)
12
kegiatan proses belajar mengajar ada kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik dan ada kegiatan mengajar yang dilakukan pendidik. Kedua kegiatan ini harus berlangsung secara bersama-sama pada waktu yang sama, sehingga terjadi adanya interaksi komunikasi aktif antara peserta didik, pendidik, dan materi pembelajaran (Arifin, Sudja, Ismail, HAM, & Wahyu, 2005). Pendidik berperan untuk menciptakan suasana atau memberikan pelayanan agar peserta didik belajar. Oleh karena itu, harus dipahami bagaimana peserta didik memperoleh pengetahuan dari kegiatan belajarnya. Strategi yang tepat bagi peserta didik dapat ditentukan apabila pendidik dapat memahami bagaimana proses dalam memperoleh pengetahuan (Sugihartono et al, 2007).
Terdapat perbedaan antara belajar dengan pembelajaran, yakni terletak pada penekanannya. Belajar lebih menekankan pada pembahasan tentang peserta didik dan proses yang menyertai dalam rangka perubahan tingkah lakunya, sedangkan pembelajaran lebih menekankan pada pendidik dalam upayanya untuk membuat peserta didik dapat belajar (Sugihartono et al, 2007). Pembelajaran menurut Sudjana (2010, h. 28) merupakan setiap upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik yang dapat menyebabkan peserta didik melakukan kegiatan belajar. Berbeda dengan Sugihartono et al. (2007) yang mengartikan proses pembelajaran sebagai satu kesatuan seperangkat komponen yang saling berkesinambungan.
Ilmu kimia merupakan dalah satu bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang mempelajari komposisi dan struktur zat kimia, serta hubungan keduanya dengan sifat zat tersebut. Komposisi (susunan) zat menyatakan
(28)
13
perbandingan unsur yang membentuk zat itu (Syukri, 1999, h. 1). Menurut Mulyasa (2012, h. 132) kimia adalah ilmu yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagiamana gejala-gejala alam yang berkaitan dengan komposisi, struktur, dan sifat perubahan dinamika serta energitika zat. Pada awalnya ilmu kimia diperoleh dan dikembangkan berdasarkan percobaan (induktif) namun pada perkembangan selanjutnya kimia juga diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori (deduktif). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pembelajaran kimia merupakan proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran kimia.
Berdasarkan uraian tersebut maka pembelajaran kimia dapat didefinisikan sebagai proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya agar tercapainya tujuan pembelajaran kimia. Pembelajaran kimia akan bermakna apabila pendidik menyediakan pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari yang terkait dengan penerapan konsep, kaidah, hukum, dan prinsip ilmu kimia. Proses pembelajaran dilakukan sedemikian rupa agar peserta didik dapat aktif dalam mempelajari kimia sebagai produk yang berupa pengetahuan atau sebagai proses yang berupa metode dan sikap ilmiah.
2. Model Problem Based Learning
Model Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang dirancang dan dikembangkan untuk mengasah kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah. Dalam hal ini, pendidik berperan mengajukan permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, memberikan dorongan pada peserta didik, memotivasi, menyediakan bahan ajar, dan fasilitas
(29)
14
lain yang diperlukan peserta didik untuk memecahkan masalah serta memberikan dukungan dalam upaya membangun pengetahuan dan perkembangan intelektual peserta didik (Riyanto, 2013). Proses pemecahan masalah dalam pelaksanaan
Problem Based Learning harus disesuaikan dengan langkah-langkah metode
ilmiah, sehingga peserta didik dapat belajar memecahkan masalah secara sistematis dan terencana. Oleh karena itu, penerapan model Problem Based
Learning dapat memberikan peserta didik pengalaman belajar yang sangat baik
dalam melakukan kerja ilmiah (Suprihatiningrum, 2016).
Model Problem Based Learning terdiri dari lima tahapan utama yang dimulai dari pendidik memperkenalkan peserta didik dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian serta analisis hasil kerja peserta didik. Menurut Arends dalam Warsono dan Hariyanto (2012) model Problem Based Learning memiliki tahap-tahap pelaksanaan seperti berikut.
a. Mengorientasi peserta didik pada masalah
Pendidik menginformasikan tujuan pembelajaran, mendeskripsikan kebutuhan-kebutuhan logistik penting, dan memotivasi peserta didik agar terlibat dalam kegiatan pemecahan masalah yang mereka pilih sendiri.
b. Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar
Pendidik membantu peserta didik menentukan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
(30)
15
c. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Pendidik mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
d. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya serta memamerkannya
Pendidik membimbing peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang layak sesuai seperti laporan, rekaman video, dan model, serta membantu mereka bekerjasama dengan teman lain.
e. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Pendidik membantu peserta didik melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang mereka gunakan.
Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang
berlandaskan pada paham konstruktivisme yang mengakomodasi keterlibatan peserta didik dalam belajar dan pemecahan masalah (Hamruni, 2009, h. 221). Eggen dan Kauchak (2012) mengatakan beberapa karakteristik dari model
Problem Based Learning, yaitu proses pembelajaran fokus pada pemecahan
masalah, peserta didik bertanggungjawab untuk memecahkan masalah, dan pendidik mendukung peserta didik dalam proses memecahkan masalah. Berdasarkan karakteristik tersebut, dapat dikatakan bahwa model pembelajaran ini merupakan model pembelajaran yang terpusat pada peserta didik (student
centered).
Dalam hal sarana belajar, pendekatan konstruktivistik menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah aktivitas peserta didik dalam
(31)
16
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, melalui bahan, media peralatan lingkungan dan fasilitas lainnya yang disediakan untuk membantu pembentukan tersebut. Lingkungan belajar sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas, konstruksi pengetahuan, serta aktivitas–aktivitas lain yang didasarkan pada pengalaman sehingga memunculkan pemikiran terhadap usaha mengevaluasi belajar konstruktivistik (Siregar & Nara, 2014).
Dalam proses pemecahan masalah, dibutuhkan pengetahuan-pengetahuan dan keterampilan-keterampilan yang berkaitan dengan masalah tersebut. Salah satu keterampilan yang dibutuhkan adalah keterampilan berpikir dalam mengaitkan pengetahuan yang dimiliki peserta didik untuk memecahkan masalah. Seperti yang diungkapkan oleh Tan dalam Rusman (2014, h. 225) dalam penerapan model Problem Based Learning, keterampilan berpikir peserta didik betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok yang sistematis, sehingga dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan keterampilan berpikirnya secara berkesinambungan.
Menurut Ratumanan dalam Trianto (2015) model Problem Based
Learning efektif untuk pembelajaran proses berpikir tingkat tinggi. Hal ini
dikarenakan dalam pembelajaran peserta didik terdorong untuk memproses informasi yang telah dimiliki, dan menyusun pengetahuan mereka sendiri sesuai dengan masalah yang dipecahkan. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks peserta didik.
Model Problem Based Learning yang diterapkan pada materi pokok
(32)
17
didik untuk memecahkan masalah yang diberikan pendidik melalui Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD). Pemberian masalah tersebut bertujuan untuk merangsang keterampilan untuk berpikir tingkat tinggi dalam proses memecahkan masalah. Melalui proses ini, peserta didik dapat lebih memahami terhadap materi yang diajarkan.
3. Model Learning Cycle 5E
Model Learning Cycle 5E merupakan model pembelajaran yang bersifat konstruktivistik. Berdasarkan pandangan konstruktivistik, belajar merupakan proses pembentukan pengetahuan yang dilakukan peserta didik. Dalam proses ini, peserta didik harus berperan aktif dalam melakukan kegiatan, berpikir, menyusun konsep, dan memberi makna tentang hal yang dipelajari (Siregar & Nara, 2014, h. 41). Pada awalnya model pembelajaran konstruktivistik terdiri atas 3 tahap, yaitu eksplorasi (exploration), pengenalan konsep (concept introduction), dan penerapan konsep (concept application). Namun, seiring dengan kemajuan di dunia pendidikan, terjadi perkembangan model pembelajaran konstruktivistik yang awalnya terdiri dari 3 tahap menjadi 5 tahap, meliputi pembangkitan minat
(engagement), eksplorasi (exploration), penjelasan (explanation), elaborasi
(elaboration), dan evaluasi (evaluation). Kemudian kelima tahap tersebut disebut
sebagai model Learning Cycle 5E.
Pada pembelajaran Learning Cycle 5E pendidik tidak mentransfer pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membantu peserta didik untuk membentuk pengetahuannya sendiri dan lebih memahami jalan pikiran peserta
(33)
18
didik dalam belajar. Kelima tahap Learning Cycle 5E dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Pembangkitan minat
Pada tahap ini, terjadi proses pembangkitan dan pengembangan minat serta rasa keingintahuan peserta didik yang dilakukan oleh pendidik. Pendidik dapat mengajukan pertanyaan mengenai proses faktual dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan materi yang akan disampaikan. Jawaban yang diberikan peserta didik atas pertanyaan ini dapat dijadikan acuan dalam menentukan pengetahuan awal peserta didik. Selanjutnya pendidik dapat memberikan hubungan antara pengalaman keseharian tersebut dengan materi yang akan dibahas.
b. Eksplorasi
Tahap ini diawali dengan membentuk kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 peserta didik untuk berdiskusi dan bekerjasama. Dalam kelompok ini, pendidik mendorong peserta didik untuk menguji hipotesis atau membuat hipotesis, melakukan dan mencatat pengamatan serta ide dalam proses diskusi kelompok. Pada tahap ini pendidik hanya berperan sebagai motivator dan fasilitator.
c. Penjelasan
Pada tahap ini, pendidik mendorong peserta didik untuk menjelaskan konsep yang telah disusun dengan kalimatnya sendiri dan disertai bukti, serta saling mendengarkan penjelasan antar peserta didik atau pendidik dengan kritis.
(34)
19
Selanjutnya, pendidik dapat memberikan penjelasan konsep dengan berpijak pada penjelasan peserta didik.
d. Elaborasi
Tahap ini memberikan kesempatan peserta didik untuk belajar secara bermakna dengan menerapkan konsep dan keterampilan yang telah dipelajari dalam situasi baru. Hasil belajar dan motivasi belajar peserta didik akan meningkat apabila pendidik merancang dengan baik situasi ini.
e. Evaluasi
Pada tahap terakhir, pendidik mengamati pemahaman peserta didik tentang konsep baru yang diterapkan dan mengevaluasi mengenai penerapan proses pembelajaran apakah berjalan baik, cukup baik ataukah masih kurang.
Berdasarkan tahapan seperti yang telah dipaparkan di atas, diharapkan peserta didik dapat berperan aktif untuk menggali, menganalisis, mengevaluasi pemahamannya terhadap konsep yang dipelajari dan tidak hanya mendengarkan keterangan dari pendidik saja. Salah satu karakteristik dari model pembelajaran ini adalah pendidik tidak memberi petunjuk langkah-langkah yang harus dilakukan peserta didik pada waktu akan melakukan eksperimen terhadap suatu permasalahan. Pendidik berperan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menuntun peserta didik pada hal yang akan dilakukan dan alasan merencanakan atau memutuskan perlakuan yang demikian. Oleh karena itu, kemampuan analisis, evaluatif, dan argumentatif peserta didik dapat berkembang dan meningkat secara signifikan (Wena, 2010).
(35)
20 4. Higher Order Thinking Skills
Berpikir merupakan salah satu kemampuan yang dimiliki seseorang sejak mengenal lingkungan sekitarnya dan tidak dapat terpisahkan dari kehidupan. Pada umumnya setiap orang tidak akan memiliki kemampuan berpikir yang sama, karena setiap individu memiliki lingkungan yang berbeda pula. Menurut Arends (2008) berpikir merupakan proses yang melibatkan operasi-operasi mental, meliputi induksi, deduksi, klasifikasi, dan penalaran. Berpikir dapat dikatakan sebagai proses representasi simbolis (melalui bahasa) berbagai obyek dan kejadian nyata dan menggunakan representasi simbolis dalam menemukan prinsip-prinsp esensial obyek dan kejadian tersebut. Perbandingan antara representasi abstrak dengan operasi-operasi mental biasanya didasarkan pada fakta-fakta dan kasus-kasus tertentu di tingkat konkret. Berpikir adalah kemampuan dalam menganalisis, mengkritik, dan mencapai kesimpulan berdasarkan interferensi yang baik.
Menurut Isjoni dan Ismail (2008) berpikir merupakan sebuah cara untuk belajar. Keterampilan berpikir memiliki tempat yang sangat utama dalam menjalani kehidupan sebagai individu, salah satunya dalam pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran, setiap peserta didik diharuskan untuk selalu berpikir agar dapat menyelesaikan setiap permasalahan yang diberikan pendidik. Karakteristik utama dari berpikir ialah adanya abstraksi. Maksud dari abstraksi tersebut adalah anggapan lepasnya kualitas atau relasi dari benda-benda, kejadian-kejadian, dan situasi-situasi yang mula-mula dihadapi sebagai kenyataan (Purwanto, 2010).
(36)
21
Setiap peserta didik tidak selalu memiliki bentuk keterampilan berpikir yang sama ketika melakukan pemecahkan masalah. Hal ini disesuaikan dengan keterampilan yang dimiliki masing-masing peserta didik. Keterampilan berpikir merupakan keterampilan yang memberikan kontribusi terhadap pemecahan masalah secara efektif. Keterampilan berpikir pada diri peserta didik perlu dikembangkan terhadap bagian-bagian yang lebih khusus dari keterampilan berpikir tersebut serta melatihnya di kelas. Hal ini dikarenakan keterampilan berpikir dapat membantu peserta didik dalam proses pembelajaran aktif di kelas (Sapriya, 2015, h. 52).
Setiap pemecahan masalah memerlukan taraf berpikir paling tinggi dan paling sukar (Rooijakkers, 1993, h. 111). Proses berpikir tingkat tinggi peserta didik sangat diperlukan dalam pemcahan masalah tersebut. Dengan demikian, keterampilan berpikir peserta didik dapat diukur melalui proses pemecahan masalah yang diberikan oleh pendidik melalui Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD). Keterampilan berpikir tingkat tinggi merupakan keterampilan berpikir yang mengharuskan peserta didik untuk memanipulasi informasi dan ide-ide yang dimiliki dalam cara tertentu yang memberi mereka pengertian baru (Gunawan, 2003).
Salah satu hal yang dapat merangsang Higher Order Thinking Skills peserta didik adalah dengan memberikan suatu permasalahan yang harus dipecahkan oleh peserta didik secara mandiri. Peran pendidik dalam hal ini adalah sebagai fasilitator dan motivator. Kegiatan belajar memecahkan masalah merupakan tipe kegiatan belajar dalam usaha mengembangkan keterampilan
(37)
22
berpikir. Berpikir adalah aktivitas kognitif tingkat tinggi yang melibatkan asilmilasi dan akomodasi berbagai pengetahuan dan struktur kognitif atau skema kognitif yang dimiliki peserta didik untuk memecahkan persoalan. Dalam kegiatan belajar pemecahan masalah peserta didik terlibat dalam berbagai tugas, penentuan tujuan yang ingin dicapai dan kegiatan untuk melaksanakan tugas (Suprijono, 2011).
Dalam taksonomi Bloom yang kemudian direvisi oleh Anderson dan Krathwohl, keterampilan berpikir tingkat tinggi dibagi menjadi tiga aspek dalam ranah kognitif. Aspek-aspek tersebut meliputi aspek menganalisis, aspek mengevaluasi, dan aspek mencipta.
a. Menganalisis
Menganalisis merupakan kemampuan dalam memecah atau menguraikan suatu materi atau informasi menjadi komponen-komponen yang lebih kecil sehingga dapat mudah dipahami (Gunawan, 2003, h. 184). Bagian-bagian kecil tersebut kemudian dihubungkan antar bagian dan antara setiap bagian dan struktur keseluruhannya (Anderson & Krathwohl, 2010, h. 120).
b. Mengevaluasi
Mengevaluasi berhubungan dengan pembuatan keputusan yang berdasarkan kriteria dan standar tertentu. Kriteria-kriteria yang paling sering digunakan adalah kualitas, efektivitas, efisiensi, dan konsistensi. Kriteria-kriteria tersebut ditentukan sendiri oleh peserta didik (Anderson & Krathwohl, 2010, h. 125). Dalam membuat keputusan peserta didik perlu menyesuaikan prosedur yang digunakan untuk menyelesaikan suatu permasalahan.
(38)
23 c. Mencipta
Mencipta melibatkan proses dalam menyusun elemen-elemen menjadi sebuah keseluruhan yang koheren untuk membuat suatu produk yang orisinil. Aspek ini mengharuskan peserta didik untuk mengumpulkan elemen-elemen atau informasi dari berbagai sumber referensi dan menggabungkan informasi tersebut menjadi sebuah struktur baru yang barkaitan dengan pengetahuan awal peserta didik (Anderson & Krathwohl, 2010, h. 128-129). Menurut Sutrisno (2011, h. 18) aspek ini merupakan keterampilan tersulit dalam revisi taksonomi Bloom.
5. Pengetahuan Awal
Pengetahuan awal merupakan kumpulan pengetahuan peserta didik yang telah dimiliki sebelum dilaksanakannya pembelajaran yang lebih lanjut. Pada dasarnya setiap orang dapat membentuk suatu konsep secara mandiri sesuai dengan stimulus yang diberikan. Konsep yang dibentuk setiap orang akan berbeda antara satu dengan lainnya, karena stimulus yang diterima pada setiap orang berbeda juga. Sehingga dapat dikatakan bahwa konsep yang dibentuk merupakan hasil abstraksi-abstraksi berdasarkan pengalaman yang diperoleh (Dahar, 2011).
Pengetahuan awal peserta didik dapat memberikan dorongan dalam memahami suatu pengetahuan yang baru apabila terdapat keterkaitan antar keduanya. Akan tetapi, terkadang pengetahuan baru yang diterima tidak sesuai dengan pengetahuan awal yang telah dimiliki sebelumnya sehingga peserta didik kesulitan dalam memahami suatu pengetahuan baru (Trianto, 2010, h. 33). Dengan demikian, pengetahuan awal merupakan salah satu syarat utama dapat
(39)
24
dilaksanakannya proses belajar peserta didik. Salah satu syarat agar terjadinya kegiatan belajar adalah adanya keterkaitan antara pengetahuan baru dengan pengetahuan awal. Adanya pengetahuan awal dapat mempermudah proses pembelajaran yang lebih baik sehingga dapat dicapai prestasi yang baik.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat diartikan bahwa pengetahuan awal kimia meliputi pengetahuan mengenai ilmu kimia yang telah dimiliki peserta didik sebelum melakukan pembelajaran selanjutnya. Pengetahuan awal mempunyai peranan penting terhadap prestasi belajar, sehingga pengetahuan awal perlu diperhatikan agar peserta didik dapat mencapai hasil yang diharapkan. Adanya perbedaan pengetahuan awal antar peserta didik mampu memberi pengaruh terhadap prestasi belajar peserta didik, sehingga dalam penelitian ini pengetahuan awal peserta didik perlu dikendalikan secara statistik.
6. Prestasi Belajar Kimia
Dalam setiap proses pembelajaran, selalu dilakukan penilaian terhadap peserta didik sebagai bentuk pemahaman akan materi yang diajarkan. Penilaian dalam proses pembelajaran tidak hanya dilakukan terhadap penguasaan materi saja, melainkan juga proses yang berlangsung selama pembelajaran. Menurut Widoyoko (2016), proses pembelajaran melibatkan dua subyek, yaitu pendidik dan peserta didik yang menghasilkan perubahan pada diri peserta didik sebagai hasil dari kegiatan pembelajaran yang bersifat non-fisik seperti perubahan sikap, pengetahuan, maupun kecakapan.
Suprihatiningrum (2016) membedakan hasil belajar menjadi tiga aspek yang sesuai dengan taksonomi pembelajaran, yaitu kognitif (kemampuan berpikir,
(40)
25
mengetahui, dan memecahkan masalah), afektif (kemampuan yang berhubungan dengan sikap, nilai, minat, dan apresiasi), dan psikomotorik. Hasil belajar atau perubahan perilaku peserta didik dapat berupa hasil utama pengajaran maupun hasil samping pengiring. Hasil utama merupakan hasil yang sengaja direncanakan sesuai dengan tujuan yang diharapkan, sedangkan hasil pengiring merupakan hasil yang diinginkan namun tidak direncanakan dalan tujuan pembelajaran (Rusmono, 2012).
Berdasarkan pengertian yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar kimia merupakan suatu hal yang menunjukkan tingkat keberhasilan peserta didik dalam mempelajari ilmu kimia yang berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Prestasi belajar peserta didik dapat diketahui melalui sebuah penilaian (evaluasi). Penilaian prestasi belajar harus disesuaikan dengan kompetensi yang akan dicapai. Penilaian ini meliputi hasil dari pembelajaran kimia dan proses yang terjadi selama proses pembelajaran. 7. Materi Larutan Asam dan Basa
Materi pembelajaran Larutan Asam dan Basa disesuaikan dengan Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) dalam Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang telah ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan Tahun 2016 sebagai berikut:
a. Kompetensi Inti
KI-1: Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
KI-2: Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan
(41)
26
menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. KI-3: Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
KI-4: Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkrit dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.
b. Kompetensi Dasar
3.10 Memahami konsep asam dan basa serta kekuatannya dan kesetimbangan pengionannya dalam larutan.
4.10 Menentukan trayek perubahan pH beberapa indikator yang diekstrak dari bahan alam.
B. Penelitian yang Relevan
Beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian Abanikannda, M.O. (2016) dengan judul “Influence of Problem-Based
(42)
27
Learning in Chemistry on Academic Achievement of High School Students in Osun State, Nigeria”. Hasil penelitian menyatakan bahwa penerapan model tersebut dapat membantu peserta didik dalam meningkatkan kemampuan kerjasama, menganalisis, mengumpulkan data, sintesis dan kemampuan pemecahan masalah. Dengan demikian, dapat dikatakan model Problem Based
Learning lebih efektif daripada model pembelajaran konvensional terhadap
prestasi belajar kimia peserta didik
Penelitian Zejnilagić-Hajrić M., Šabeta A., dan Nuić, I pada tahun 2015
yang berjudul “The Effects of Problem-Based Learning on Students' Achievements in Primary School Chemistry” menjabarkan mengenai penerapan model Problem Based Learning untuk mengidentifikasi efek model pembelajaran tersebut terhadap prestasi peserta didik. Setelah dilakukan penelitian, menunjukkan bahwa model pembelajaran tersebut lebih efektif daripada model pembelajaran konvensional.
Penelitian Aweke Shishigu Argaw, Beyene Bashu Haile, Beyene Tesfaw
Ayalew, dan Shiferaw Gadisa Kuma pada tahun 2017 yang berjudul “The Effect
of Problem Based Learning (PBL) Instruction on Students’ Motivation and
Problem Solving Skills of Physics”. Penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan prestasi belajar peserta didik dengan menerapkan model Problem
Based Learning. Oleh karena itu, model ini merupakan model pembelajaran
alternatif untuk meningkatkan prestasi belajar peserta didik.
Kemudian penelitian Tuğçe Günter dan Sibel Kılınç Alpatb pada tahun 2013 yang berjudul “The Effects of Problem‐Based Learning (PBL) on the
(43)
28
Academic Achievement of Students Studying ‘Electrochemistry’” tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan pada hasil pre-test, namun terdapat perbedaan yang sigifikan pada hasil post-test peserta didik dengan menerapkan model Problem Based Learning. Salah satu hal positif dari penerapan model ini adalah adanya persamaan karakteristik prestasi belajar peserta didik pada topik elektrokimia, sehingga menunjukkan bahwa model Problem Based Learning efektif untuk meningkatkan prestasi belajar dan pemahaman konsep peserta didik melalui proses pemecahan masalah.
Penelitian Ahmet Gurses, Cetin Dogar, dan Esen Geyik pada tahun 2015
yang berjudul “Teaching of The Concept of Enthalpy Using Problem Problem
Based Learning Approach” menunjukkan bahwa setelah penerapan model ini, nilai prestasi belajar peserta didik lebih tinggi daripada sebelum diterapkan model tersebut. Selain itu model ini juga dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan berpikir peserta didik.
C. Kerangka Berpikir
Pembelajaran merupakan suatu proses transfer informasi yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didik dalam lingkungan belajar. Salah satu aspek penting yang masuk ke dalam sebuah perencanaan pembelajaran yang digunakan selama proses pembelajaran adalah model pembelajaran. Oleh karena itu, kegiatan seorang pendidik baik cara maupun model pembelajaran sangat mempengaruhi kegiatan dari peserta didik tersebut. Hingga saat ini, masih sering ditemukan model pembelajaran konvensional yang diterapkan pada proses pembelajaran di
(44)
29
sekolah. Salah satu kekurangan dari model pembelajaran ini adalah pendidik berperan untuk menyampaikan materi pembelajaran secara lisan, sedangkan peserta didik hanya menerima materi pembelajaran yang telah disampaikan. Selain itu, peserta didik cenderung pasif dalam proses pembelajaran tersebut, sehingga dapat membuat peserta didik merasa bosan bahkan mengantuk.
Idealnya pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang disertai oleh adanya interaksi antara pendidik dan peserta didik secara aktif. Sebaiknya pembelajaran harus mampu untuk mengembangkan ranah afektif berupa sikap dan ranah psikomotorik yang berupa keterampilan peserta didik, misalnya keterampilan berpikir tingkat tinggi dan bukan hanya terpaku pada ranah kognitif saja. Berdasarkan hasil observasi, pada umumnya proses pembelajaran di sekolah masih belum mampu untuk membuat suasana belajar yang aktif. Hal ini dikarenakan model pembelajaran diterapkan, sehingga transfer informasi dilakukan secara satu arah saja. Dalam hal ini peserta didik tidak diberi rangsangan untuk mengasah keterampilan berpikir tingkat tinggi. Untuk itu, diperlukan adanya inovasi dalam penerapan suatu model pembelajaran yang efektif.
Salah satu alternatif yang dapat memperbaiki proses pembelajaran yang telah digunakan tersebut yaitu dengan menerapkan model Problem Based
Learning dan Learning Cycle 5E. Model Problem Based Learning dan Learning
Cycle 5E merupakan model pembelajaran konstruktivistik dimana kegiatan
pembelajarannya berpusat pada peserta didik (student centered). Dalam hal ini peserta didik dituntut untuk membangun pengetahuannya sendiri secara mandiri.
(45)
30
Model pembelajaran ini mampu merangsang proses berpikir melalui pemberian suatu masalah. Melalui proses pemecahan masalah, peserta didik dapat mengembangkan Higher Order Thinking Skills, meliputi aspek menganalisis, mengevaluasi maupun mencipta. Penerapan model Problem Based Learning dan
Learning Cycle 5E diharapkan dapat meningkatkan kemampuan peserta didik
secara menyeluruh.
Adanya penerapan model pembelajaran tersebut, peserta didik diberi kesempatan untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri, bekerja sama dengan peserta didik lain untuk menemukan konsep, menjelaskan konsep dengan kata-kata sendiri, serta mengaplikasikan konsep yang telah diperoleh dalam situasi baru. Peserta didik akan diajak berinteraksi aktif secara langsung dengan objek melalui praktikum atau telaah literatur yang akan membutuhkan keterampilan-keterampilan yang ada dalam diri peserta didik, seperti mengamati, berkomunikasi dan menggunakan alat/ bahan. Oleh karena itu diharapkan pembelajaran kimia menjadi lebih bermakna dan meningkatkan Higher Order
Thinking Skills peserta didik dengan adanya penerapan model Problem Based
Learning dan Learning Cycle 5E.
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Ada perbedaan dalam Higher Order Thinking Skills antara peserta didik yang menggunakan model Problem Based Learning dengan peserta didik yang menggunakan model Learning Cycle 5E pada materi pokok “Larutan Asam
(46)
31
dan Basa” di Kelas XI Semester II SMA Negeri 1 Prambanan Sleman, jika
pengetahuan awal kimia dikendalikan secara statistik.
2. Ada perbedaan dalam menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta antara peserta didik yang menggunakan model Problem Based Learning dengan peserta didik yang menggunakan model Learning Cycle 5E pada materi
pokok “Larutan Asam dan Basa” di Kelas XI Semester II SMA Negeri 1
Prambanan Sleman.
3. Kategori Higher peserta didik di SMA Negeri 1 Prambanan Sleman Order
Thinking Skills setelah penerapan model Problem Based Learning termasuk
(47)
32 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
Berdasarkan metodenya, jenis penelitian ini termasuk dalam penelitian eksperimen semu (quasi experiment). Desain yang digunakan adalah two-group
post-test only design, karena terdapat dua kelas sebagai sampel penelitian dan
dalam mengukur variabel terikat yaitu Higher Order Thinking Skills peserta didik hanya dilakukan post-test. Desain penelitian tersebut selengkapnya disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Desain Penelitian
Pre-Treatment Treatment Post-Treatment
Kelas Eksperimen PA PBL Q1
Kelas Kontrol PA LC 5E Q1
Keterangan:
PA = Nilai pengetahuan awal kimia
PBL = Penerapan model Problem Based Learning LC 5E = Penerapan model Learning Cycle 5E
Q1 = Higher Order Thinking Skills
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Variabel penelitian merupakan segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi mengenai hal tersebut, kemudian dapat ditarik sebuah kesimpulan (Sugiyono, 2015, h. 60). Dalam penelitian ini, terdapat tiga variabel yang diterapkan peneliti, yaitu:
(48)
33 1. Variabel Bebas
Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi variabel terikat (dependen) (Sugiyono, 2015, h. 61). Variabel bebas pada penelitian ini adalah model pembelajaran yang digunakan, yaitu model Problem Based Learning dan
Learning Cycle 5E.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2015, h. 61). Variabel terikat pada penelitian ini adalah
Higher Order Thinking Skills peserta didik yang diukur melalui tes pada akhir
pembelajaran.
3. Variabel Kontrol
Variabel kontrol merupakan variabel yang dikendalikan sehingga hubungan variabel bebas terhadap variabel terikat tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti (Sugiyono, 2015, h. 64). Variabel kontrol pada penelitian ini adalah pengetahuan awal kimia peserta didik yang berupa nilai murni Ujian Akhir Semester I Kelas XI MIPA Mata Pelajaran Kimia Tahun Ajaran 2016/2017.
C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Penelitian
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/ subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik sebuah kesimpulan (Sugiyono, 2015, h.
(49)
34
117). Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas XI SMA Negeri di Indonesia yang menggunakan Kurikulum 2013.
2. Sampel Penelitian
Sampel merupakan suatu proporsi kecil dari populasi yang diteliti, yang dipilih atau ditetapkan untuk keperluan analisis (Sudijono, 2011, h. 280). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 48 peserta didik kelas XI MIPA Semester II SMA Negeri 1 Prambanan Sleman Tahun Ajaran 2016/2017 yang terdiri dari dua kelas. Kelas XI MIPA 4 sebagai kelas eksperimen yang menggunakan model Problem Based Learning dan kelas XI MIPA 3 sebagai kelas kontrol yang menggunakan model Learning Cycle 5E.
3. Teknik Pengambilan Sampel
Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara purposive sampling artinya teknik pengambilan sampel ditentukan oleh peneliti dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu (Arikunto, 2006). Pemilihan sampel dilakukan oleh peneliti sendiri, yaitu memilih dua kelas dengan karakteristik yang hampir sama pada kondisi peserta didik saat mengikuti proses pembelajaran. Selain itu pemilihan kelompok sampel juga dikarenakan kedua kelas tersebut dididik oleh pendidik yang sama, sehingga kelas yang dipilih sebagai kelas eksperimen adalah kelas XI MIPA 4 dan kelas kontrol adalah kelas XI MIPA 3.
(50)
35
D. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data 1. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dapat dirincikan sebagai berikut: a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
RPP merupakan instrumen pembelajaran yang disusun oleh pendidik dan digunakan untuk memberi perlakuan pada sampel saat proses pembelajaran berlangsung. Untuk menunjang pemahaman peserta didik terhadap materi yang diberikan, maka RPP ini dilengkapi dengan LKPD dan juga lembar observasi
Higher Order Thinking Skills. Dalam pelaksanaan penelitian, terdapat dua macam
RPP yang digunakan, yaitu RPP untuk kelas eksperimen yang menggunakan model Problem Based Learning dan RPP untuk kelas kontrol yang menggunakan model Learning Cycle 5E. Kedua macam RPP yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada Kurikulum 2013 Revisi 2016. RPP untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 107 dan Lampiran 2 halaman 167.
b. Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD)
LKPD disusun untuk memudahkan peserta didik dalam memahami dan
mempelajari materi pokok “Larutan Asam dan Basa”. LKPD yang memuat
sekumpulan kegiatan mendasar dapat memaksimalkan pemahaman peserta didik sehingga terbentuk kemampuan dasar yang sesuai dengan indikator pencapaian hasil belajar yang harus ditempuh (Trianto, 2010). Penyusunan LKPD dilakukan dengan memperhatikan model pembelajaran yang diterapkan pada masing-masing
(51)
36
kelas. Untuk itu, terdapat dua macam LKPD yang digunakan sesuai dengan model pembelajaran masing-masing kelas.
c. Data Dokumentasi
Data dokumentasi dalam penelitian ini berupa nilai murni pengetahuan awal kimia peserta didik, yaitu nilai Ujian Akhir Semester I Kelas XI MIPA Mata Pelajaran Kimia Tahun Ajaran 2016/2017. Data nilai pengetahuan awal kimia peserta didik dapat dilihat pada Lampiran 6 halaman 270.
d. Lembar Observasi Higher Order Thinking Skills
Lembar observasi merupakan instrumen yang digunakan untuk mengukur
Higher Order Thinking Skills peserta didik selama proses pembelajaran
berlangsung di kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Data hasil lembar observasi ini nantinya akan digunakan sebagai data pendukung untuk mengungkap keterampilan peserta didik. Lembar observasi yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari empat macam yang disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran yang dilakukan.
Lembar observasi disusun menggunakan rubrik dengan kriteria penilaian
Higher Order Thinking Skills terdiri dari 4 skor, yaitu 1, 2, 3, dan 4. Higher Order
Thinking Skills yang diukur meliputi aspek menganalisis, mengevaluasi, dan
mencipta. Kriteria penentuan skor didasarkan pada rubrik penilaian. Kisi-kisi lembar observasi Higher Order Thinking Skills tertera pada Tabel 2 dan instrumen selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 211.
(52)
37
Tabel 2. Kisi-Kisi Lembar Observasi Higher Order Thinking Skills
No. Higher Order
Thinking Skills
Aspek yang diamati
Indikator No
Item
1.
Menganalisis
Menganalisis
Mendiskusikan mengenai jawaban pertanyaan pada LKPD
4a, b, c
2. Mentabulasikan
Menuliskan data yang diperoleh untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam LKPD
5a
3. Membandingkan
Membandingkan data yang diperoleh dari hasil diskusi dengan teori 6a 4. Mengevaluasi Memilih/ Menyeleksi Mengklasifikasi berdasarkan hasil diskusi maupun
percobaan
1a, b, c 5. Mengevaluasi Mengevaluasi hasil diskusi 7a 6. Menyimpulkan Menyimpulkan data yang
diperoleh
8a
7. Mengajukan
pendapat
Bertanya, mengajukan ide/ gagasan
3a
8. Mencipta Merancang Merancang peta konsep maupun percobaan
2a
e. Soal Higher Order Thinking Skills
Soal Higher Order Thinking Skills merupakan salah satu instrumen yang digunakan untuk mengambil data pengetahuan kognitif pada penerapan model pembelajaran untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol. Soal Higher Order
Thinking Skills disusun berdasarkan kisi-kisi yang tertera pada Tabel 3. Bentuk
soal tersebut berupa tujuh soal essay yang diadaptasi dari instrumen Siwi
Nugraheni (2016) dengan judul tesis “Pengembangan Instrumen Penilaian
Terintegrasi Untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi dan Keterampilan Proses Sains Peserta Didik pada Materi Asam Basa dan Titrasi
(53)
38
Higher Order Thinking Skills secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4
halaman 248.
Tabel 3. Kisi-Kisi Soal Higher Order Thinking Skills
Materi Aspek Higher Order Thinking Skills Menganalisis Mengevaluasi Mencipta Menjelaskan perkembangan
teori asam-basa (mulai dari teori Arrhenius, Bronsted-Lowry, dan Lewis)
1a
Menentukan sifat larutan
berdasarkan teori asam-basa. 1b 1c
Menganalisis sifat larutan
berdasarkan teori asam-basa 2a, 2b, 2c Memahami konsep pH larutan
4a Menganalisis sifat larutan
berdasarkan data pH Menentukan sifat larutan berdasarkan konsep pH larutan. Menentukan sifat asam basa berdasarkan pengamatan nilai pH.
5a, 5c 5b, 5d Memahami stoikiometri
larutan. 6a, 6b, 6c
Menerapkan konsep stoikiometri larutan untuk menentukan pH larutan campuran asam dan basa.
6d
Menerapkan konsep asam basa dan/ atau pH larutan untuk mengatasi permasalahan pencemaran lingkungan (air).
7a, 7b, 7c 7d
Menjelaskan konsep kemolaran larutan
4b Menerapkan konsep kemolaran
dan stoikiometri larutan untuk menentukan kadar suatu zat dalam sampel
Memahami berbagai jenis
(54)
39 f. Angket Respon Peserta Didik
Dalam menilai proses belajar mengajar, diperlukan angket yang digunakan untuk memperoleh informasi dari peserta didik dalam proses pembelajaran tersebut. Angket merupakan serangkaian pernyataan mengenai suatu masalah atau bidang yang akan diteliti (Narbuko & Achmadi, 2010). Angket respon peserta didik merupakan instrumen yang digunakan untuk mengetahui bagaimana respon peserta didik terhadap Higher Order Thinking Skills setelah penerapan model Problem Based Learning. Angket tersebut diberikan pada kelas eksperimen, karena model Problem Based Learning hanya diterapkan pada kelas tersebut. Angket respon diberikan kepada peserta didik setelah penelitian selesai.
Angket respon peserta didik yang digunakan dalam penelitian ini berupa beberapa butir pernyataan yang dapat dijawab oleh peserta didik sesuai dengan pendapat masing-masing. Angket tersebut terdiri dari 30 pernyataan yang meliputi pernyataan positif sebanyak 15 dan pernyataan negatif sebanyak 15. Instrumen ini menggunakan empat alternatif jawaban, yaitu SS = Sangat Setuju, S = Setuju, TS = Tidak Setuju, dan STS = Sangat Tidak Setuju. Dalam penelitian ini, Higher
Order Thinking Skills yang diukur mencakup aspek menganalisis, mengevaluasi,
dan mencipta. Untuk pengukuran digunakan skala Likert yang merupakan suatu instrumen pengukuran yang terdiri satu daftar pertanyaan, seseorang akan memilih suatu respon dari tingkat setuju sampai ke tingkat tidak setuju (Hamalik, 2010, h. 150).
Angket tersebut telah disesuaikan dengan model pembelajaran yang diterapkan. Instrumen ini telah divalidasi secara logis oleh dosen pembimbing
(55)
40
sebagai ahli pembelajaran dalam penelitian ini. Kisi-kisi angket respon peserta didik tersaji pada Tabel 4. Angket respon peserta didik dapat dilihat pada Lampiran 5 halaman 267.
Tabel 4. Kisi-Kisi Angket Respon Peserta Didik
No. Aspek Indikator Butir Angket Jumlah
1 Mampu
menganalisis
Menganalisis 5, 19*, 23*, 25, 26
7 Mentabulasikan 9, 28*
2 Mampu
Mengevaluasi
Mengevaluasi 1, 4*, 18, 24*, 27*, 29, 30*
13 Menyampaikan
pendapat 3*, 6, 7, 10* Menyimpulkan 13*, 15
3 Mampu
mencipta
Merancang 2, 12*, 14, 16*, 17*,
20*, 21, 22 10
Mengaplikasikan 8, 11* Jumlah
Butir 30
Keterangan: *adalah pernyataan negatif 2. Analisis Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, instrumen lembar observasi Higher Order Thinking
Skills dan angket respon peserta didik harus memenuhi syarat validitas dan
reliabilitas sebelum digunakan.
a. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Lembar Observasi Higher Order Thinking Skills dan Angket Respon Peserta Didik
Lembar observasi Higher Order Thinking Skills dan angket respon peserta didik merupakan dua instrumen penelitian kualitatif yang diperlukan untuk memperkuat data hasil penelitian kuantitatif. Instrumen tersebut membutuhkan uji kelayakan instrumen melalui dua macam uji, yaitu uji validitas dan uji reliabilitas. Uji validitas yang digunakan pada penelitian ini adalah uji validasi secara logis berupa validitas isi dengan dosen ahli dan validitas
(56)
41
konstruksi melalui analisis teori. Validasi secara logis dilakukan melalui penyusunan kisi-kisi instrumen agar representatif dengan Higher Order Thinking
Skills yang diharapkan. Lembar validasi kedua instrumen selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 16 halaman 296. 3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data dilakukan dengan empat teknik, yaitu teknik dokumentasi, teknik observasi, teknik angket, dan teknik ujian (tes).
a. Teknik Dokumentasi
Teknik dokumentasi dilakukan untuk memperoleh data pengetahuan awal kimia peserta didik. Data pengetahuan awal kimia peserta didik pada penelitian ini diperoleh dari pendidik yang bersangkutan di SMA Negeri 1 Prambanan Sleman, yaitu nilai murni Ujian Akhir Semester I Kelas XI MIPA Mata Pelajaran Kimia Tahun Ajaran 2016/2017.
b. Teknik Observasi
Observasi meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra, sehingga teknik ini dapat dilakukan melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba, dan pengecap (Arikunto, 2006). Dalam penelitian ini, teknik observasi dilakukan dengan mengamati gejala-gejala yang dapat ditemui selama proses pembelajaran. Teknik observasi ini dilakukan untuk peserta didik kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Observasi dilakukan selama proses penelitian, yaitu sebanyak empat kali untuk masing-masing kelas perlakuan dengan bantuan observer teman sejawat peneliti.
(57)
42 c. Teknik Angket
Dalam penelitian ini, angket digunakan untuk mengetahui bagaimana respon peserta didik terhadap Higher Order Thinking Skills setelah penerapan model Problem Based Learning untuk kelas eksperimen.
d. Teknik Ujian (tes)
Teknik ujian dilakukan untuk mengumpulkan data hasil tes Higher Order
Thinking Skills peserta didik. Tes disusun dalam berbagai bentuk dan tipe yang
disesuaikan dengan tujuan dan maksud diadakannya tes tersebut. Tes dirancang untuk mengukur hasil belajar, terhadap kemampuan atau abilitas, terhadap kemampuan khusus atau bakat, intelegensi dan sebagainya (Azwar, 2007, h. 4). Data tersebut diperoleh melalui pertanyaan-pertanyaan yang terdapat pada instrumen tes berupa soal essay yang telah divalidasi, kemudian diujikan pada kedua peserta didik dari kelas eksperimen dan kelas kontrol. Secara umum alur penelitian tersaji pada Gambar 1.
(58)
43
Gambar 1. Skema Alur Pengambilan Data Penelitian
E. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan pada data hasil tes penelitian ini adalah uji statistik inferesial. Untuk instrumen lembar observasi Higher Order
Thinking Skills yang dijadikan sebagai data pendukung dapat dianalisis secara
deskriptif. Uji terhadap hipotesis pada data hasil tes Higher Order Thinking Skills dapat diketahui berdasarkan desain teknik analisis data pada Tabel 5.
Observasi Higher Order Thinking Skills
(HOTS) Penerapan Model
Problem Based
Learning (PBL)
Penerapan Model Learning Cycle
5E Observasi
Higher Order Thinking Skills
(HOTS)
Kelas Kontrol Kelas
Eksperimen
Pengetahuan Awal Kimia
Analisis Data
(59)
44
Tabel 5. Desain Teknik Analisis Data
Kova
ria
be
l
PA
Model Pembelajaran
PBL LC 5E
Q1 Q1
Keterangan:
PA = Nilai pengetahuan awal kimia (nilai murni UAS Semester I) PBL = Penerapan model Problem Based Learning
LC 5E = Penerapan model Learning Cycle 5E
Q1 = Higher Order Thinking Skills
Berdasarkan Tabel 5, terdapat kovariabel atau variabel kontrol berupa nilai pengetahuan awal kimia peserta didik yang diambil dari nilai murni Ujian Akhir Semester I Kelas XI MIPA Mata Pelajaran Kimia Tahun Ajaran 2016/2017. Variabel terikat yang diukur hanya terdapat satu variabel, yaitu Higher Order
Thinking Skills. Dengan demikian, uji statistik yang sesuai dengan desain teknik
analisis data adalah Uji Anakova Satu Jalur. Namun, sebelum dilakukan uji anakova satu jalur, data penelitian yang telah diperoleh, yaitu data pengetahuan awal peserta didik mengenai kimia dan data hasil tes Higher Order Thinking Skills peserta didik dilakukan uji prasyarat terlebih dahulu. Tujuan dari dilakukannya uji prasyarat adalah untuk mengetahui uji statistik yang sesuai, apakah uji statistik parametrik atau non-parametrik.
1. Uji Prasyarat
Uji prasyarat terdiri dari dua uji, yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Uji tersebut dilakukan terhadap data pengetahuan awal kimia serta data hasil tes Higher Order Thinking Skills. Langkah-langkah kedua uji tersebut adalah:
(60)
45 a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan terhadap data pengetahuan awal kimia dan data hasil tes Higher Order Thinking Skills. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data dari masing-masing variabel telah terdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan pada penelitian ini adalah uji Shapiro-Wilk menggunakan software IBM SPSS 21.0 for Windows. Langkah-langkah dalam metode Shapiro-Wilk adalah:
1) Menyusun hipotesis
H0: sampel berdistribusi normal
H1: sampel tidak berdistribusi normal
2) Memilh tingkat signifikansi 3) Keputusan uji
Jika nilai p > 0,05; maka H0 diterima; H1 ditolak, dengan kata lain sampel data
berdistribusi normal (Pramesti, 2016). b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui sampel berasal dari populasi yang homogen atau tidak. Uji ini dilakukan pada data pengetahuan awal kimia dan data hasil tes Higher Order Thinking Skills peserta didik. Hal ini dikarenakan data diambil dari populasi yang sama, maka dapat diasumsikan bahwa data sebelum dan sesudah penerapan model Problem Based Learning pasti juga akan homogen. Uji homogenitas yang dilakukan adalah uji Levene menggunakan software IBM SPSS 21.0 for Windows melalui uji Oneway Anova,
(61)
46
karena kelompok-kelompok yang dibandingkan mempunyai jumlah sampel yang sama (Irianto, 2015, h. 278-279).
Pada penelitian ini, jumlah sampel untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki jumlah sampel yang sama yaitu, 24 peserta didik pada masing-masing kelas. Adapun rumus uji Levene adalah sebagai berikut (Irianto, 2015):
dimana X= jumlah data setiap kelompok n = jumlah data observasi k = jumlah kelompok data
Harga Fhitung dibandingkan dengan harga Ftabel dengan df pembilang (k-1) dan df
penyebut (n-k). Data berasal dari populasi yang homogen jika Fhitung < Ftabel, atau
dengan program komputer diperoleh p > 0,05.
2. Uji Analisis Deskriptif Higher Order Thinking Skills
Data Higher Order Thinking Skills dalam penelitian ini berupa data
kualitatif, sehingga perlu dipahami secara rinci walaupun tidak memerlukan uji statistik. Data yang diperoleh melalui lembar observasi akan diuji menggunakan analisis deskriptif, yaitu dengan menghitung skor dari persentase Higher Order Thinking Skills
(62)
47
Berdasarkan perhitungan diperoleh persentase yang kemudian dikategorikan menurut kriteria dalam Tabel 6.
Tabel 6. Persentase Kriteria Higher Order Thinking Skills
Rumus Rerata Kriteria
> 4,2 Sangat baik
> 3,4 – 4,2 Baik
> 2,6 – 3,4 Cukup
> 1,8 – 2,6 Kurang
≤ 1,8 Kurang sekali
Keterangan:
(rerata ideal) = 1/2 (skor maksimum ideal + skor minimum ideal) sbi (simpangan baku ideal) = 1/6 (skor maksimum ideal – skor minimum ideal)
X = skor empiris (Widoyoko, 2016, h. 238).
Perolehan skor Higher Order Thinking Skills melalui observasi selanjutnya diuraikan secara deskriptif untuk mendukung penyajian data kualitatif agar lebih terukur secara matematis.
3. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari penerapan model Problem Based Learning dalam Higher Order Thinking Skills peserta didik. Adapun uji yang dapat dlakukan antara lain:
a. Uji Anakova Satu Jalur
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan kovarian satu jalur. Analisis kovarian (anakova) satu jalur merupakan gabungan dari analisis varian (anava) dan analisis regresi. Analisis kovarian satu jalur dalam penelitian ini dilakukan dengan software IBM SPSS 21.0 for Windows. Uji anakova satu jalur digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rerata suatu
(63)
48
variabel terikat pada dua kelompok dengan mengendalikan variabel lain yang berpengaruh terhadap variabel terikat.
Hipotesis nol (H0) adalah tidak ada perbedaan dalam Higher Order
Thinking Skills antara peserta didik yang menggunakan model Problem Based
Learning dengan peserta didik yang menggunakan model Learning Cycle 5E pada
materi pokok “Larutan Asam dan Basa” di Kelas XI Semester II SMA Negeri 1
Prambanan Sleman, jika pengetahuan awal kimia dikendalikan secara statistik. Hipotesis nol dapat diuji menggunakan analisis anakova satu jalur dengan rumus sebagai berikut (Nurgiyantoro, Gunawan & Marzuki, 2009, h. 205-213):
Fo =
Keterangan : Fo = Fhitung
RKA = rerata kuadrat antar kelompok
RKD = rerata kuadrat dalam kelompok
Ringkasan rumus anakova satu jalur dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Ringkasan Rumus Anakova Satu Jalur
Sumber Variasi
Residu
JK db RJK F0
Antar
Kelompok (A) JKA = JKT-JKd k-1
Dalam
Kelompok (D) JKD = ∑yD
2
- aD(∑xy)D N-k-m
Total (T) JKT= ∑yT2– aT(∑xy)T N-m-1
Keterangan:
K = jumlah kelompok M = jumlah kovariabel N = jumlah kasus.
∑xy = ∑XY – ∑y2 = ∑Y2–
(1)
Dokumentasi Penelitian
299
DOKUMENTASI PENELITIAN
Proses Pembelajaran Kelas Eksperimen
(2)
Lampiran 17
Dokumentasi Penelitian
300
Proses Pembelajaran Kelas Kontrol
(3)
301
Lampiran 18.
(4)
Lampiran 18
Administrasi Penelitian
(5)
Administrasi Penelitian
(6)
Lampiran 18
Administrasi Penelitian