94 pengulangan materi juga dapat membuat peserta didik mampu memiliki
pemahaman yang lebih dalam. Pada kelas eksperimen yang menggunakan model Problem Based
Learning, peserta didik cenderung lebih aktif untuk mengulang materi, terlihat dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan menjurus pada sumber belajar lain yang
tidak diberikan peneliti. Apabila terdapat soal yang tidak dapat dipecahkan, peserta didik pada kedua kelas tidak enggan untuk menanyakan pada peneliti.
Meskipun, masih terdapat beberapa peserta didik yang enggan untuk mengulang materi dan tidak menganggap penting akan hal tersebut. Hasil dari penelitian ini
sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Zejnilagić-Hajrić, Šabeta, dan
Nuić pada tahun 2015, yang menyatakan bahwa model Problem Based Learning lebih efektif untuk diterapkan serta mampu meningkatkan pemahaman konsep
peserta didik.
4. Perbedaan Menganalisis, Mengevaluasi, dan Mencipta Peserta Didik
pada Penerapan Model Problem Based Learning dan Learning Cycle 5E
Pada ranah afektif, Higher Order Thinking Skills peserta didik diukur menggunakan instrumen lembar observasi meliputi aspek peserta didik dalam
menganalisis, mengevaluasi dan mencipta. Observasi Higher Order Thinking Skills peserta didik dilakukan oleh peneliti pada setiap proses pembelajaran
berlangsung. Observasi ini dilakukan sebanyak empat kali untuk kelas eksperimen yang menggunakan model Problem Based Learning maupun kelas kontrol yang
menggunakan model Learning Cycle 5E. Data hasil observasi ini kemudian dijelaskan secara kualitatif dengan menggunakan uji analisis deskriptif. Rerata
95 persentase hasil observasi dari kedua kelas untuk tiap aspek Higher Order
Thinking Skills dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Diagram Rerata Persentase Hasil Observasi Berdasarkan Gambar 8, terlihat bahwa Higher Order Thinking Skills pada ketiga
aspek untuk kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Pada kelas eksperimen kriteria Higher Order Thinking Skills peserta didik termasuk dalam
kriteria baik untuk ketiga aspek. Sedangkan pada kelas kontrol, ketiga aspek Higher Order Thinking Skills memiliki kriteria kurang hingga cukup.
Pada keterampilan menganalisis, peserta didik kelas eksperimen memiliki persentase sebesar 81,50, sedangkan kelas kontrol sebesar 65.
Peserta didik kelas eksperimen cenderung lebih aktif dalam mendiskusikan mengenai jawaban pertanyaan pada LKPD dan membandingkan data yang
diperoleh dari hasil diskusi dengan teori terutama pada saat dilakukan praktikum. Saat pelaksanaan praktikum, sebagian peserta didik kelas eksperimen
mendiskusikan hasil percobaan yang diperoleh dan mencari sumber belajar yang
10 20
30 40
50 60
70 80
90
Menganalisis Mengevaluasi
Mencipta 65
58,50 58,75
81,50 73,50
76,25
Per se
n ta
se H
ig h
er Or d
er T h
in k
in g
S k
il ls
Aspek Higher Order Thinking Skills
Kelas Kontrol Kelas Eksperimen
96 relevan untuk memperkuat hasil percobaan tersebut. Pada kelas kontrol, peserta
didik lebih pasif untuk mecari sumber belajar yang relevan, sehingga tidak dapat membandingkan data yang diperoleh dari hasil diskusi dengan benar.
Keterampilan mengevaluasi peserta didik kelas eksperimen memiliki persentase sebesar 73,50, sedangkan kelas kontrol sebesar 58,50. Peserta
didik kelas kontrol cenderung lebih pendiam dibandingkan kelas eksperimen dalam hal menyampaikan pendapat. Saat dilakukan diskusi, peserta didik tidak
menanyakan pada teman sekelompoknya, namun lebih memilih untuk bertanya kepada peneliti kemudian langsung menuliskan jawabannya dalam LKPD,
sehingga peserta didik tidak membuat kesimpulan secara mandiri. Pada keterampilan mencipta, peserta didik kelas eksperimen memiliki
persentase sebesar 76,25, sedangkan kelas kontrol sebesar 58,75. Peserta didik kelas eksperimen memang mampu dalam merancang suatu percobaan
dengan menggunakan bahan-bahan lain. Selain itu, peserta didik juga mampu untuk merancang langkah penyelesaian soal perhitungan pH. Namun, peserta
didik kelas kontrol memiliki kendala dalam merancang langkah penyelesaian soal perhitungan pH. Peserta didik lebih memilih untuk bertanya kepada peneliti
mengenai perhitungan yang digunakan dalam menentukan pH suatu larutan daripada berdiskusi dengan teman satu kelompoknya. Dalam hal ini, peserta didik
tidak dapat memiliki pengalaman dalam menentukan rumus manakah yang harus digunakan untuk menyelesaikannya.
Saat merancang suatu percobaan, tidak ditemui percobaan yang sama antara satu kelompok dengan kelompok yang lain pada peserta didik kelas
97 eksperimen. Bahkan, terdapat beberapa kelompok yang mampu menuliskan bahan
percobaan lebih dari satu macam. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa penerapan model Problem Based Learning lebih efektif dibandingkan dengan
penerapan model Learning Cycle 5E dalam memfasilitasi peserta didik untuk mengukur Higher Order Thinking Skills.
5. Kategori Higher Order Thinking Skills Peserta Didik Kelas Eksperimen