15 kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan
dalam proses belajar mengajar. Sejalan dengan pendapat Sardiman A.M 2011: 169, pengelolaan
kelas diuraikan sebagai menyediakan kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya proses belajar mengajar. Oleh karena itu, kegiatan
mengelola kelas akan menyangkut mengatur tata ruang kelas yang memadai untuk pengajaran dan menciptakan iklim belajar yang serasi.
Kelas yang kondusif merupakan faktor pendukung yang dapat memberikan daya tarik tersendiri bagi proses pembelajaran. Menurut Djauzak Ahmad
Haryanto, dkk, 2003: 81 berpendapat bahwa pengelolaan kelas adalah usaha menciptakan kelas agar terwujud suasana belajar mengajar yang
efektif dan menyenangkan serta dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan baik sesuai kemampuan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengelolaan
kelas merupakan
keterampilan guru
untuk mengorganisasikan, menciptakan, dan memelihara kondisi belajar yang
optimal. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan suasana belajar yang efektif, menyenangkan, dan kondusif. Dengan kata lain, pengelolaan kelas sangat
diperlukan oleh guru untuk mengurangi gangguan belajar di kelas.
2. Tujuan Pengelolaan Kelas
Saifuddin 2014: 72 mengatakan bahwa tujuan pengelolaan kelas pada hakikatnya telah terkandung dalam tujuan pendidikan. Secara umum
tujuan dari pengelolaan kelas adalah penyediaan fasilitas bagi bermacam-
16 macam kegiatan belajar siswa dalam lingkungan sosial, emosional, dan
intelektual dalam kelas. Hal ini ditegaskan oleh Arikunto Saifuddin: 2014: 73, tujuan pengelolaan kelas adalah agar setiap anak di kelas dapat
bekerja dengan baik sehingga segera tercapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisien. Selain itu, Hasibuan, dkk Suwarna, 2005: 83-84
mengatakan bahwa pengelolaan kelas merupakan keterampilan guru menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan
mengembalikannya apabila terjadi gangguan dalam proses belajar mengajar.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pengelolaan kelas adalah sebagai upaya guru untuk mengendalikan tingkah
laku siswa di dalam kelas dengan membina hubungan yang baik antara guru dengan siswa ataupun siswa dengan siswa. Hal ini bertujuan untuk
menciptakan kondisi kelas yang kondusif saat proses pembelajaran berlangsung. Selain itu, tujuan pembelajaran yang dilakukan dapat berjalan
dengan optimal.
3. Mengelola Kelas Secara Efektif
Cara yang dapat digunakan untuk mengelola kelas secara efektif agar suasana kelas menjadi kondusif dan tujuan pembelajaran dapat terpenuhi
dengan baik. Novan Ardy Wiyani 2013: 73 mengatakan bahwa untuk dapat mengelola kelas secara efektif setidaknya ada enam prinsip yang
harus dijalankan oleh guru. Selain itu, John W. Santrock 2009: 248 mengatakan bahwa untuk mencapai keberhasilan mengelola kelas dengan
17 baik, maka beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu merancang
lingkungan fisik kelas, menciptakan lingkungan positif untuk belajar, dan menjadi komunikator yang baik. Jadi, beberapa hal mengelola kelas secara
efektif, yaitu menerapkan prnsip-prinsip pengelolaan kelas, merancang lingkungan fisik kelas, menciptakan lingkungan positif untuk belajar, dan
menjadi komunikator yang baik. a.
Menerapkan Prinsip-Prinsip Dalam Pengelolaan Kelas
Untuk dapat mengelola kelas secara efektif, menurut Novan Ardy Wiyani 2013: 73 setidaknya ada enam prinsip yang harus diterapkan
oleh guru dalam pelaksanaan kegiatan mengelola kelas yang efektif. Enam prinsip pengelolaan kelas, diantaranya hangat dan antusias,
tantangan, bervariasi, keluwesan, penekanan pada hal-hal positif, dan penanaman disiplin.
1 Hangat dan Antusias
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa siswa akan senang mengikuti kegiatan belajar di kelas jika guru bersikap hangat dan
antusias kepada mereka. Pelajaran yang dianggap sebagian orang sulit pun dapat menjadi lebih mudah bagi siswa apabila guru
bersikap hangat dan antusias kepada siswa. Hal ini sejalan dengan Saifuddin 2014: 73, guru yang hangat dan akrab dengan anak didik
selalu menunjukkan antusias pada tugas atau pada aktivitas akan berhasil dalam mengimplementasikan pengelolaan kelas. Sikap
hangat dan antusias dapat ditunjukkan melalui bersikap adil kepada
18 semua siswa sehingga siswa akan lebih menghargai guru. Guru harus
bersikap adil dan fair pada para siswa bila ingin dihormati Nurul Asror, 2014.
Hangat dalam konteks mengelola kelas adalah sikap penuh kegembiraan dan penuh kasih sayang kepada siswa. Sementara
antusias dalam konteks mengelola kelas adalah sikap bersemangat dalam kegiatan mengajar. Sikap hangat dan antusias dapat
dimunculkan apabila seorang guru mau dan mampu menjalin ikatan emosional dengan siswa. Lebih lanjut, Isman 2012 mengatakan
bahwa sikap hangat dan antusias dalam mengajar merupakan awal dari munculnya keinginan siswa untuk belajar. Oleh karena itu, guru
perlu memberikan sikap hangat dan antusias agar siswa memiliki semangat untuk mengikuti kegiatan pembelajaran.
2 Tantangan
Setiap siswa sangat menyukai beberapa tantangan yang mengusik rasa ingin tahu siswa. Berbagai tantangan dapat dilakukan
oleh guru melalui penggunaan kata-kata, tindakan, cara kerja maupun bahan-bahan pelajaran yang memang dirancang untuk
memberikan tantangan kepada siswa. Kemampuan guru untuk memberikan tantangan kepada siswa dapat meningkatkan semangat
belajar dan rasa ingin tahu sehingga hal itu dapat mengurangi kemungkinan munculnya perilaku yang menyimpang.
19 Rasa ingin tahu merupakan alasan yang paling kuat bagi siswa
dalam mempelajari sesuatu Isman, 2012. Selain itu, tantangan yang berupa pertanyaan pun juga dapat membantu siswa untuk dapat
berpikir lebih kritis lagi. Setiap pertanyaan yang dilontarkan kepada siswa perlu diperhatikan tingkat level pertanyaan agar pikiran siswa
bisa lebih terasah. Hal ini sejalan dengan Hal ini sejalan dengan pendapat Thomas R. McDaniel Asep Sapa’at, 2012: 192, salah satu
prinsip bertanya di kelas, yaitu guru menggunakan beragam level jenis pertanyaan sehingga memfasilitasi kemampuan berpikir tingkat
tinggi siswa. Selain itu, secara tidak langsung dapat menciptakan lingkungan belajar yang menantang dapat menciptakan pembelajaran
dengan berorientasi pada upaya pemberdayaan potensi otak siswa Asep Sapa’at, 2012: 200. Oleh karena itu, peran guru dalam
pemberian tantangan pada siswa merupakan hal penting yang dapat meningkatkan kinerja otak.
3 Bervariasi
Dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, variasi gaya mengajar guru sangatlah dibutuhkan karena dapat menghindari
kejenuhan dan kebosanan. Variasi gaya mengajar seperti variasi intonasi suara, gerak anggota badan, mimik wajah, posisi dalam
mengajar di kelas, serta dalam hal penggunaan metode dan media pengajaran juga diperlukan. Hal ini sejalan dengan pendapat
Djamarah dan Aswan Saifuddin, 2014: 74 mengatakan bahwa
20 kevariasian dalam penggunaan media, gaya mengajar guru, pola
interaksi guru dan anak didik merupakan kunci untuk tercapainya pengelolaan kelas yang efektif dan menghindari kejenuhan. Lebih
lanjut, Isman 2012 mengatakan bahwa memvariasikan gaya mengajar guru dan penggunaan media dapat menarik perhatian
siswa. Melalui variasi tersebut, siswa akan terhindar dari rasa jenuh selama mengikuti kegiatan pembelajaran.
4 Keluwesan
Keluwesan dalam konteks mengelola kelas merupakan keluwesan perilaku guru untuk mengubah metode mengajar sesuai
dengan kebutuhan siswa dan kondisi kelas. Hal itu bertujuan untuk mencegah kemungkinan munculnya gangguan belajar pada siswa
serta untuk menciptakan iklim belajar mengajar yang kondusif dan efektif. Hal ini sejalan dengan Saifuddin 2014: 74 mengatakan
bahwa keluwesan pengajaran dapat mencegah munculnya gangguan, seperti keributan anak didik, tidak ada perhatian, tidak mengerjakan
tugas dan sebagainya. Lebih lanjut, Fakhrizal 2016 menegaskan bahwa keluwesan pengajaran dapat mencegah munculnya gangguan
seperti keributan siswa, tidak ada perhatian, tidak mengerjakan tugas, dan sebagainya.
5 Penekanan pada Hal-Hal yang Positif
Penekanan pada hal-hal yang positif yaitu penekanan yang dilakukan guru terhadap perilaku siswa yang positif. Penekanan
21 tersebut dapat dilakukan dengan memberikan penguatan positif dan
kesadaran guru untuk menghindari kesalahan yang dapat mengganggu jalannya kegiatan pembelajaran. Selain komentar
positif, pandangan guru yang positif juga sangat penting untuk diperhatikan. Banyak siswa merasa percaya diri akan performa dan
kemampuan mereka dengan komentar positif yang diberikan guru. Pandangan guru yang positif dapat diartikan sebagai sikap
mempercayai terhadap siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Saifuddin 2014: 74 yang mengatakan bahwa penekanan pada hal-
hal yang positif, yaitu penekanan yang dilakukan guru terhadap tingkah laku positif daripada mengomentari tingkah laku yang
negatif. Nizwa Ayuni 2013 menegaskan bahwa cara memelihara suasana yang positif dengan memberikan penguatan terhadap
tingkah laku siswa yang positif. 6
Penanaman Disiplin Diri Tujuan akhir dari kegiatan pengelolaan kelas adalah
menjadikan siswa dapat mengembangkan disiplin pada diri sendiri sehingga tercipta iklim belajar yang kondusif di dalam kelas. Itulah
alasan guru diharapkan dapat memotivasi siswa untuk melaksanakan disiplin dan menjadi teladan dalam pengendalian diri serta
pelaksanaan tanggung jawab. Guru harus bisa menjadi model bagi siswa dengan memberikan contoh perilaku yang positif, baik di
kelas, di sekolah, maupun di lingkungan masyarakat. Djamarah dan
22 Aswan Saifuddin, 2014: 75 mengatakan bahwa guru harus disiplin
dalam segala hal bila ingin siswa ikut berdisiplin dalam segala hal. Misalnya guru datang ke kelas tepat waktu, berpakaian sopan, tidak
memakai perhiasan yang berlebihan, berbicara dengan bahasa yang santun, berkendara sesuai dengan aturan lalu lintas, dan sebagainya.
Penanaman sikap disiplin pada siswa, guru setidaknya memberikan nasehat, peringatan, atau sanksi pada siswa agar lebih
disiplin lagi. Hal ini bertujuan untuk membantu siswa mengerti akan arah tingkah laku yang sesuai dengan tata tertib kelas, dan melihat
atau merasakan teguran guru sebagai suatu peringatan dan bukan kemarahan Nizwa Ayuni, 2013.
Keenam prinsip yang telah dikemukakan di atas senada dengan pendapat Djamarah dan Aswan Saifuddin, 2014: 73, prinsip-prinsip
pengelolaan kelas yang dapat digunakan, yaitu hangat dan antusias, tantangan, bervariasi, keluwesan, penekanan pada hal-hal yang
positif, dan penanaman disiplin diri. Sementara itu, Buchari Alma 2010: 84 mengungkapkan bahwa prinsip pengelolaan kelas
meliputi: a.
Kehangatan dan keantusiasan dalam mengajar dapat menciptakan iklim kelas yang menyenangkan.
b. Dapat menggunakan kata-kata atau tindakan yang dapat
menantang siswa untuk berpikir. c.
Guru dapat melakukan variasi. d.
Keluwesan guru dalam pelaksanaan tugas perlu ditingkatkan. e.
Penanaman disiplin diri sendiri merupakan dasar modal guru f.
Penekanan pada hal-hal yang bersifat positif perlu diperhatikan.
23 Berdasarkan beberapa pendpaat dapat disimpulkan bahwa prinsip-
prinsip yang perlu dilakukan dalam pengelolaan kelas diantaranya hangat dan antusias, tantangan, bervariasi, keluwesan, penekanan pada
hal-hal positif, serta penanaman disiplin diri. Prinsip-prinsip tersebut mampu mendukung keberhasilan guru dalam mengelola kelas dengan
baik. Selain itu, teori tentang prinsip-prinsip pengelolaan kelas dalam penelitian ini dijadikan sebagai pedoman wawancara, observasi, dan
dokumentasi.
b. Merancang Lingkungan Fisik Kelas
Lingkungan fisik tempat belajar mempunyai pengaruh penting terhadap hasil pembelajaran yang dilakukan. Selain itu, lingkungan
yang mendukung mempunyai pengaruh positif terhadap pencapaian tujuan pembelajaran. Martha Kaudfeldt 2008: 44-48 menegaskan
bahwa untuk menciptakan lingkungan fisik kelas yang kondusif, maka beberapa pertimbangan pengaruh rangsangan lingkungan, yaitu
pencahayaan, kebisingan, rangsangan visual, serta suhu dan kualitas udara. Sejalan dengan pendapat Sri Budyartati 2014: 55, masalah
penting dalam manajemen kelas berkenaan dengan penataan lingkungan fisik tempat berlangsungnya kegiatan pembelajaran, kebersihan kelas,
pengaturan tempat duduk, ventilasi, dan pengaturan cahaya. Hal tersebut merupakan beberapa hal kecil yang perlu diperhatikan guru
untuk menata lingkungan fisik kelas yang kondusif.
24 Hal lain yang dapat menunjang terciptanya lingkungan fisik kelas
yang kondusif, yaitu memperhatikan prinsip dasar yang bisa digunakan ketika menyusun kelas menurut Evertson, dkk John W. Santrock,
2009: 259-260, yaitu: 1
Mengurangi hambatan di area macet Pada area kerja kelompok, meja siswa, meja guru, rak buku,
ruang komputer, dan lokasi penyimpanan sebaiknya dipisahkan agar area tersebut mudah didatangi.
2 Pastikan Anda bisa dengan mudah melihat semua siswa
Saat kegiatan pembelajaran dimulai, pastikan ada barisan kosong di antara meja lokasi pembelajaran, meja siswa, dan semua
area kerja siswa agar dapat memantau aktivitas siswa. 3
Membuat materi pengajaran yang sering digunakan dan persediaan siswa menjadi mudah diakses
Hal ini dapat meminimalisasi waktu persiapan sebelum mengajar dan waktu pembersihan saat waktu istirahat tiba sehingga
guru bisa lebih tepat waktu. 4
Memastikan bahwa siswa bisa dengan mudah mengobservasi presentasi seluruh siswa
Ketika siswa melakukan kegiatan presentasi, guru harus memastikan keberadaan semua siswa agar tidak mengalami kesulitan
dalam hal mengamati.
25 Guru tidak hanya memperhatikan dari segi akademik saja,
melainkan penataan fisik kelas juga diperlukan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memperhatikan penataan benda-benda di kelas,
dekorasi kelas, dan jarak tempat duduk siswa diberi jarak secukupnya sehingga siswa dapat bergerak dengan bebas. Senada dengan Loisell
Winataputra, 2003: 22, prinsip yang perlu diperhatikan oleh guru dalam menata lingkungan fisik kelas, yaitu:
1 Visibility Keleluasaan Pandangan
Visibility artinya penempatan dan penataan barang-barang di dalam kelas yang tidak mengganggu pandangan siswa. Hal ini
memudahkan siswa secara leluasa dapat memandang guru, benda atau kegiatan yang sedang berlangsung. Selain itu, guru harus dapat
memandang semua siswa saat kegiatan pembelajaran. 2
Accesibility Mudah Dicapai Penataan ruang harus dapat memudahkan siswa untuk meraih
atau mengambil barang-barang yang dibutuhkan selama proses pembelajaran. Jarak antar tempat duduk harus cukup untuk dilalui
oleh siswa sehingga siswa dapat bergerak dengan mudah dan tidak mengganggu siswa lain yang sedang bekerja.
3 Fleksibilitas Keluwesan
Barang-benda di dalam kelas hendaknya mudah ditata dan dipindahkan dan disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran. Seperti
26 penataan tempat duduk yang perlu diubah, jika proses pembelajaran
menggunakan metode diskusi dan kerja kelompok. 4
Kenyamanan Kenyamanan di kelas berkenaan dengan temperatur ruangan,
cahaya, suara, dan kepadatan kelas. 5
Keindahan Prinsip keindahan ini berkenaan dengan usaha guru menata
ruang kelas yang menyenangkan dan kondusif bagi kegiatan belajar. Ruangan kelas yang indah dan menyenangkan dapat berpengaruh
positif pada sikap dan tingkah laku siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan.
Perancangan lingkungan fisik kelas perlu pula memperhatikan gaya penyusunan tiap kelas yang dapat mempengaruhi tingkat perhatian
siswa saat kegiatan pembelajaran dimulai. Penyusunan fisik kelas harus memperhatikan tiap jenis aktivitas yang sedang dilakukan dalam
kegiatan pembelajaran. Crane, dkk John W. Santrock, 2009: 261 menegaskan bahwa harus mempertimbangkan susunan fisik yang paling
mendukung jenis aktivitas siswa. Abdul Majid 2007: 168 menjelaskan bahwa dalam mengatur
tempat duduk yang penting memungkinkan terjadinya tatap muka sehingga guru dapat mengontrol tingkah laku siswa. Hal ini berarti
bahwa pengaturan posisi tempat duduk siswa memberi dampak dalam proses pembelajaran Radno Harsanto, 2007: 59. Berbagai jenis
27 penyusunan kelas standar menurut Renne John W. Santrock, 2009:
261, yaitu gaya auditorium, berhadap-hadapan, off-set, seminar, dan kelompok.
1 Gaya auditorium
Gaya susunan kelas di mana semua siswa menghadap guru. Susunan ini mencegah kontak siswa secara berhadap-hadapan dan
guru bebas untuk bergerak ke manapun di dalam ruangan. Hal tersebut membuat siswa bisa lebih fokus memperhatikan guru.
2 Gaya berhadap-hadapan
Siswa duduk menghadap satu sama lain. Gaya penyusunan ruang kelas ini, dapat menyebabkan banyak gangguan dari siswa lain
dan akan membuat kelas menjadi kurang kondusif. Hal itu dikarenakan siswa langsung menghadap dengan siswa lain yang
dapat diajak saling berbicara. 3
Gaya off-set Siswa dalam jumlah kecil dua atau tiga siswa duduk di meja,
namun tidak duduk berseberangan secara langsung. 4
Gaya seminar Siswa dalam jumlah besar sepuluh atau lebih duduk dalam
susunan empat persegi atau bentuk U. Gaya ini cocok apabila guru menginginkan siswa untuk berbicara satu dengan yang lain agar
memudahkan siswa lain memperhatikan teman yang sedang berbicara.
28 5
Gaya kelompok Siswa dalam jumlah kecil empat hingga delapan bekerja dalam
kelompok kecil yang berdekatan. Djamarah dan Aswan Saifuddin, 2014: 76 menyatakan jika,
pengajaran ditempuh dengan metode ceramah, maka tempat duduk sebaiknya berderet memanjang ke belakang. Sedangkan, menurut
Ummu Hany Almasitoh 2012 gaya susunan lain, yaitu: 1
Kelompok untuk Kelompok Susunan ini memungkinkan untuk menyusun permainan peran,
berdebat atau observasi aktivitas kelompok. Cara menyusun posisi tempat duduk ini dengan meletakkan meja pertemuan di tengah-
tengah dan dikelilingi oleh kursi-kursi pada sisi luar. 2
Workstation Susunan ini tepat untuk lingkungan tipe laboratorium, aktif di
mana setiap siswa duduk pada tempat untuk mengerjakan tugas seperti mengoperasikan komputer, mesin, melakukan kerja laborat
tepat setelah didemonstrasikan. Tempat berhadapan mendorong patner belajar untuk menempatkan dua siswa pada tempat yang
sama. Berdasarkan uraian di atas tentang cara merancang lingkungan
fisik kelas dapat disimpulkan bahwa lingkungan fisik mempunyai pengaruh yang penting untuk menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan. Menciptakan lingkungan fisik kelas yang kondusif
29 memerlukan
beberapa pertimbangan
diantaranya pencahayaan,
kebisingan, rangsangan visual, serta suhu dan kualitas udara. Dari sisi lain, perlu memperhatikan prinsip penyusunan kelas dan gaya
penyusunan. Prinsip penyusunan kelas dapat memperhatikan beberapa hal, yaitu visibility, accesbility, fleksibilitas, kenyamanan, dan
keindahan. Prinsip-prinsip tersebut dapat menjadi pedoman guru untuk menciptakan suasana kelas yang kondusif dan nyaman untuk kegiatan
pembelajaran. Kemudian, untuk menciptakan lingkungan fisik kelas yang kondusif juga perlu memperhatikan gaya penyusunan kelas karena
dapat berpengaruh pada semangat dan antusias siswa mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas.
c. Menciptakan Lingkungan yang Positif untuk Pembelajaran
Siswa membutuhkan lingkungan yang positf untuk mendukung proses pembelajaran. Ada berbagai cara yang dapat digunakan untuk
menciptakan lingkungan yang positif, diantaranya strategi umum dalam pengelolaan kelas, cara-cara untuk menerapkan peraturan, dan strategi
yang positif untuk membuat siswa bekerja sama John W. Santrock, 2009: 264.
Pertama, strategi umum dalam menciptakan lingkungan positif untuk pembelajaran dapat dilihat dari gaya mengelola kelas. Berbagai
macam gaya mengelola kelas yang bisa dilakukan oleh guru untuk menciptakan lingkungan positif untuk pembelajaran. John W. Santrock
30 2013: 566-567 mengatakan bahwa gaya mengelola kelas yang dapat
digunakan guru, yaitu ada gaya otoriter, permisif, dan demokratis. 1
Gaya Mengelola Kelas yang Demokratis Strategi demokratis dalam mengelola kelas mendorong siswa
untuk menjadi pemikir dan pelaku yang mandiri, tetapi masih melibatkan pemantauan yang efektif. Guru yang demokratis
melibatkan siswa dalam banyak aktivitas verbal dan menunjukkan sikap perhatian kepada mereka. Tim Portal Informasi Pendidikan
Sekolah Dasar 2009 mengatakan bahwa gaya manajemen guru yang demokratis lebih mungkin terbinanya sikap persahabatan guru
dan siswa dengan dasar saling mempercayai. 2
Gaya Mengelola Kelas yang Otoriter Gaya ini bersifat membatasi dan menghukum. Guru yang
otoriter menempatkan batas dan kendali yang tegas terhadap siswa serta memiliki sedikit pertukaran verbal dengan siswa. Hal ini
membuat siswa merasa tertekan saat mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas. Selain itu, penanaman sikap positif dari diri
siswa juga akan terganggu. Siswa di dalam kelas yang otoriter cenderung pasif, tidak bisa
memulai aktivitas,
mengungkapkan kecemasan
tentang perbandingan sosial, dan memiliki keterampilan komunikasi yang
buruk. Oleh karena itu, gaya manajemen kelas yang otoriter tidak harus diterapkan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran.
31 3
Gaya Megelola Kelas yang Permisif Gaya mengelola ini siswa diberi banyak kebebasan, tetapi
memberi mereka sedikit dukungan untuk mengembangkan keterampilan belajar atau mengatur perilaku mereka. Siswa yang
terdapat di kelas permisif cenderung memiliki keterampilan akademis yang tidak memadai dan pengendalian diri yang rendah.
Kedua, menerapkan peraturan di mana kelas tanpa panduan tentang perilaku yang tepat cenderung kacau dan tidak produktif.
Menetapkan batasan-batasan perilaku di kelas dapat meningkatkan lingkungan belajar yang lebih produktif. John W. Santrock 2009: 220
mengatakan bahwa ada berbagai strategi yang dapat digunakan, yaitu meninjau secara periodik kegunaan peraturan dan prosedur yang ada
dan mengakui perasaan siswa tentang persyaratan-persyaratan di kelas. Senada dengan pendapat Asep Jihad dan Suyanto 2013: 97
menyatakan bahwa beberapa saran agar aturan yang dibuat dan disepakati bersama dapat diterapkan dengan cara:
1 Membuat aturan seminimal dan sejelas mungkin
Aturan yang hendak dibuat sebaiknya jelas dan langsung pada inti aturan.
2 Memberikan hadiah atau hukuman yang masuk akal
Terangkan secara jelas kewajiban yang harus dikerjakan. Berikan pula pengertian kepada siswa yang bermasalah secara
32 efisien bahwa mereka yang memegang kendali atas kemampuan dan
perilaku masing-masing. 3
Banyaklah Berkomunikasi dengan Siswa Selalu komunikasikan dengan siswa secara baik-baik segala
hal yang diterapkan pada mereka. Melakukan komunikasi secara berulang akan menggerakkan siswa untuk melakukan kewajiban
dengan kemauan sendiri. 4
Bekerja Sama dengan Siswa Setelah aturan dibuat oleh guru dan siswa, maka aturan
tersebut berlaku untuk keduanya. Hal ini sejalan dengan Ummu Hany Almasitoh 2012, strategi
dalam menerapkan batasan untuk siswa, yaitu: 1
Aturan dan prosedur harus masuk akal dan dibutuhkan Aturan dan prosedur yang dibuat harus tepat untuk kelas
tersebut dan mempunyai dasar yang kuat. Misalnya, seorang guru yang membuat aturan bahwa semua siswa harus datang tepat waktu
dan bagi siswa yang terlambat akan dikenai sanksi, sebaiknya guru tersebut menjelaskan alasan aturan tersebut pada siswa.
Jika terlambat, maka siswa mungkin akan kehilangan materi pelajaran yang penting. Dari alasan tersebut, maka siswa pasti tidak
akan mengulangi perbuatan perilaku buruk dan akan berusaha untuk datang tepat waktu. Lebih baik memberikan alasan tersebut daripada
memarahi siswa.
33 2
Aturan dan prosedur harus jelas dan dapat dipahami Aturan
yang dibuat
harus dijelaskan
maksud dan
dideskripsikan agar siswa benar-benar memahami materi. Sebaiknya, guru melibatkan siswa dalam membuat aturan sehingga dapat
meningkatkan rasa tanggung jawab siswa untuk mematuhi aturan tersebut.
3 Aturan dan prosedur harus konsisten dengan tujuan pengajaran dan
pembelajaran Pastikan bahwa aturan dan prosedur yang dibuat tidak akan
mengganggu proses pengajaran dan pembelajaran. Sebagian guru menginginkan kelas yang tenang, sehingga siswa dilarang untuk
berinteraksi dengan teman lain, hal ini tentu tidak cocok diterapkan dalam pembelajaran dengan model kolaboratif.
Ketiga, mengajak siswa untuk bekerja sama di mana ada tiga strategi utama, yaitu mengembangkan hubungan positif dengan siswa,
membuat siswa berbagi dan memikul tanggung jawab, serta menghargai perilaku yang pantas.
1 Mengembangkan Hubungan yang Positif dengan Siswa
Menjalin hubungan yang positif dengan siswa dapat dilakukan dengan menunjukkan perhatian yang tulus pada siswa sebagai
individu sehingga mereka mau diajak bekerja sama. Guru yang memberikan perhatian meski hanya hal-hal kecil saja bisa membuat
siswa merasa bahwa guru memperhatikan dan siswa menjadi merasa
34 nyaman didekat guru. Hal ini sejalan dengan John W. Santrock
2013: 571 menyatakan bahwa perhatian menyebabkan kelas dirasakan aman dan nyaman bagi siswa dan merasa diperlakukan
secara adil. Dalam hal ini, ternyata kenyamanan kelas dapat melalui guru memberikan perhatian. Selain itu, Lilik Firdayati 2015
menjelaskan bahwa guru yang bisa menjadi sahabat siswa juga mampu menciptakan atmosfer belajar yang hangat, mengasyikkan,
membangkitkan semangat, dan menancapkan kepercayaan diri bagi siswa.
Sebuah studi dari Emmer, dkk John W. Santrock, 2009: 269 menemukan bahwa selain memiliki peraturan dan prosedur yang
efektif, para pengelola kelas yang berhasil juga menunjukkan sikap perhatian terhadap siswa. Jeanne Ellis Ormrod 2009: 214-215,
strategi-strategi ini harus menjadi inti dalam usaha guru untuk memiliki hubungan kerja yang produktif dengan siswa sehingga
hubungan guru dan siswa menjadi dekat, yaitu: a
Komunikasikan secara rutin kepedulian dan respek kepada siswa sebagai individu
Guru dapat menunjukkan sikap peduli dan menghargai siswa sebagai individu melalui hal-hal kecil yang dapat dilakukan.
Misalnya, dapat memberi mereka sebuah senyum dan salam hangat di pagi hari, memuji mereka ketika memiliki sepatu baru,
unggul dalam ekstrakurikuler, ataupun bersikap sopan kepada
35 guru. Diamond, dkk Jeanne Ellis Ormrod, 2009: 214
mengatakan bahwa perilaku tersebut dapat bermanfaat bagi siswa yang kurang mengalami hubungan kasih sayang di rumah.
b Ingatlah bahwa kepedulian dan respek melibatkan lebih dari
sekedar menunjukkan afeksi Sikap peduli yang dimiliki guru sangatlah penting untuk
siswa karena mampu menciptakan rasa hangat dan lembut saat siswa di samping guru.
Sikap peduli yang ditunjukkan oleh guru dalam hal kecil dapat menjadi sesuatu hal spesial bagi siswa. Sejalan dengan pendapat
Ummu Hany Almasitoh 2012, ada beberapa pedoman pengajaran yang dapat digunakan untuk mengembangkan hubungan yang positif
dengan siswa, yaitu sebagai berikut: a
beri siswa sapaan “selamat pagi” yang ramah, b
luangkan waktu walaupun singkat untuk bertatap muka dan membicarakan hal-hal yang terjadi dalam kehidupan siswa,
c tuliskan catatan ringkas yang bersisi dorongan bagi siswa,
d sering-seringlah memanggil siswa dengan namanya,
e tunjukkan semangat pada siswa, bahkan ketika akan pulang
sekolah, pada akhir pekan, ataupun akhir tahun pelajaran, f
bersikap lebih terbuka sehingga siswa bisa lebih memandang guru sebagai individu. Tetapi juga jangan terlalu berlebihan
dalam membuka diri, g
menjadi pendengar aktif yang menyimak apa yang dikatakan siswa meskipun yang dikatakan tersebut hanya masalah sepele,
h biarkan siswa tahu bahwa guru akan selalu membantu, dan
i ingat bahwa membangun hubungan yang positif dan saling
percaya itu akan membutuhkan waktu. Hal ini terutama berlaku bagi siswa yang berasal dari lingkungan yang beresiko yang
mungkin tidak mudah percaya pada guru.
36 2
Membuat Siswa Berbagi dan Memikul Tanggung Jawab Beberapa ahli tentang mengelola kelas berpendapat bahwa
berbagi tanggung jawab dengan siswa untuk membuat keputusan kelas meningkatkan komitmen siswa terhadap keputusan tersebut
John W. Santrock, 2009: 270. Selain itu, siswa juga akan belajar bahwa tanggung jawab yang mereka miliki, harus dilaksanakan
dengan baik. Oleh karena itu, pemberian sanksi saat siswa tidak menjalankan tanggung jawab juga diperlukan agar siswa menjadi
lebih mengerti alasan harus bertanggung jawab. Eko Triyanto 2013 menyatakan bahwa:
siswa yang lalai dari tanggung jawabnya perlu diberi hukuman
agar tidak
mengulanginya lagi
sekaligus memberikan peringatan kepada siswa lain agar tidak lalai dari
tanggung jawab. Sebaliknya, mereka yang berhasil
menunaikan tanggung jawab, patut mendapat apresiasi meskipun sederhana berupa pujian atau doa.
Ada beberapa pedoman menurut Ummu Hany Almasitoh 2012 yang dapat dilakukan untuk mengajak siswa berbagi dan
mengemban tanggung jawab di kelas, yaitu sebagai berikut. a
Libatkan siswa dalam perencanaan dan implementasi inisiatif sekolah dan kelas
Partisipasi ini akan membantu kebutuhan siswa untuk merasa percaya diri dan saling memiliki. Selain itu, dapat melatih
siswa untuk lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran karena dapat mengekspresikan apa yang ingin dilakukan.
37 b
Dorong siswa untuk menilai tindakan mereka sendiri Daripada memberi penghakiman atas perilaku siswa, lebih
baik ajukan pertanyaan yang dapat memotivasi siswa untuk mengevaluasi perilaku sendiri.
c Jangan menerima alasan siswa melakukan kesalahan
Alasan biasanya dimaksudkan untuk menghindari tanggung jawab. Sebaiknya, guru tidak mendiskusikan alasan siswa
melakukan kesalahan, namun guru menanyakan pada siswa tentang apa yang akan mereka lakukan, jika situasi yang sama
terjadi. d
Beri waktu agar siswa mau menerima tanggung jawab siswa tidak akan berubah menjadi anak yang bertanggung
jawab dalam sekejap saja. Banyak perilaku menyimpang siswa yang terbentuk sejak lama dan dibutuhkan waktu untuk
mengubah. 3
Memberikan Penghargaan untuk Perilaku yang Pantas Memberikan penghargaan kepada siswa yang mempunyai
perilaku baik merupakan salah satu cara mengelola kelas dengan baik. Hal tersebut dikarenakan dapat dijadikan dorongan agar siswa
yang belum melakukan perilaku baik akan menjadi termotivasi. Sahala Saifuddin, 2014: 80 menyatakan bahwa pada saat guru
ingin membina tingkah laku yang positif, maka berikan penguatan positif, sedangkan untuk menghilangkan dan menghentikan tingkah
38 laku negatif, maka gunakan peringatan atau berikan sanksi sesuai
dengan perbuatan yang dilakukan. Sejalan dengan Les Parsons 2009: 50, konsekuensi harus sesuai dengan perilaku tersebut dan
harus bertujuan untuk mendorong timbulnya perilaku yang patuh. John W. Santrock 2009: 270 mengatakan bahwa beberapa
pedoman dalam menggunakan penghargaan mengelola kelas, sebagai berikut:
a Memilih Penguat yang Efektif
Guru sebaiknya mencari penguat yang paling cocok untuk siswa dan sesuaikanlah penguatan tersebut dengan siswa yang
mana. Untuk satu siswa, sebaiknya penghargaan paling efektif, yaitu dengan pujian. Melalui pujian, siswa menjadi lebih
percaya diri dengan sikap yang dilakukan. Ingatlah bahwa aktivitas yang menyenangkan sering kali sangat berharga untuk
mendapatkan kerja sama dari siswa. b
Menggunakan Dorongan dan Pembentukan secara Efektif Menunggu siswa untuk tampil dengan sempurna, mereka
tidak akan bisa melainkan dengan menggunakan dorongan dan membentuk
perilaku siswa
dengan cara
memberikan penghargaan atas peningkatan yang dicapai. Beberapa dorongan
bisa berupa petunjuk atau peringatan. Sedangkan, pembentukan melibatkan pemberian penghargaan bagi seorang siswa untuk
perilaku tertentu yang dituju.
39 Keempat, menciptakan iklim psikologis efektif di mana hubungan
guru dan siswa saling terjaga merupakan hal penting bagi iklim kelas secara keseluruhan, yaitu lingkungan psikologis umum yang mewarnai
interaksi kelas. Brand, dkk Jeanne Ellis Ormrod, 2008: 216-217 menyatakan bahwa guru pasti menginginkan siswa merasa nyaman,
membuat pelajaran menjadi prioritas yang tinggi serta bersedia mengambil resiko dan membuat kesalahan demi kesuksesan akademik
jangka panjang. Asep Sapa’at 2012: 200 menjelaskan bahwa dalam
upaya pemberdayaan potensi otak siswa dapat dengan cara menciptakan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan.
Untuk mewujudkan itu, maka guru juga perlu memperhatikan bagaimana iklim di kelas karena itu akan berpengaruh pada prestasi
siswa. Hal ini sejalan dengan Tarmidi 2006 bahwa prestasi belajar siswa juga ditentukan oleh kualitas iklim psikologis di mana mereka
belajar. Hal tersebut juga akan mempengaruhi psikologis siswa karena jika iklim psikologis mendukung, maka siswa akan merasa nyaman dan
semangat dalam mengikuti pembelajaran. Berikut ini beberapa strategi yang dapat dilakukan menurut
Jeanne Ellis Ormrod 2008: 216-217: 1
Bangunlah suasana yang berorientasi tujuan, menyerupai bisnis, namun tidak menakutkan
Kegiatan pembelajaran
yang dilakukan
tidak boleh
membosankan, melainkan harus menarik dan menyenangkan.
40 Suasana kelas menyerupai bisnis, artinya tidak lupa dengan tujuan
utama sekolah. Jadi, kegiatan pembelajaran yang dilakukan tetap menekankan pada tujuan utama sekolah, namun dengan menciptakan
dan mempertahankan
suasana kelas
yang menarik
dan menyenangkan. Hiburan juga tetap diperlukan, tetapi bukan menjadi
tujuan utama sekolah. 2
Komunikasikan dan tunjukkan bahwa tugas sekolah dan pokok bahasan akademik itu berharga
Guru menyampaikan pesan kepada siswa tentang nilai dari pelajaran di sekolah bukan hanya sekedar ucapan melainkan juga
dengan tindakan. Guru seharusnya menunjukkan bagaimana kaitan topik-topik di kelas dengan dunia luar. Jika guru menilai
pembelajaran dengan cara-cara yang mensyaratkan pembelajaran bermakna dan elaborasi, dan berfokus pada seberapa baik performa
tiap siswa berkembang, guru telah menunjukkan kepada siswa bahwa materi pelajaran dapat meningkatkan kualitas hidup siswa.
Inilah yang akan membuat siswa sedikit demi sedikit dapat memahami pentingnya tiap pelajaran yang diterima.
3 Berilah siswa kesempatan untuk mengendalikan aktivitas-aktivitas
kelas Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar
secara mandiri dan memilih cara terbaik untuk belajar serta menunjukkan penguasaan materi di kelas.
41 4
Minimalkan persaingan di antara para siswa Siswa akan lebih produktif melalui kerja sama, bukan saling
bersaing. Selain dapat saling mendukung menguasai materi di kelas, tetapi juga dapat menjaga hubungan pertemanan yang penting bagi
perkembangan sosial dan psikologis siswa. 5
Tingkatkan rasa kebersamaan dan keterjalinan Sikap kebersamaan dan keterjalinan sangat diperlukan bagi
siswa karena dapat membuat siswa memandang dirinya sebagai anggota kelas yang penting dan berharga. Guru dan siswa memiliki
tujuan yang sama, saling menghargai dan mendukung usaha, serta percaya bahwa setiap orang dapat memberikan kontribusi yang
penting bagi pembelajaran di kelas. Hal ini sejalan dengan Lina Kato 2015 yang menyatakan bahwa
untuk menciptakan iklim psikologis yang efektif, hal-hal yang dapat dilakukan oleh seorang guru antara lain:
a mengkomunikasikan adanya penerimaan, penghargaan, dan
perhatian terhadap siswa, b
menciptakan lingkungan kelas yang berfokus pada pencapaian tujuan akhir,
c mensosialisasikan materi pelajaran yang akan disampaikan,
d memberi kebebasan kepada siswa untuk mengontrol sendiri
aspek-aspek dalam kehidupan kelas, dan e
menciptakan suasana yang saling menghargai, saling berbagi, dan saling mendukung satu sama lain.
Siswa mencapai tingkatan yang lebih tinggi di kelas ketika mereka memiliki suatu perasaan kebersamaan, yaitu ketika mereka
berbagi tujuan bersama serta saling menghargai dan mendukung usaha
42 satu sama lain. Hal tersebut yang dapat menunjang terciptanya
lingkungan positif untuk pembelajaran di kelas. Berdasarkan uraian di atas tentang menciptakan lingkungan yang
positif untuk pembelajaran, yaitu dibagi menjadi empat cara, yaitu strategi umum dalam pengelolaan kelas, cara untuk menerapkan
peraturan, strategi yang positif untuk membuat siswa bekerja sama, dan menciptakan iklim psikologis yang efektif. Strategi umum yang dapat
dilakukan, yaitu dengan memperhatikan gaya mengelola yang dipilih. Gaya mengelola kelas, meliputi demokratis, otoriter, dan permisif.
Cara untuk menerapkan peraturan dapat dengan meninjau kembali peraturan yang ada, dibuat dengan jelas, dan adanya saling kerja sama
antara guru dan siswa. Sedangkan, untuk mengembangkan hubungan positif dengan siswa dengan memberikan perhatian dan rasa peduli
kepada siswa dimulai dari hal yang sederhana. Perhatian di atas menyebabkan kelas terasa aman dan nyaman bagi siswa dan mereka
merasa diperlakukan secara adil. Hal terakhir dalam menciptakan lingkungan positif untuk
pembelajaran, yaitu menciptakan iklim psikologis yang efektif. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara menjalin kebersamaan,
menciptakan lingkungan kelas yang berfokus pada tujuan akhir, memberikan kebebasan pada siswa, menciptakan suasana saling
menghargai, berbagi, dan mendukung satu sama lain, serta meminimalkan persaingan. Jika cara tersebut dapat dilakukan oleh guru,
43 maka guru mampu mengelola kelas dengan baik terhadap berbagai
karakteristik siswa.
d. Menjadi Seorang Komunikator yang Baik
Berkomunikasi bagi guru berarti memiliki kemampuan dan keberanian menyampaikan kata-kata dengan lancar, jelas, dan intonasi
yang tepat. Pada dasarnya seorang guru adalah seorang komunikator. Proses pembelajaran di dalam kelas merupakan proses komunikasi.
Dalam konteks komunikasi pendidikan, guru seyogyanya memenuhi segala prasyarat komunikasi yang efektif dalam menyampaikan
pelajaran. Dengan adanya komunikasi yang baik, tujuan pendidikan bisa tercapai secara efektif Agus Wibowo, 2013: 60. Jika tidak, proses
pembelajaran akan sulit mencapai hasil maksimal. Berbagai persoalan akan muncul manakala hubungan komunikatif antara guru dan siswa
tidak berjalan dengan optimal Ngainun Naim, 2011: 112. Kemampuan berkomunikasi merupakan kunci keberhasilan dari
berbagai profesi
yang ada.
Tanpa menguasai
kemampuan berkomunikasi yang baik dapat membuat kita akan mengalami kesulitan
dalam menyampaikan maksud atau pemikiran kita kepada orang lain. Mulyana 2010: 96 menjelaskan bahwa komunikasi tampaknya
merupakan hal yang sederhana tetapi ternyata tidak semua orang dapat menguasai dengan baik.
Mengelola kelas dan menyelesaikan masalah secara konstruktif membutuhkan keterampilan komunikasi yang baik. Tiga aspek utama
44 dari komunikasi adalah keterampilan berbicara, keterampilan
mendengarkan, dan komunikasi nonverbal John W. Santrock, 2009: 273.
1 Keterampilan Berbicara
Guru harus memiliki keterampilan berbicara yang efektif agar dapat mengembangkan keterampilan berbicara siswa. Ketika
berbicara di dalam kelas dan dengan siswa, satu hal terpenting yang harus diingat guru adalah mengomunikasikan informasi dengan
jelas. Kejelasan dalam berbicara sangatlah penting dalam kegiatan pembelajaran. Florez John W. Santrock, 2009: 273 mengatakan
bahwa ada beberapa strategi yang bagus untuk berbicara secara jelas di kelas, meliputi hal-hal berikut ini:
a menggunakan tata bahasa yang benar,
b memilih kosa kata yang bisa dimengerti,
c menerapkan strategi guna meningkatkan kemampuan
siswa untuk memahami apa yang guru jelaskan, dan d
berbicara pada kecepatan yang sesuai. Hal ini sejalan dengan pendapat Thornburry anonim: 2016
bahwa strategi kompetensi disebut juga dengan strategi komunikasi. Ada beberapa hal yang yang harus diperhatikan dalam strategi
komunikasi yaitu: a
menggunakan kata-kata yang tidak langsung tidak to the point,
b mengubah kata-kata baru agar lebih dikenal,
c menggunakan kata-kata yang umum,
d menggunakan ekspresi, dan
e menggunakan gerak tubuh atau mimik untuk meyakinkan
maksud yang diinginkan.
45 Miyades,
dkk 2014
mengatakan bahwa
pemberian kesempatan kepada siswa untuk saling menyampaikan pendapat
secara lisan dalam bentuk diskusi sangat besar artinya. Kesempatan ini juga dapat merupakan latihan untuk siswa mengemukakan kritik
yang konstruktif. Ross dan Roe Ahmad Rofi’udin dan Darmiyati
Zuhdi, 2002: 13, guru menciptakan kegiatan untuk melatih keterampilan berbicara melalui menyampaikan informasi, partisipasi
dalam diskusi, serta berbicara menghibur dan menyajikan pertunjukan. Sejalan dengan pendapat Yodhia Antariksa 2009,
untuk mengembangkan keterampilan berbicara, yaitu: 1
memberikan perhatian penuh terhadap pembicara sebagai usaha yang sesungguhnya untuk memahami pokok-pokok
penting dari pembicara. Termasuk memberikan perhatian penuh kepada mereka dan gunakan kata-kata pendorong
seperti “ya”, “aha”, dan “mmm”. Hal ini juga termasuk pernyataan
secara non-verbal
seperti mengangguk,
tersenyum, dan bahasa tubuh lainnya, 2
melihat ke arah pembicara untuk mengamati bahasa tubuh dan mengambil nuansa pembicaraan,
3 mengajukan pertanyaan, dan
4 memberikan waktu kepada pembicara untuk mengeluarkan
pemikirannya dan membiarkan orang-orang menyelesaikan apa yang mereka katakan sebelum memberikan opini.
Hal lain yang dapat menunjang keberhasilan keterampilan berbicara, yaitu dengan berbicara tegas. Menurut John W. Santrock
2009: 274, orang-orang yang sedang menghadapi konflik dapat dilakukan dalam empat gaya, yaitu agresif, manipulatif, pasif, atau
tegas. Orang-orang yang menggunakan gaya agresif akan bersikap kasar dengan orang lain. Orang-orang yang menggunakan gaya
46 manipulatif akan berusaha untuk mendapatkan apa yang mereka
inginkan dengan cara membuat orang lain merasa bersalah. Orang- orang yang menggunakan gaya pasif merupakan orang yang tidak
bersikap tegas atau pasrah. Namun, orang-orang yang menggunakan gaya tegas akan mengungkapan isi hati dan menolak sesuatu hal
yang tidak mereka inginkan. Dalam hal menangani konflik, bersikap tegas merupakan pilihan yang terbaik.
Dari paparan di atas yang berkaitan dengan keterampilan berbicara dapat disimpulkan bahwa guru harus memiliki
keterampilan berbicara yang efektif agar dapat mengembangkan keterampilan berbicara siswa. Strategi berbicara yang bagus untuk
dapat dilakukan oleh guru, yaitu menggunakan tata bahasa yang benar, memilih kosakata yang bsia dimengerti, menerapkan strategi
untuk meningkatkan siswa memahami apa yang sedang dijelaskan oleh guru, berbicara pada kecepatan yang sesuai, menggunakan kata-
kata umum, menggunakan gerak tubuh atau mimik dan menggunakan
ekspresi. Selanjutnya,
untuk meningkatkan
keterampilan berbicara
siswa dapat
melalui kebiasaan
menyampaikan pendapat saat diskusi kelas dan memberikan perhatian pada pembicara.
Hal lain yang mampu menunjang keterampilan berbicara, yaitu dengan berbicara tegas. Di mana guru harus menggunakan gaya
tegas agar siswa dapat diatur dan tidak membantah. Hal-hal inilah
47 yang dapat membantu guru untuk mengembangkan keterampilan
berbicara kepada siswa agar siswa dapat memahami maksud dan tujuan dari apa yang disampaikan oleh guru.
2 Keterampilan Mendengarkan
Mengelola kelas secara efektif akan menjadi lebih mudah apabila guru dan siswa mempunyai keterampilan mendengarkan
yang baik. Apabila siswa mampu menjadi pendengar yang baik, maka akan mendapatkan lebih banyak manfaat dari pelajaran yang
dilalui dan akan memiliki hubungan sosial yang lebih baik. Pendengar yang baik akan mendengarkan secara aktif dan menyerap
informasi yang diberikan. Mendengarkan secara aktif adalah memberikan perhatian penuh kepada pembicara, berfokus pada isi
intelektual, dan emosional dari pesan John W. Santrock, 2009: 278. Pendengar yang baik hanya fokus dengan apa yang sedang
dibicarakan dan memahami isi dari pembicaraan tersebut. Seseorang tidak akan memahami isi yang dibicarakan bila tidak mendengarkan
dengan fokus. Hal ini sejalan dengan Burhan Nisa Alrochmah, 2013 menjelaskan bahwa pelajar yang tidak pandai mendengarkan
pelajaran akan mendapat kesukaran dalam mengikuti pelajaran dan bahkan besar kemungkinan gagal.
Berikut ini
adalah beberapa
untuk mengembangkan
keterampilan mendengarkan yang aktif John W. Santrock, 2009: 278-279. Gabungkanlah keterampilan ini dengan gaya interaksi
48 guru dengan siswa dan bekerja sama untuk membantu siswa
mengembangkan keterampilan ini. a
memperhatikan orang yang berbicara, Hal ini menunjukkan bahwa topik yang sedang dibicarakan
itu menarik. Pertahankanlah kontak mata yang baik dan condongkanlah badan ke depan ketika mendengarkan.
b memparafrasekan, dan
Topik pembicaraan yang telah disampaikan, diuraikan kembali dengan bahasa sendiri.
c memberikan umpan balik dengan cara yang kompeten,
Umpan balik verbal atau nonverbal memberi pembicara ide tentang seberapa banyak kemajuan yang dibuat pembicara dalam
mengomunikasikan satu poin dengan jelas. Pendengar yang baik memberikan umpan balik dengan cepat, jelas, jujur, dan
informatif. 3
Komunikasi Nonverbal Komunikasi nonverbal hanyalah berupa gerakan anggota tubuh
untuk mempertegas maksud yang ingin disampaikan. Hal ini sejalan dengan Hardjana 2003: 26 menyatakan bahwa komunikasi non
verbal adalah komunikasi di mana pesan dikemas dalam bentuk nonverbal, tanpa kata-kata. Hal ini ditegaskan oleh Widya Pontoh
2013 bahwa komunikasi non verbal adalah komunikasi yang berbaur dengan pembicaraan, misalnya gerakan, ekspresi wajah,
49 gerakan mata, karakteristik suara, dan penampilan pribadi adalah
merupakan suatu bentuk komunikasi nonverbal. Sikap saat sedang berbicara
juga perlu
diperhatikan, seperti
posisi tangan,
melemparkan pandangan, menggerakan mulut, dan posisi kaki. Berikut adalah beberapa contoh perilaku umum yang menjadi jalan
dalam komunikasi secara nonverbal antar-individu John W Santrock, 2009: 278.
1 mengangkat alis dengan perasaan tidak percaya,
2 mendekap lengan untuk mengasingkan atau melindungi diri,
3 mengangkat bahu ketika merasa tidak tertarik,
4 mengedipkan mata untuk menunjukkan kehangatan,
5 mengetuk-ngetukkan jemari ketika merasa tidak sabar, dan
6 memukul dahi ketika lupa akan suatu hal.
Dari pendapat beberapa ahli di atas menyatakan bahwa komunikasi nonverbal merupakan cara berkomunikasi dengan
gerakan tubuh yang bertujuan untuk mempertegas maksud yang sedang disampaikan. Komunikasi nonverbal dilakukan dengan
tujuan agar siswa bisa memahami maksud dari apa yang disampaikan oleh guru kaitannya dengan meningkatkan pengetahuan
siswa tersebut. Berdasarkan uraian di atas, untuk menjadi seorang komunikator
yang baik terdapat tiga aspek utama, yaitu keterampilan berbicara, keterampilan mendengarkan, dan keterampilan nonverbal. Di mana
ketiga aspek tersebut merupakan salah satu cara untuk mengelola kelas dengan baik. Strategi untuk keterampilan berbicara, yaitu berbicara
dengan kelas dan siswa, serta bersikap tegas karena itu diperlukan agar
50 siswa mampu memahami maksud dan tujuan dari guru serta tidak
membantah apa yang disampaikan oleh guru. Dalam
membantu siswa
mengembangkan keterampilan
mendengarkan dapat dilakukan dengan memperhatikan orang yang berbicara, memparafrasekan, dan memberikan umpan balik. Yang
terakhir yaitu komunikasi nonverbal di mana sikap dan perilaku seseorang saat berkomunikasi ditunjukkan. Jadi, pesan yang akan
disampaikan dikemas dengan gerakan tubuh. Misalnya, gerakan mata, ekspresi wajah, penampilan pribadi, atau karakteristik suara.
Komunikasi nonverbal bertujuan untuk mempertegas apa yang sedang disampaikan agar mengerti apa yang disampaikan.
Berdasarkan uraian mengenai cara mengelola kelas secara efektif, dapat disimpulkan bahwa cara yang dapat digunakan untuk mengelola
kelas secara efektif, yaitu dengan menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan kelas, merancang lingkungan fisik kelas, menciptakan lingkungan yang
positif untuk belajar, dan menjadi komunikator yang baik. Kajian tentang pengelolaan kelas dan cara mengelola kelas secara efektif akan dijadikan
sebagai tambahan pengetahuan dalam penyusunan pedoman observasi, pedoman wawancara, dan pedoman dokumentasi dalam penelitian ini.
4. Standar Pengelolaan Kelas
Sebagai indikator pelaksanaan pengelolaan kelas yang efektif, dapat dilihat dari standar atau karakteristik pengelolaan kelas yang baik. Standar
dan karakteristik pengelolaan kelas yang baik dapat dilihat sebagai berikut.
51 Menurut Permen DIKNAS Nomor 41 Tahun 2007 standar pengelolaan
kelas terdiri dari: a.
Guru mengatur tempat duduk sesuai dengan karakteristik siswa, dan mata pelajaran, serta aktivitas pembelajaran yang akan dilakukan.
b. Volume dan intonasi suara guru dalam proses pembelajaran harus dapat
didengar baik oleh siswa. c.
Tutur kata guru santun dan dapat dimengerti siswa. d.
Guru menyesuaikan materi pelajaran dengan kecepatan dan kemampuan belajar siswa.
e. Guru menciptakan, ketertiban, kedisiplinan, kenyamanan, keselamatan
dan kepatuhan pada peraturan dalam menyelenggarakan proses pembelajaran.
f. Guru memberikan penguatan dan umpan balik terhadap respon dan
hasil belajar siswa selama proses pembelajaran berlangsung. g.
Guru menghargai siswa tanpa memandang latar belakang agama, suku, jenis kelamin, dan status sosial ekonomi.
h. Guru menghargai pendapat siswa.
i. Guru memakai pakaian yang sopan, bersih, dan rapi.
j. Pada tiap awal semester, guru menyampaikan silabus mata pelajaran
yang diampunya. k.
Guru memulai dan mengakhiri proses pembelajaran sesuai waktu yang dijadwalkan.
Untuk melihat keberhasilan pengelolaan kelas, selain melalui standar pengelolaan kelas, guru juga dapat melihat dari karakteristik. Menurut H.K
Wong dan Wong, R.T 2005: 86 menyatakan bahwa karakteristik kelas yang dikelola dengan baik antara lain yaitu a siswa sangat terlibat dengan
pekerjaan mereka terutama dengan akademik, guru yang dipimpin instruksi, b siswa tahu apa yang diharapkan dari mereka dan umumnya
sukses, dan c iklim kelas adalah bekerja berorientasi, tapi santai dan menyenangkan.
Dari pendapat diatas peneliti menyimpulkan sebagai tolak ukur atau indikator terlaksananya pengelolaan kelas yang baik dapat dilihat melalui
guru dan siswa. Untuk menciptakan pengelolaan kelas yang baik, sebagai
52 seorang guru harus mampu menyesuaikan dengan lingkungan, kemampuan
siswa dalam belajar, dan karakteristik setiap siswa. Begitu juga seorang siswa, jika pengelolaan kelas baik, maka dalam menjalankan proses belajar
di kelas, siswa merasa nyaman dan tingkah laku siswa pun dapat dikendalikan dengan baik sehingga proses pembelajaran dapat berjalan
dengan kondusif.
C. Tinjauan Siswa Sekolah Dasar
Karakteristik siswa Sekolah Dasar itu senang bermain, bergerak, bercanda, bercerita, memperagakan sesuatu secara langsung, dan apapun yang
dilihat ataupun didengar akan terekam di memori siswa. Anak usia sekolah dasar atau masa kanak-kanak akhir dapat berpikir secara logis walaupun harus
dengan kehadiran benda nyata atau benda yang dapat dilihat siswa secara langsung berada di hadapan. Piaget dalam Rita Eka Izzaty 2008: 105
berpendapat bahwa masa kanak-kanak akhir berada dalam tahap operasi konkret dalam berpikir usia 7-12 tahun, dimana konsep yang pada awal masa
kanak-kanak merupakan konsep yang samar-samar dan tidak jelas sekarang lebih konkret. Hal ini sejalan dengan pendapat Andi Prastowo 2014,
perkembangan intelektual siswa sekolah dasar berada pada tahap operasional konkret 7-11 tahun yang ditandai oleh kemampuan berpikir konkret dan
mendalam, mampu mengklasifikasi dan mengontrol persepsinya. Siswa sekolah dasar kelas I-VI memiliki tingkatan intelektual operasional konkret dan
siswa kelas enam memiliki tingkatan operasional formal Abdul Majid, 2014: 8. Dari situlah, kemampuan berpikir yang dimiliki oleh siswa sekolah dasar