7
BAB II LANDASAN TEORI
Pada  bab  II  ini  berisi  kajian  teori,  kerangka  berpikir,  dan  hipotesis penelitian.  Kajian  teori  membahas  teori-teori  yang  mendukung  dan  beberapa
kajian  penelitian  yang  relevan.  Kerangka  berpikir  berisi  pemikiran  dan  hipotesis yang  berisi  dugaan  sementara  atau  jawaban  sementara  dari  rumusan  masalah
penelitian.
2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Teori-Teori yang Mendukung
2.1.1.1 Teori Perkembangan Anak
Perkembangan  merupakan  salah  satu  proses  yang  penting  dalam kehidupan manusia. Slavin 2011: 40 mengemukakan istilah perkembangan yang
merujuk pada pertumbuhan, penyesuaian diri yang dilakukan, dan perubahan yang terjadi  dalam  fase  kehidupannya  melalui  aspek  perkembangan  yang  menyeluruh
baik  perkembangan  fisik,  kepribadian,  sosioemosional,  kognitif  pemikiran,  dan bahasa. Perkembangan juga dapat diartikan sebagai proses  yang menggambarkan
perilaku kehidupan sosial psikologi manusia pada posisi yang harmonis di dalam lingkungan masyarakat yang lebih luas dan kompleks Sunarto  Hartono, 2008:
43. Teori  perkembangan  yang  dijadikan  acuan  bagi  peneliti  adalah  teori
perkembangan kognitif Jean Piaget dan teori perkembangan Lev Vygotsky. Teori tersebut  peneliti  gunakan  karena  memiliki  kesesuaian  dengan  variabel  penelitian
dan    tahap  mendasar  perkembangan  anak,  yaitu  tahap  perkembangan  kognitif. Teori  perkembangan  kognitif  ini  menunjukkan  sejauh  mana  perkembangan
intelektual  anak  dan  menjelaskan  bagaimana  tahap  kemampuan  anak  menerima serta mengolah pengetahuan yang didapatnya. Tahap perkembangan kognitif anak
akan  maksimal,  salah  satunya  jika  didukung  proses  pembelajaran  optimal    pada zona  perkembangan  proksimalnya  zone  of  proximal  development  atau  ZPD.
Zona  perkembangan  proksimal  sebagai  salah  satu  unsur  penting  dalam  teori perkembangan  anak  menurut  Vygotsky  adalah  jarak  antara  tingkatan  potensial
8
perkembangan anak dan tingkatan kemampuan anak pada saat itu Salkind, 2009: 375.  Kedua  teori  perkembangan  tersebut  mampu  dijadikan  acuan  bagi  peneliti
dalam penerapan suatu metode dengan memperhatikan tahap perkembangan anak untuk mencapai tingkat kemampuan kognitif yang diharapkan.
Jean  Piaget  1896-1980  menjelaskan  bahwa  seorang  anak  dilahirkan dengan potensi untuk bertindak dengan cara tertentu yang disebut sebagai schema
atau skema  Hergenhahn  Matthew, 2010:  314. Dapat  dipahami bahwa skema adalah  potensi  umum  untuk  melakukan  satu  kelompok  perilaku  atau  gugus
bangun yang dimiliki oleh anak, sedangkan pengetahuan yang lebih spesifik atau lebih kecil ruang lingkupnya dari skema disebut sebagai skemata. Skemata dapat
muncul  dalam  bentuk  perilaku  yang  jelas  dan  menentukan  bagaimana  seorang anak  akan  merespon  lingkungan  fisik.  Piaget  dalam  Santrock,  2009:  48-49
menjelaskan  bahwa  seorang  anak  akan  mengalami  proses  kognitif  melalui beberapa  tahapan  yaitu  asimilasi,  akomodasi,  dan  ekuilibrasi.  Tahap  asimilasi
adalah  proses  merespon  lingkungan  sesuai  dengan  struktur  kognitif  seseorang Hergenhahn  dan  Matthew,  2010:  314.  Tahap  asimilasi  dapat  diartikan  sebagai
bertambahnya  informasi  baru  ke  dalam  informasi  yang  sudah  ada.  Tahap akomodasi  adalah  proses  memodifikasi  struktur  kognitif,  yakni  penyesuaian
pengetahuan  yang  ada  dengan  informasi  dan  pengalaman  yang  baru.  Tahap ekuilibrasi  adalah  tahapan  ketika  seorang  anak  beralih  pada  tingkat  pemikiran
yang  lebih  tinggi  ketika  berusaha  mengatasi  konflik  kognitif  untuk  mencapai keselarasan atau keseimbangan pikiran. Ekuilibrasi secara sederhana didefinisikan
sebagai  dorongan  terus-menerus  ke  arah  keseimbangan  atau  ekuilibrium Hergenhahn  Matthew, 2010: 316.
Teori perkembangan kognitif anak menurut Piaget dalam Suparno, 2001: 24 dibagi menjadi empat tahapan:
1. Sensorimotor 0-2 tahun
Pada  tahap  ini  inteligensi  anak  lebih  didasarkan  pada  inderawi  anak terhadap  lingkungannya,  seperti  melihat,  meraba,  mendengar,  membau,
dan  sebagainya.  Anak  belum  mampu  menggunakan  bahasa,  karena  anak belum  mempunyai  bahasa  simbol  untuk  mengungkapkan  adanya  suatu
benda.
9
2. Praoperasional 2-7 tahun
Dicirikan  dengan  adanya  fungsi  semiotik,  yaitu  penggunaan  simbol  atau tanda  untuk  menyatakan  dan  menjelaskan  suatu  objek  yang  tidak  berada
bersama  objek.  Simbol  adalah  sesuatu  yang  menyamai  dengan  yang disimbolkan,  seperti  gambaran  atau  bayangan,  sedangkan  tanda  lebih
merupakan  sesuatu  yang  diungkapkan  tanpa  ada  kesamaan  dengan  yang ditandakan  Piaget  dalam  Suparno,  2001:  50.  Penggunaan  bahasa  mulai
digunakan ketika berusia 2 tahun. 3.
Operasional konkret 7-11 tahun Tahap  operasi  konkret  dicirikan  dengan  perkembangan  sistem  pemikiran
yang didasarkan pada aturan-aturan tertentu secara logis. Dalam tahap ini anak  mampu  berpikir  secara  logis  dan  mampu  melakukan  operasi  yang
melibatkan  objek-objek  yang  nyata  tetapi  belum  mampu  menyelesaikan persoalan yang terlalu abstrak.
4. Operasional formal 11-15 tahun
Tahap ini merupakan tahap terakhir dalam perkembangan kognitif Piaget. Pada tahap ini seorang remaja sudah dapat berpikir logis, berpikir dengan
pemikiran  teoritis  formal  berdasarkan  proporsi,  hipotesis,  dan  mengambil kesimpulan. Mereka juga telah mampu mengembangkan sebuah hipotesis
dari sebuah permasalahan yang mereka hadapi. Anak  usia  SD  memiliki  rentang  usia  7-12  tahun  sudah  dapat  berpikir
dengan  logis  mengenai  peristiwa  di  sekitarnya  maupun  benda-benda  konkret. Dalam  teori  Piaget  anak  SD  yang  berusia  7-12  tahun  termasuk  dalam  tahapan
operasional  konkret,  sehingga  diperlukan  metode  pembelajaran  yang  sesuai dengan  tingkat  perkembangannya.  Selain  itu,  perlu  diperhatikan  adanya
pembelajaran  dan  perkembangan  yang  maksimal  pada  zona  perkembangan proksimal.  Zona  perkembangan  proksimal  bisa  digambarkan  sebagai  perbedaan
antara apa yang telah diketahui oleh anak dan apa yang harus diketahui oleh anak Salkind,  2009:  376.  Zona  perkembangan  proksimal  Zone  of  Proximal
Development dapat digambarkan sebagai berikut:
10
Sumber : Salkind, 2009 Gambar 2.1 Zona perkembangan proksimal Zone of Proximal Development
Gambar 2.1 menunjukkan bahwa Zona perkembangan proksimal Zone of Proximal  Development  merupakan  tempat  yang  optimal  untuk  terjadinya  suatu
pembelajaran,  terlebih  jika  didukung  dengan  adanya  perancahan  Scaffolding. Perancahan  Scaffolding  diartikan  sebagai  teknik-teknik  yang  digunakan  oleh
pendidik untuk membangun jembatan antara apa yang  sudah diketahui oleh anak dan apa yang harus diketahui olehnya apa yang tengah diajarkan Salkind, 2009:
379. Scaffolding juga diartikan sebagai bantuan sementara yang diberikan kepada anak  oleh  orang  dewasa  untuk  melompat  dari  zona  perkembangan  aktual  ke
potensial.  Scaffolding  dapat  dilakukan  dengan  melibatkan  aktivitas  sosial  atau kelompok  yang  bervariasi,  sehingga  mendukung  anak  dalam  perkembangannya.
Hal  ini  sesuai  dengan  pendapat  Vygotsky  yang  menekankan  pentingnya  peran sosial dalam belajar Salkind, 2009: 381. Menurut Vygotsky, guru, teman sebaya,
dan  orang  tua  memberikan  rangsangan  sosial  dan  kultural  bagi  anak  sehingga memungkinkan  terjadinya  perkembangan.  Selain  itu,  kerja  sama  dengan  teman
sebaya dapat mendorong anak untuk belajar secara efektif.
2.1.1.2 Metode Pembelajaran