86
posttest  II  terhadap  kemampuan  menganalisis  pada  kelompok  kontrol  dan kelompok eksperimen dapat dilihat pada grafik berikut ini.
Gambar 4.6 Grafik Pretest, Posttest I, dan Posttest II Kemampuan Menganalisis
4.2 Pembahasan 4.2.1   Pengaruh Metode Inkuiri terhadap Kemampuan Mengaplikasi
Hipotesis  I  penelitian  ini  penerapan  metode  inkuiri  berpengaruh  terhadap kemampuan  mengaplikasi  mata  pelajaran  IPA  materi  pernapasan  manusia  pada
siswa  kelas  V  SD  BOPKRI  Gondolayu  Yogyakarta  semester  gasal  tahun  ajaran 20152016.  Hasil  analisis  data  menunjukkan  bahwa  penerapan  metode  inkuiri
pada  pembelajaran  IPA  berpengaruh  secara  signifikan  terhadap  kemampuan mengaplikasi. Hal ini dibuktikan melalui uji signifikansi pengaruh perlakuan yang
menunjukkan harga Sig.2-tailed sebesar 0,008 sig.2-tailed  0,05, maka H
null
ditolak  dan  H
i
diterima.  Artinya  ada  perbedaan  yang  signifikan  antara  rerata selisih  skor  pretest  ke  posttest  I  pada  kelompok  kontrol  dan  kelompok
eksperimen.  Kesimpulan  yang  dapat  ditarik  adalah  penerapan  metode  inkuiri berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan mengaplikasi.
Metode  inkuiri  memberikan  besar  pengaruh  “menengah”  terhadap kemampuan mengaplikasi yang ditunjukkan dengan harga r = 0,33 atau 10 pada
uji besar pengaruh perlakuan. Metode inkuiri memberikan pengaruh 10 terhadap kemampuan  mengaplikasi,  sedangkan  90  sisanya  merupakan  pengaruh  dari
variabel  lain  di  luar  variabel  yang  diteliti  Kasmadi    Sunariah,  2013:  151.
2.33 2.95
2.65 2.20
3.24 3.21
0.00 0.50
1.00 1.50
2.00 2.50
3.00 3.50
Pretest Posttest 1
Posttest 2
M e
a n
Perbandingan Rerata Pretest, Posttest I, dan Posttest II
Kel.Kontrol Kel.Eksperimen
87
Variabel lain tersebut dapat berasal dari diri siswa misalnya motivasi, konsentrasi, inteligensi,  minat,  dan  kesehatan  tubuh.  Sedangkan  variabel  yang  berasal  dari
lingkungan  misalnya  lingkungan  sekitar  kelas  yang  ramai  dan  kondisi  latar belakang keluarga siswa.
Perbandingan rerata selisih skor pretest ke posttest I terhadap kemampuan mengaplikasi pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dapat dilihat pada
gambar  4.1.  Gambar  tersebut  menunjukkan  diagram  perbandingan  rerata  selisih skor  pretest  ke  posttest  I  pada  kelompok  kontrol  dan  kelompok  eksperimen.
Peningkatan  rerata  skor  pretest  ke  posttest  I  pada  kelompok  eksperimen  lebih besar daripada kelompok kontrol. Peningkatan rerata skor pada kelompok kontrol
sebesar  1,17  atau  57,  sedangkan  pada  kelompok  eksperimen  sebesar  1,89  atau 103.
Uji  signifikansi  peningkatan  rerata  pretest  ke  posttest  I  menunjukkan bahwa  persentase  peningkatan  skor  pretest  ke  posttest  I  pada  kelompok
eksperimen  penerapan  metode  inkuiri  lebih  besar  daripada  kelompok  kontrol penerapan  metode  ceramah.  Persentase  peningkatan  skor  pretest  ke  posttest  I
dengan penerapan metode inkuiri memiliki r besar pengaruh 0,86 atau 74 yang setara dengan efek besar, sedangkan penerapan metode ceramah memiliki r besar
pengaruh 0,79 atau 63 yang setara dengan efek besar. Kelompok kontrol dan kelompok eksperimen juga mengalami peningkatan
skor yang positif dan signifikan. Hal ini ditunjukkan dari hasil uji korelasi rerata pretest ke posttest I dengan harga Sig.2-tailed sebesar 0,000 atau Sig.2-tailed
0,05 pada kelompok kontrol dan harga Sig.2-tailed sebesar 0,006 atau Sig.2- tailed
0,05 pada kelompok eksperimen. Pengaruh metode inkuiri tidak sekuat pada  posttest  I  setelah  dua  minggu  dilakukannya  perlakuan,  karena  terjadi
penurunan  skor  rerata  pretest  II  terhadap  kemampuan  mengaplikasi.  Meskipun demikian,  penurunan  tersebut  tidak  terjadi  secara  signifikan.  Hal  ini  ditunjukkan
dengan  harga  Sig.2-tailed  sebesar  0,410  atau  sig.2-tailed    0,05  pada kelompok kontrol dan Sig.2-tailed sebesar 0,581 atau sig.2-tailed  0,05 pada
kelompok eksperimen. Kegiatan  pembelajaran  pada  kelompok  kontrol  berbeda  dengan  kegiatan
pembelajaran pada kelompok eksperimen. Kegiatan pembelajaran pada kelompok
88
kontrol  menggunakan  metode  tradisional  yaitu  ceramah,  sedangkan  kegiatan pembelajaran  pada  kelompok  eksperimen  menggunakan  metode  inkuiri.  Siswa
pada kelompok kontrol mengikuti pembelajaran dengan mendengarkan penjelasan materi  dari  guru.  Sani  2013:  159  mengungkapkan  bahwa  pembelajaran  dengan
metode ceramah hanya menggunakan interaksi satu arah dari sumber belajar, yaitu guru. Dengan kata lain,  pembelajaran dengan metode ini didominasi  komunikasi
lisan  dari  guru  ke  siswa.  Siswa  pada  kelompok  eksperimen  mengikuti pembelajaran  dengan  aktif  dan  melakukan  proses  berpikir  melalui  kegiatan
percobaan,  interaksi  dengan  guru,  teman,  serta  lingkungan  Sanjaya,  2006:  197- 199.
Siswa kelompok eksperimen lebih aktif dalam pembelajaran dan memiliki kesempatan  untuk  mengembangkan  kemampuan  mengaplikasi  lebih  banyak  dari
pada  kelas  kontrol  selama  pembelajaran.  Siswa  kelompok  eksperimen  aktif mengajukan  pertanyaan  tentang  hal-hal  yang  ingin  mereka  ketahui.  Siswa
berdiskusi  dan  membuat  jawaban  sementara  hipotesis  terhadap  pertanyaan- pertanyaan  tersebut.  Kemudian  siswa  melakukan  interaksi  dengan  guru,  teman,
dan lingkungan ketika melaksanakan percobaan dan menggunakan alat dan bahan yang  telah  dipersiapkan.  Siswa  juga  mengamati  hasil  percobaan  dan
membandingkan  dengan  hipotesis  yang  telah  dirumuskan.  Selanjutnya  siswa menjelaskan  pada  guru  dan  teman-teman  tentang  hipoesis  yang  tepat  dan  yang
tidak tepat berdasarkan pengalaman yang diperoleh selama percobaan dan proses pembelajaran.  Sedangkan  siswa  kelompok  kontrol  tidak  memiliki  kesempatan
untuk  mengembangkan  kemampuan  mengaplikasi.  Pembelajaran  di  kelompok kontrol  menunjukkan  bahwa  siswa  mendengarkan  penjelasan  dari  guru  dan
mendapat  kesempatan  untuk  menjawab  hanya  ketika  mendapat  pertanyaan  dari guru.  Siswa  menjawab  bukan  berdasarkan  pengalaman  belajar  tetapi  dari  teori
yang mereka ketahui sebelumnya.
4.2.2   Pengaruh Metode Inkuiri terhadap Kemampuan Menganalisis
Hipotesis  II  penelitian  ini  adalah  penerapan  metode  inkuiri  berpengaruh terhadap  kemampuan  menganalisis  mata  pelajaran  IPA  materi  pernapasan
manusia pada siswa kelas V SD BOPKRI Gondolayu Yogyakarta semester gasal tahun  ajaran  20152016.  Hasil  analisis  data  menunjukkan  bahwa  penerapan
89
metode  inkuiri  pada  pembelajaran  berpengaruh  secara  signifikan  terhadap kemampuan  menganalisis.  Hal  ini  dibuktikan  melalui  uji  signifikansi  pengaruh
perlakuan  yang  menunjukkan  harga  Sig.2-tailed  sebesar  0,006  sig.2-tailed 0,05, maka H
null
ditolak dan H
i
diterima. Artinya ada perbedaan  yang signifikan antara  rerata  selisih  skor  pretest  ke  posttest  I  pada  kelompok  kontrol  dan
kelompok  eksperimen.  Kesimpulan  yang  dapat  ditarik  adalah  penerapan  metode inkuiri berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan menganalisis.
Metode  inkuiri  memberikan  besar  pengaruh  “menengah”  terhadap kemampuan menganalisis yang ditunjukkan dengan harga r = 0,34 atau 11 pada
uji besar pengaruh perlakuan. Metode inkuiri memberikan pengaruh 11 terhadap kemampuan  menganalisis,  sedangkan  89  sisanya  merupakan  pengaruh  dari
variabel  lain  di  luar  variabel  yang  diteliti  Kasmadi    Sunariah,  2013:  151. Variabel lain tersebut dapat berasal dari diri siswa misalnya motivasi, konsentrasi,
intelegensi,  minat,  dan  kesehatan  tubuh.  Sedangkan  variabel  yang  berasal  dari lingkungan  misalnya  lingkungan  sekitar  kelas  yang  ramai  dan  kondisi  latar
belakang keluarga siswa. Perbandingan rerata selisih skor pretest ke posttest I terhadap kemampuan
menganalisis pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dapat dilihat pada gambar  4.4.  Gambar  tersebut  menunjukkan  diagram  perbandingan  rerata  selisih
skor  pretest  ke  posttest  I  pada  kelompok  kontrol  dan  kelompok  eksperimen. Peningkatan  rerata  skor  pretest  ke  posttest  I  pada  kelompok  eksperimen  lebih
besar daripada kelompok kontrol. Peningkatan rerata skor pada kelompok kontrol sebesar  0,62  atau  26,  sedangkan  pada  kelompok  eksperimen  sebesar  1,04  atau
47. Uji  signifikansi  peningkatan  rerata  pretest  ke  posttest  I  menunjukkan
bahwa  persentase  peningkatan  skor  pretest  ke  posttest  I  pada  kelompok eksperimen  penerapan  metode  inkuiri  lebih  besar  daripada  kelompok  kontrol
penerapan  metode  ceramah.  Persentase  peningkatan  skor  pretest  ke  posttest  I dengan penerapan metode inkuiri memiliki r besar pengaruh 0,86 atau 74 yang
setara dengan efek besar, sedangkan penerapan metode ceramah memiliki r besar pengaruh 0,76 atau 58 yang setara dengan efek besar.
90
Kelompok kontrol dan kelompok eksperimen mengalami peningkatan skor yang  positif  dan  signifikan.  Hal  ini  ditunjukkan  dari  hasil  uji  korelasi  rerata
pretest ke posttest I dengan harga Sig.2-tailed sebesar 0,001 atau sig.2-tailed 0,05 pada kelompok kontrol dan harga Sig.2-tailed sebesar 0,001 atau sig.2-
tailed 0,05  pada  kelompok  eksperimen.  Pengaruh  metode  inkuiri  terhadap
kemampuan menganalisis masih sekuat pada posttest I setelah dua minggu diberi perlakuan.  Hal  ini  dibuktikan  dengan  harga  Sig.2-tailed  pada  uji  retensi
pengaruh perlakuan untuk kelompok eksperimen sebesar 0,762 atau sig.2-tailed 0,05. Sedangkan harga Sig.2-tailed pada kelompok kontrol sebesar 0,005 atau
sig.2-tailed  0,05 yang berarti pengaruh metode ceramah tidak sekuat posttest I setelah dua minggu dilakukannya perlakuan.
Kegatan  pembelajaran  pada  kelompok  kontrol  berbeda  dengan  kegiatan pembelajaran pada kelompok eksperimen. Kegiatan pembelajaran pada kelompok
kontrol  menggunakan  metode  tradisional  yaitu  ceramah,  sedangkan  kegiatan pembelajaran  pada  kelompok  eksperimen  menggunakan  metode  inkuiri.  Siswa
pada kelompok kontrol mengikuti pembelajaran dengan mendengarkan penjelasan materi  dari  guru.  Sani  2013:  159  mengungkapkan  bahwa  pembelajaran  dengan
metode ceramah hanya menggunakan interaksi satu arah dari sumber belajar, yaitu guru. Dengan kata lain,  pembelajaran dengan metode ini didominasi  komunikasi
lisan  dari  guru  ke  siswa.  Siswa  pada  kelompok  eksperimen  mengikuti pembelajaran  dengan  aktif  dan  melakukan  proses  berpikir  melalui  kegiatan
percobaan,  interaksi  dengan  guru,  teman,  serta  lingkungan  Sanjaya,  2006:  197- 199.
Siswa kelompok eksperimen lebih aktif dalam pembelajaran dan memiliki kesempatan  untuk  mengembangkan  kemampuan  menganalisis  lebih  banyak  dari
pada  kelas  kontrol  selama  pembelajaran.  Siswa  kelompok  eksperimen  aktif mengajukan  pertanyaan  tentang  hal-hal  yang  ingin  mereka  ketahui.  Siswa
berdiskusi  dan  membuat  jawaban  sementara  hipotesis  terhadap  pertanyaan- pertanyaan  tersebut.  Kemudian  siswa  melakukan  interaksi  dengan  guru,  teman,
dan  lingkungan  ketika  melaksanakan  percobaan.  Siswa  dapat  memilih  dan mengelompokkan  ciri-ciri  pernapasan  berdasarkan  percobaan  yang  dilakukan.
Mereka  dapat  mengatribusi  atau  memberikan  alasan  mengenai  pentingnya
91
bernapas  dengan  mengamati  tayangan  video  yang  diberikan.  Siswa  juga mengamati  hasil  percobaan  dan  membandingkan  dengan  hipotesis  yang  telah
dirumuskan.  Selanjutnya  siswa  menjelaskan  pada  guru  dan  teman-teman  tentang hipotesis yang tepat dan yang tidak tepat berdasarkan pengalaman yang diperoleh
selama  percobaan  dan  proses  pembelajaran.  Sedangkan  siswa  kelompok  kontrol tidak  memiliki  kesempatan  untuk  mengembangkan  kemampuan  menganalisis.
Pembelajaran  di  kelompok  kontrol  menunjukkan  bahwa  siswa  mendengarkan penjelasan  dari  guru  dan  mendapat  kesempatan  untuk  menjawab  hanya  ketika
mendapat pertanyaan dari guru. Siswa menjawab bukan berdasarkan pengalaman belajar tetapi dari teori yang mereka ketahui sebelumnya.
4.2.3   Dampak Pengaruh Perlakuan
Analisis  dampak  pengaruh  perlakuan  bertujuan  untuk  menyingkapkan persepsi terhadap proses pembelajaran yang berlangsung dari subjek-subjek yang
terlibat dalam penelitian. Peneliti melakukan analisis dampak pengaruh perlakuan dengan  dua  teknik  pengumpulan  data  yakni  teknik  tes  dan  nontes.  Teknik  tes
menjadi teknik utama dalam penelitian ini, sedangkan teknik nontes menggunakan elemen  penelitian  kualitatif  sederhana  untuk  melengkapi  hasil  penelitian
kuantitatif  Krathwohl,  2004:  546.  Peneliti  menggunakan  teknik  nontes  dengan metode  triangulasi  yakni  dengan  melakukan  observasi  selama  pembelajaran  di
kelas  eksperimen,  wawancara  kepada  guru  dan  siswa  pada  kelas  eksperimen setelah  dilakukannya  perlakuan,  dan  dokumentasi  berupa  foto-foto  selama
pembelajaran  di  kelas  eksperimen.  Pada  bagian  ini  dipaparkan  hasil  analisis dampak pengaruh perlakuan berdasarkan hasil observasi dan wawancara.
Peneliti  melakukan  observasi  saat  pembelajaran  berlangsung  di  kelas eksperimen  selama  lima  kali  pertemuan.  Observasi  pertama  dilaksanakan  hari
Senin, 3 Agustus 2015 pada pukul 07.35 – 08.45 WIB. Siswa sangat senang dan
antusias  ketika  guru  menyampaikan  bahwa  mereka  akan  melakukan  percobaan. Siswa  mendapatkan  penjelasan  mengenai  langkah-langkah  percobaan,  kemudian
mereka  dibimbing  untuk  membuat  rumusan  masalah  berupa  pertanyaan menggunakan kata tanya “apakah”. Siswa diminta untuk mengajukan pertanyaan
dengan  menggunak an  kata  tanya  “apakah”  berdasarkan  percobaan  yang  akan
92
dilakukan  dan  membuat  hipotesis  dengan  menjawab  pertanyaan.  Ada  seorang siswa  yang  bertanya
“Bu,  hipotesis  itu  apa?”  Komunikasi  pribadi,  3  Agustus 2015.  Guru  menjelaskan  pengertian  hipotesis  kepada  siswa.  Selama  kegiatan
pembelajaran  berlangsung  siswa  sangat  bersemangat  dan  aktif  berdiskusi  dalam melakukan  percobaan  yang  menggunakan  torso.  Siswa  bekerjasama  dalam
merumuskan  masalah,  merumuskan    hipotesis,  menggunakan  alat  dan  bahan, menuliskan  hasil  percobaan,  menentukan  kesimpulan,  hngga  mempresentasikan
hasil percobaan di depan kelas. Observasi  kedua  dilaksanakan  hari  Selasa,  4  Agustus  2015  pada  pukul
09.00 –10.15  WIB.  Siswa  kembali  mendapatkan  pengarahan  tentang  langkah-
langkah  percobaan  yang  akan  dilakukan,  kemudian  dibimbing  oleh  guru  untuk merumuskan  masalah.  Ketika  tanya  jawab  berlangsung,  ada  seorang  siswa  yang
menjawab “Menggunakan  kata  tanya  apakah,  Bu”  Komunikasi  pribadi,  4
Agustus  2015.  Selama  kegiatan  pembelajaran  berlangsung,  siswa  sangat bersemangat  dan  aktif  berdiskusi  dalam  melakukan  percobaan  yang  dimulai
dengan  merumuskan  masalah,  merumuskan  hipotesis,  menggunakan  alat  dan bahan,
menuliskan hasil
percobaan, menentukan
kesimpulan, hngga
mempresentasikan hasil percobaan di depan kelas. Observasi  ketiga  dilaksanakan    hari  Sabtu,  8  Agustus  2015  pada  pukul
07.00 –08.10  WIB.  Siswa  bertanya  jawab  dengan  guru  menganai  cara
merumuskan masalah. Ada seorang siswa yang memberikan penegasan demikian “Menggunakan  kata  tanya  apakah  kan  Bu?”  Komunikasi  pribadi,  8  Agustus
2015.  Ada  siswa  lain  yang  mengatakan “Oh,  ya  Bu.  Tahu  tahu,  seperti
percobaan  yang  sebelumnya”  Komunikasi  pribadi,  8  Agustus  2015.  Siswa dibimbing  untuk  mengajukan  pertanyaan  dengan  menggunakan  kata  tanya
“apakah”  berdasarkan  percobaan  yang  akan  dilakukan  dan  membuat  hipotesis dengan menjawab pertanyaan. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, siswa
sangat bersemangat dan aktif berdiskusi dalam melakukan percobaan. Siswa juga bekerjasama dalam merumuskan masalah, merumuskan  hipotesis,  menggunakan
alat  dan  bahan,  menuliskan  hasil  percobaan,  menentukan  kesimpulan,  hngga mempresentasikan hasil percobaan di depan kelas.
93
Observasi keempat dilaksanakan hari Senin, 10 Agustus 2015 pada pukul 07.35
–08.45 WIB. Seorang siswa bertanya demikian kepada guru “Bu, membuat rumusan  pertanyaan  menggunakan  kata  tanya    apakah?”  Komunikasi  pribadi,
10 Agustus 2015. Ada siswa lain yang mengatakan “Bu, pertanyaannya dijawab
untuk membuat hipotesis kan Bu?”Komunikasi pribadi, 10 Agustus 2015. Guru memberikan  jawaban  sekaligus  mengarahkan  siswa  untuk  membuat  rumusan
masalah  dan  hipotesis “Ya,  benar.  Sebelum  melakukan  percobaan,  jangan  lupa
untuk membuat rumusan masalah  yang  diawali dengan kata  tanya apakah. Lalu kalian  menjawab  pertanyaan  itu.  Jawaban  pertanyaan  itu  disebut  hipotesis  atau
dugaan  sementara”  Komunikasi  pribadi,  10  Agustus  2015.  Selama  kegiatan pembelajaran  berlangsung,  siswa  sangat  bersemangat  dan  aktif  berdiskusi  dalam
melakukan  percobaan  untuk  membuktikan  dua  zat  yang  dikeluarkan  saat bernapas.  Siswa  juga  bekerjasama  dalam  merumuskan  masalah,  merumuskan
hipotesis, menggunakan alat dan bahan, menuliskan hasil percobaan, menentukan kesimpulan, hingga mempresentasikan hasil percobaan di depan kelas.
Observasi  kelima  dilaksanakan  hari  Selasa,  11  Agustus  2015  pada  pukul 09.00
–10.15  WIB.  Saat  guru  akan  membimbing  siswa  untuk  merumuskan masalah,  ada  salah  satu  siswa  yang  mengatakan
“Bu,  saya  sudah  tahu.  Pasti menggunakan kata apakah di awal pertanyaan kan Bu?” Komunikasi pribadi, 11
Agustus  2015.    Siswa  dibimbing  guru  untuk  membuat  rumusan  masalah  dan hipotesis dengan menjawab pertanyaan. Ada siswa lain yang mengatakan
“ Sudah tahu Bu, langsung ditulis aja ya” Komunikasi prbadi, 11 Agustus 2015. Selama
kegiatan  pembelajaran  berlangsung,  siswa  sangat  bersemangat  dan  aktif berdiskusi  dalam  melakukan  percobaan.  Siswa  juga  bekerjasama  dalam
merumuskan  masalah,  merumuskan    hipotesis,  menggunakan  alat  dan  bahan, menuliskan  hasil  percobaan,  menentukan  kesimpulan,  hngga  mempresentasikan
hasil percobaan di depan kelas. Peneliti  melakukan  wawancara  terhadap  guru  mitra  setelah  dilakukannya
perlakuan  pada  Jumat,  14  Agustus  2015.  Guru  mengungkapkan  bahwa  metode inkuiri  belum  pernah  diterapkan  sebelumnya  dalam  pembelajaran  IPA.  Berikut
pernyataan guru, “Belum pernah. Kalau inkuiri yang terbimbing belum pernah.” W  G  B3.  Metode  inkuiri  dirasa  cukup  menarik  untuk  diterapkan  karena  dapat
94
membuat  siswa  lebih  aktif  dan  berpikir  kritis.  Pembelajaran  dengan  metode inkuiri terbimbing menuntun siswa untuk merumuskan masalah dan merumuskan
hipotesis  sebelum  melakukan  percobaan.  Berikut  ini  pemaparan  guru  mitra mengenai  proses  pembelajaran  menggunakan  metode  inkuiri  terbimbing,
“Menurut  saya  cukup  menarik  karena  anak-anak  diminta  untuk  lebih  aktif, kemudian  lebih  bisa  berpikir  kritis.  Jadi  mereka  lebih  siap  untuk  mengikuti
pembelajaran saat itu karena mereka menemukan dulu masalahnya, merumuskan masalah  dan  hipotesisnya.”  W  G  B13–16.  Guru  mitra  juga  mengungkapkan
bahwa  metode  inkuiri  terbimbing  belum  pernah  diterapkan  selama  pembelajaran IPA.  Beliau  pernah  menggunakan  metode  eksperimen,  namun  tidak  dengan
merumuskan  masalah  dan  merumuskan  hipotesis.  Berikut    pemaparan  guru mitra,
“Ya  itu  tadi    menggunakan  eksperimen  percobaan  tetapi  belum menggunakan  rumusan  masalah  dan  hipotesis  belum.  Jadi  cuma  sekedar
diberikan  LKS,  langkah  kerja,  kemudian  apa  yang  akan  kita  lakukan  saat  itu, manfaatnya apa, kemudian setelah menyelesaikan percobaan, mereka mengambil
kesimpulan.” W G B22 – 26. Guru mitra  mengalami sedikit kesulitan dalam menerapkan metode inkuiri
terbimbing  karena  belum  terbiasa  menggunakan  metode  tersebut.  Berikut penjelasan  Beliau,
“Karena ini pertama kali saya lakukan, jadi agak mengalami kesulitan.  Apalagi  inkuiri  terbimbing,  karena  biasanya  kalau  eksperimen  ya
eksperimen  biasa  ya,  menggunakan  LKS  mereka  melakukan  proses  percobaan kemudian  melakukan  kesimpulan,  jadi  tidak  ada  hipotesis  rumusan  masalah  itu
tidak dilakukan di awal percobaan.” W G B6 – 10 . Terkait dengan hal tersebut, guru  mitra  memberikan  saran  untuk  pembelajaran  menggunakan  metode  inkuiri
terbimbing.  Saran  yang  diberikan  adalah  sebagai  berikut, “Sarannya,  mungkin
lebih  disosialisasikan  dahulu  metode  ini  karena  jarang  dipakai  dan  digunakan. Jadi biasanya cuma  LKS, lembar tugas, eksperimen kemudian kesimpulan. Tidak
pernah  membahas  rumusan  masalahnya  dulu.  Jadi  mungkin  lebih  bisa disosialisasikan dan lebih didalami lagi tentang metode ini.” W G B34 – 38.
Wawancara  juga  dilakukan  terhadap  tiga  siswa  pada  kelompok eksperimen.  Ketiga  siswa  tersebut  merupakan  siswa  yang  memiliki  kemampuan
kognitif    tinggi,  sedang,  dan  rendah  berdasarkan  hasil  pretest  dan  posttest  yang
95
telah dilakukan. Wawancara dengan ketiga siswa dilakukan secara terpisah. Hasil wawancara  dengan  siswa  menunjukkan  bahwa  siswa  merasa  senang  belajar
menggunakan  metode  inkuiri.  Hal  ini  diungkapkan  salah  satu  siswa  dengan jawaban berikut ini
,“Senang, karena mempermudah dalam menjawab soal.” W2 SA B28. Siswa lain menjawab,
“Senang, ya karena lebih nyantol di otak. Ndak usah  ngapalin.  Ya,  lebih  bermakna  dan  tahan  lama.”  W2  SC  B30.  Metode
inkuiri  sangat  membantu  siswa  memahami  materi  organ  pernapasan    manusia. Berikut  ungkapan  salah  satu  siswa,
“Cara  percobaan  kemarin  sih  membantu, walaupun  alatnya  sederhana  tetapi  bisa  membantu.  Bisa  mendapatkan  ilmu.”
W2  SB  B3 –4.  Siswa  tidak  mengalami  kesulitan  dalam  belajar  dengan
menggunakan metode
inkuiri dan
dapat mengikuti
langkah-langkah pembelajarannya  dengan  baik.  Hal  ini  dikarenakan  metode  inkuiri  membantu
siswa  dalam  memahami  dan    mengaplikasi  materi  yang  ada.  Berikut  ungkapan siswa  mengenai  hal  tersebut,
“Em,  kesulitan  tidak.  Soalnya  itu  kan  dikerjakan bersama,  saya  lihat  prosesnya  bagaimana  dulu.  Setelah  saya  pelajari,  oh  jadi
prosesnya  kaya  gini  terus  gini”  W2  SB  B7–9.  Siswa  juga  dapat  bekerjasama dan melatih sikap sosial mereka melalui metode inkuiri. Berikut ungkapan siswa
yang membuktikan hal tersebut, “Enggak. Kan kelompok, ada kerjasama. Sedikit
mudah melakukan percobaan dan jadi paham.” W2 SC B 6 – 7. Wawancara  juga  dilakukan  untuk  mengetahui  kemampuan  siswa  dalam
mengaplikasi  sebelum  dan  setelah  pembelajaran  dengan  metode  inkuiri.  Hasil wawancara sebelum perlakuan menunjukkan bahwa siswa ada yang bisa dan ada
yang  merasa  kebingungan  untuk  mengerjakan  soal  nomor  3a  dan  3b  tentang membuktikan zat yang dikeluarkan saat bernapas. Berikut ungkapan ketiga siswa,
“Bisa” W1 SA B14, “Sebelum belajar saya masih merasa kebingungan.” W1 SB B19, “Bisa” W1 SC B13. Sedangkan hasil wawancara setelah  pembelajaran
dengan  metode  inkuiri  menunjukkan  bahwa  siswa  lebih  bisa  mengerjakan  soal nomor  3a  dan  3b  tentang  membuktikan  zat  yang  dikeluarkan  saat  bernapas.
Berikut  ungkapan  ketiga  siswa,  “Em,  lebih  bisa.“  W2  SA  B12,  “Setelah melakukan percobaan sih bisa.
” W2 SB B19, “Iya” W2 SC B14. Wawancara  berikutnya  dilakukan  untuk  mengetahui  kemampuan
menganalisis  siswa  sebelum  dan  sesudah  pembelajaran  dengan  metode  inkuiri.
96
Hasil  wawancara  sebelum    perlakuan    menunjukkan  bahwa  siswa  ada  yang  bisa dan  ada  yang  tidak  bisa  mengerjakan  soal  nomor  4a.  Berikut  ungkapan  ketiga
siswa,  “Em,  bisa”  W1  SA  B18,  “Em,  sebenarnya  sih  bisa”  W1  SB  B23, “Enggak”  W1  SC  B17.  Demikian  halnya  ketika  diberikan  pertanyaan    untuk
nomor 4b dan 4c, siswa ada yang merasa bisa dan  tidak bisa dalam  mengerjakan soal  tersebut.  Sedangkan  hasil  wawancara  setelah  pembelajaran  dengan  metode
inkuiri  menunjukkan  bahwa  siswa  merasa  bisa  dan  lebih  bisa  mengerjakan  soal nomor  4a.  Berikut  ungkapan  ketiga  siswa,  “Lebih  bisa”  W2  SA  B16,  “Lebih
bisa ”  W2  SB  B23,  “Iya”  W2  SC  B18.  Demikian  halnya  ketika  diberikan
pertanyaan    untuk  nomor  4b  dan  4c,  siswa  merasa  bisa  dan    lebih  bisa  dalam mengerjakan soal tersebut.
Wawancara selanjutnya adalah  mengenai soal yang dirasa lebih sulit oleh siswa. Salah  satu  siswa mengungkapkan bahwa soal nomor 3 lebih sulit daripada
soal  nomor  4  karena  dibutuhkan  adanya  percobaan  dan  peralatan    untuk mendapatkan suatu informasi. Berikut ungkapan siswa tersebut, “Kalau menurut
saya tu nomor 3, soalnya kan nomor 3 itu kan pakai peralatan. Iya praktik. Kalau ceramah bisa, cuma nangkapnya susah.
” W1 SB B31. Sedangkan dua siswa lain mengungkapkan  bahwa  soal  nomor  4  lebih  sulit,  berikut  ungkapan  kedua  siswa
tersebut,  “Em,  lebih  sulit  nomor  4”  W1  SA  B26,  “Yang  nomor  4.”  W1  SC B25. Meskipun masing-masing siswa mengalami kesulitan yang berbeda, namun
mereka mengungkapkan bahwa metode inkuiri mempermudah untuk mengerjakan soal yang sulit. Siswa juga mengungkapkan bahwa belajar dengan metode inkuiri
lebih  menarik  daripada  menggunakan  metode  ceramah.  Mereka  memiliki  alasan bahwa  metode  inkuiri  sangat  membantu  untuk  lebih  mengerti  dan  memahami.
Berikut ungkapan siswa, “Ya, karena menggunakan alat lebih gampang. Ya, jadi lebih mengerti dan memahami.
” W2 SC B10 - 11. Siswa lain mengungkapkan, “Iya, karena sangat membantu.” W2 SA B9.
4.2.4   Pembahasan Lebih Lanjut
Penelitian  ini  menunjukkan  dua  hasil,  yaitu  penerapan  metode  inkuiri berpengaruh  secara signifikan terhadap kemampuan mengaplikasi dan penerapan
metode inkuiri berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan menganalisis. Pada  penelitian  juga  terdapat  hasil  penelitian  yang  melaporkan  bahwa  metode
97
inkuiri  terintegrasi  peer  instruction  berpengaruh  secara  signifikan  terhadap penguasaan  konsep  dan  kemampuan  berpikir  kritis  siswa  Kurniawati,  Wartono,
Diantoro,  2014,  inkuiri  dapat  meningkatkan  keaktifan  siswa  dalam pembelajaran,  meningkatkan  keterampilan  guru,  dan  mengetahui  respon  siswa
dalam  pembelajaran  IPA  Sari,  2010,  dan  metode  inkuiri  terbimbing  dapat meningkatkan minat dan pemahaman siswa Wahyudin, Sutikno,  Isa, 2010.
Hasil penelitian oleh PISA dalam bidang matematika, membaca, dan sains menunjukkan  bahwa  Indonesia  mengalami  penurunan  peringkat.  Dari  65  negara
yang diteliti, capaian tingkat literasi siswa siswi Indonesia berada dalam urutan 57 OECD,  2009:  8.  Khusus  untuk  literasi  sains,  dikatakan  bahwa  hasil  tes  yang
diperoleh  negara-negara  yang  masuk  dalam  daftar  penelitian  tersebut  tidak berubah  antara  tahun  2003,  2006,  dan  2009.  Capaian  literasi  sains  para  siswa
Indonesia berada pada urutan 61 dari 65 negara. Sementara itu, pada tahun 2012 Indonesia  mengalami  penurunan  peringkat  untuk  literasi  sains  yaitu  64  dari  65
negara  OECD,  2012  :  232.  Penurunan  peringkat  tersebut  menunjukkan  bahwa para  siswa  Indonesia  mengalami  kesulitan  yang  serius  dalam  berbagai  kategori
kemampuan  berpikir  tingkat  tinggi  yang  sangat  diperlukan  untuk  menghadapi tantangan-tantangan  hidup  yang  konkret.  Salah  satu  penyebab  kurangnya
pengembangan  berpikir  tingkat  tinggi  pada  siswa  adalah  model  pembelajaran  di sekolah-sekolah  yang  masih  banyak  menggunakan  metode  pembelajaran
tradisional  dengan  ceramah.  Oleh  karena  itu,  diperlukan  metode  pembelajaran yang  lebih  bisa  memfasilitasi  siswa  untuk  aktif  mengembangkan  kemampuan
berpikir  tingkat  tinggi.  Salah  satu  metode  yang  diduga  dapat  mengoptimalkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, yaitu metode inkuiri. Menurut Ismail, Idros
Samsudin  2005:  23  Inkuiri  adalah  suatu  proses  mencari  dan  menemukan  suatu permasalahan,  merumuskan  hipotesis,  melakukan  eksperimen,  mengumpulkan
data,  dan  membuat  kesimpulan  dari  permasalahan.  Pengalaman  belajar  secara langsung  inilah  yang  menjadi  fokus  untuk  pembelajaran  yang  menekankan
penemuan sesuatu melalui proses mencari dengan menggunakan langkah-langkah alamiah.
Bloom  menjelaskan  bahwa  terdapat  enam  tahapan  pada  dimensi  proses kognitif yaitu mengingat, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mengevaluasi,
98
dan mencipta Anderson  Krathwohl, 2010: 99-133. Penelitian ini dikhususkan untuk  meneliti  pengaruh  penerapan  metode  inkuiri  terhadap  kemampuan
mengaplikasi dan menganalisis pada mata pelajaran IPA materi  organ pernapasan manusia siswa kelas V SD BOPKRI Gondolayu Yogyakarta. Hasil penelitian ini
menunjukkan  bahwa  penerapan  metode  inkuiri  memberikan  efek  menengah terhadap  kemampuan  mengaplikasi  dengan  nilai  r  =  0,33  atau  sebesar  10.
Penerapan  metode  inkuiri  memberikan  efek  menengah  terhadap  kemampuan menganalisis dengan nilai r = 0,34 atau sebesar 11. Berdasarkan hasil penelitian
tersebut, metode inkuiri dapat diujicobakan ke sekolah-sekolah yang lain sebagai metode pembelajaran inovatif untuk meningkatkan kemampuan mengaplikasi dan
menganalisis  siswa kelas V pada mata pelajaran  IPA. Metode inkuiri dapat  diuji cobakan pada mata pelajaran lain, kemampuan atau aspek lain, dan tingkat kelas
yang berbeda.
99
BAB V PENUTUP
Bab  V  membahas  kesimpulan,  keterbatasan  penelitian,  dan  saran. Kesimpulan  berisi  hasil  penelitian  dan  menjawab  hipotesis  penelitian.
Keterbatasan  penelitian  berisi  kekurangan  yang  ada  selama  penelitian dilaksanakan. Saran berisi masukkan dari peneliti untuk penelitian selanjutnya.
5.1 Kesimpulan
5.1.1  Penerapan  metode  inkuiri  berpengaruh  terhadap  kemampuan  mengaplikasi mata  pelajaran  IPA  materi  pernapasan  manusia  pada  siswa  kelas  V  di  SD
BOPKRI  Gondolayu  Yogyakarta  semester  gasal  tahun  ajaran  20152016. Hasil  analisis  terhadap  data  penelitian  mengafirmasi  hipotesis  penelitian.
Hasil uji signifikansi pengaruh perlakuan menggunakan statistik parametrik dengan Independent samples t-test menunjukkan bahwa harga harga Sig.2-
tailed  adalah 0,008 atau  Sig.2-tailed   0,05,  maka H
null
ditolak dan H
i
diterima.  Artinya  ada  perbedaan  yang  signifikan  antara  rerata  selisih  skor pretest  ke  posttest  I  kemampuan  mengaplikasi.  Rerata  selisih  skor  gain
score kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok kontrol  yaitu sebesar  M  =  1,89,  sedangkan  n  =  29  ,  SD  =  1.12,  dan  SE  =  0,20.  Rerata
selisih skor gain score kelompok kontrol sebesar M = 1,17, n = 30, SD = 0,89,  dan  SE  =  0,16.  Besar  pengaruh  perlakuan  effect  size  terhadap
kemampuan    mengaplikasi  adalah  r  =  0,33  atau  10  yang  setara  dengan efek menengah.
5.1.2  Penerapan  metode  inkuiri  berpengaruh  terhadap  kemampuan  menganalisis mata  pelajaran  IPA  materi  pernapasan  manusia  pada  siswa  kelas  V  di  SD
BOPKRI  Gondolayu  Yogyakarta  semester  gasal  tahun  ajaran  20152016. Hasil  analisis  terhadap  data  penelitian  mengafirmasi  hipotesis  penelitian.
Hasil uji signifikansi pengaruh perlakuan menggunakan statistik parametrik dengan Independent samples t-test menunjukkan bahwa harga harga Sig.2-
tailed  adalah 0,006 atau  Sig.2-tailed    0,05,  maka H
null
ditolak dan H
i
diterima.  Artinya  ada  perbedaan  yang  signifikan  antara  rerata  selisih  skor