86
posttest II terhadap kemampuan menganalisis pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dapat dilihat pada grafik berikut ini.
Gambar 4.6 Grafik Pretest, Posttest I, dan Posttest II Kemampuan Menganalisis
4.2 Pembahasan 4.2.1 Pengaruh Metode Inkuiri terhadap Kemampuan Mengaplikasi
Hipotesis I penelitian ini penerapan metode inkuiri berpengaruh terhadap kemampuan mengaplikasi mata pelajaran IPA materi pernapasan manusia pada
siswa kelas V SD BOPKRI Gondolayu Yogyakarta semester gasal tahun ajaran 20152016. Hasil analisis data menunjukkan bahwa penerapan metode inkuiri
pada pembelajaran IPA berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan mengaplikasi. Hal ini dibuktikan melalui uji signifikansi pengaruh perlakuan yang
menunjukkan harga Sig.2-tailed sebesar 0,008 sig.2-tailed 0,05, maka H
null
ditolak dan H
i
diterima. Artinya ada perbedaan yang signifikan antara rerata selisih skor pretest ke posttest I pada kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen. Kesimpulan yang dapat ditarik adalah penerapan metode inkuiri berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan mengaplikasi.
Metode inkuiri memberikan besar pengaruh “menengah” terhadap kemampuan mengaplikasi yang ditunjukkan dengan harga r = 0,33 atau 10 pada
uji besar pengaruh perlakuan. Metode inkuiri memberikan pengaruh 10 terhadap kemampuan mengaplikasi, sedangkan 90 sisanya merupakan pengaruh dari
variabel lain di luar variabel yang diteliti Kasmadi Sunariah, 2013: 151.
2.33 2.95
2.65 2.20
3.24 3.21
0.00 0.50
1.00 1.50
2.00 2.50
3.00 3.50
Pretest Posttest 1
Posttest 2
M e
a n
Perbandingan Rerata Pretest, Posttest I, dan Posttest II
Kel.Kontrol Kel.Eksperimen
87
Variabel lain tersebut dapat berasal dari diri siswa misalnya motivasi, konsentrasi, inteligensi, minat, dan kesehatan tubuh. Sedangkan variabel yang berasal dari
lingkungan misalnya lingkungan sekitar kelas yang ramai dan kondisi latar belakang keluarga siswa.
Perbandingan rerata selisih skor pretest ke posttest I terhadap kemampuan mengaplikasi pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dapat dilihat pada
gambar 4.1. Gambar tersebut menunjukkan diagram perbandingan rerata selisih skor pretest ke posttest I pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.
Peningkatan rerata skor pretest ke posttest I pada kelompok eksperimen lebih besar daripada kelompok kontrol. Peningkatan rerata skor pada kelompok kontrol
sebesar 1,17 atau 57, sedangkan pada kelompok eksperimen sebesar 1,89 atau 103.
Uji signifikansi peningkatan rerata pretest ke posttest I menunjukkan bahwa persentase peningkatan skor pretest ke posttest I pada kelompok
eksperimen penerapan metode inkuiri lebih besar daripada kelompok kontrol penerapan metode ceramah. Persentase peningkatan skor pretest ke posttest I
dengan penerapan metode inkuiri memiliki r besar pengaruh 0,86 atau 74 yang setara dengan efek besar, sedangkan penerapan metode ceramah memiliki r besar
pengaruh 0,79 atau 63 yang setara dengan efek besar. Kelompok kontrol dan kelompok eksperimen juga mengalami peningkatan
skor yang positif dan signifikan. Hal ini ditunjukkan dari hasil uji korelasi rerata pretest ke posttest I dengan harga Sig.2-tailed sebesar 0,000 atau Sig.2-tailed
0,05 pada kelompok kontrol dan harga Sig.2-tailed sebesar 0,006 atau Sig.2- tailed
0,05 pada kelompok eksperimen. Pengaruh metode inkuiri tidak sekuat pada posttest I setelah dua minggu dilakukannya perlakuan, karena terjadi
penurunan skor rerata pretest II terhadap kemampuan mengaplikasi. Meskipun demikian, penurunan tersebut tidak terjadi secara signifikan. Hal ini ditunjukkan
dengan harga Sig.2-tailed sebesar 0,410 atau sig.2-tailed 0,05 pada kelompok kontrol dan Sig.2-tailed sebesar 0,581 atau sig.2-tailed 0,05 pada
kelompok eksperimen. Kegiatan pembelajaran pada kelompok kontrol berbeda dengan kegiatan
pembelajaran pada kelompok eksperimen. Kegiatan pembelajaran pada kelompok
88
kontrol menggunakan metode tradisional yaitu ceramah, sedangkan kegiatan pembelajaran pada kelompok eksperimen menggunakan metode inkuiri. Siswa
pada kelompok kontrol mengikuti pembelajaran dengan mendengarkan penjelasan materi dari guru. Sani 2013: 159 mengungkapkan bahwa pembelajaran dengan
metode ceramah hanya menggunakan interaksi satu arah dari sumber belajar, yaitu guru. Dengan kata lain, pembelajaran dengan metode ini didominasi komunikasi
lisan dari guru ke siswa. Siswa pada kelompok eksperimen mengikuti pembelajaran dengan aktif dan melakukan proses berpikir melalui kegiatan
percobaan, interaksi dengan guru, teman, serta lingkungan Sanjaya, 2006: 197- 199.
Siswa kelompok eksperimen lebih aktif dalam pembelajaran dan memiliki kesempatan untuk mengembangkan kemampuan mengaplikasi lebih banyak dari
pada kelas kontrol selama pembelajaran. Siswa kelompok eksperimen aktif mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang ingin mereka ketahui. Siswa
berdiskusi dan membuat jawaban sementara hipotesis terhadap pertanyaan- pertanyaan tersebut. Kemudian siswa melakukan interaksi dengan guru, teman,
dan lingkungan ketika melaksanakan percobaan dan menggunakan alat dan bahan yang telah dipersiapkan. Siswa juga mengamati hasil percobaan dan
membandingkan dengan hipotesis yang telah dirumuskan. Selanjutnya siswa menjelaskan pada guru dan teman-teman tentang hipoesis yang tepat dan yang
tidak tepat berdasarkan pengalaman yang diperoleh selama percobaan dan proses pembelajaran. Sedangkan siswa kelompok kontrol tidak memiliki kesempatan
untuk mengembangkan kemampuan mengaplikasi. Pembelajaran di kelompok kontrol menunjukkan bahwa siswa mendengarkan penjelasan dari guru dan
mendapat kesempatan untuk menjawab hanya ketika mendapat pertanyaan dari guru. Siswa menjawab bukan berdasarkan pengalaman belajar tetapi dari teori
yang mereka ketahui sebelumnya.
4.2.2 Pengaruh Metode Inkuiri terhadap Kemampuan Menganalisis
Hipotesis II penelitian ini adalah penerapan metode inkuiri berpengaruh terhadap kemampuan menganalisis mata pelajaran IPA materi pernapasan
manusia pada siswa kelas V SD BOPKRI Gondolayu Yogyakarta semester gasal tahun ajaran 20152016. Hasil analisis data menunjukkan bahwa penerapan
89
metode inkuiri pada pembelajaran berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan menganalisis. Hal ini dibuktikan melalui uji signifikansi pengaruh
perlakuan yang menunjukkan harga Sig.2-tailed sebesar 0,006 sig.2-tailed 0,05, maka H
null
ditolak dan H
i
diterima. Artinya ada perbedaan yang signifikan antara rerata selisih skor pretest ke posttest I pada kelompok kontrol dan
kelompok eksperimen. Kesimpulan yang dapat ditarik adalah penerapan metode inkuiri berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan menganalisis.
Metode inkuiri memberikan besar pengaruh “menengah” terhadap kemampuan menganalisis yang ditunjukkan dengan harga r = 0,34 atau 11 pada
uji besar pengaruh perlakuan. Metode inkuiri memberikan pengaruh 11 terhadap kemampuan menganalisis, sedangkan 89 sisanya merupakan pengaruh dari
variabel lain di luar variabel yang diteliti Kasmadi Sunariah, 2013: 151. Variabel lain tersebut dapat berasal dari diri siswa misalnya motivasi, konsentrasi,
intelegensi, minat, dan kesehatan tubuh. Sedangkan variabel yang berasal dari lingkungan misalnya lingkungan sekitar kelas yang ramai dan kondisi latar
belakang keluarga siswa. Perbandingan rerata selisih skor pretest ke posttest I terhadap kemampuan
menganalisis pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dapat dilihat pada gambar 4.4. Gambar tersebut menunjukkan diagram perbandingan rerata selisih
skor pretest ke posttest I pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Peningkatan rerata skor pretest ke posttest I pada kelompok eksperimen lebih
besar daripada kelompok kontrol. Peningkatan rerata skor pada kelompok kontrol sebesar 0,62 atau 26, sedangkan pada kelompok eksperimen sebesar 1,04 atau
47. Uji signifikansi peningkatan rerata pretest ke posttest I menunjukkan
bahwa persentase peningkatan skor pretest ke posttest I pada kelompok eksperimen penerapan metode inkuiri lebih besar daripada kelompok kontrol
penerapan metode ceramah. Persentase peningkatan skor pretest ke posttest I dengan penerapan metode inkuiri memiliki r besar pengaruh 0,86 atau 74 yang
setara dengan efek besar, sedangkan penerapan metode ceramah memiliki r besar pengaruh 0,76 atau 58 yang setara dengan efek besar.
90
Kelompok kontrol dan kelompok eksperimen mengalami peningkatan skor yang positif dan signifikan. Hal ini ditunjukkan dari hasil uji korelasi rerata
pretest ke posttest I dengan harga Sig.2-tailed sebesar 0,001 atau sig.2-tailed 0,05 pada kelompok kontrol dan harga Sig.2-tailed sebesar 0,001 atau sig.2-
tailed 0,05 pada kelompok eksperimen. Pengaruh metode inkuiri terhadap
kemampuan menganalisis masih sekuat pada posttest I setelah dua minggu diberi perlakuan. Hal ini dibuktikan dengan harga Sig.2-tailed pada uji retensi
pengaruh perlakuan untuk kelompok eksperimen sebesar 0,762 atau sig.2-tailed 0,05. Sedangkan harga Sig.2-tailed pada kelompok kontrol sebesar 0,005 atau
sig.2-tailed 0,05 yang berarti pengaruh metode ceramah tidak sekuat posttest I setelah dua minggu dilakukannya perlakuan.
Kegatan pembelajaran pada kelompok kontrol berbeda dengan kegiatan pembelajaran pada kelompok eksperimen. Kegiatan pembelajaran pada kelompok
kontrol menggunakan metode tradisional yaitu ceramah, sedangkan kegiatan pembelajaran pada kelompok eksperimen menggunakan metode inkuiri. Siswa
pada kelompok kontrol mengikuti pembelajaran dengan mendengarkan penjelasan materi dari guru. Sani 2013: 159 mengungkapkan bahwa pembelajaran dengan
metode ceramah hanya menggunakan interaksi satu arah dari sumber belajar, yaitu guru. Dengan kata lain, pembelajaran dengan metode ini didominasi komunikasi
lisan dari guru ke siswa. Siswa pada kelompok eksperimen mengikuti pembelajaran dengan aktif dan melakukan proses berpikir melalui kegiatan
percobaan, interaksi dengan guru, teman, serta lingkungan Sanjaya, 2006: 197- 199.
Siswa kelompok eksperimen lebih aktif dalam pembelajaran dan memiliki kesempatan untuk mengembangkan kemampuan menganalisis lebih banyak dari
pada kelas kontrol selama pembelajaran. Siswa kelompok eksperimen aktif mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang ingin mereka ketahui. Siswa
berdiskusi dan membuat jawaban sementara hipotesis terhadap pertanyaan- pertanyaan tersebut. Kemudian siswa melakukan interaksi dengan guru, teman,
dan lingkungan ketika melaksanakan percobaan. Siswa dapat memilih dan mengelompokkan ciri-ciri pernapasan berdasarkan percobaan yang dilakukan.
Mereka dapat mengatribusi atau memberikan alasan mengenai pentingnya
91
bernapas dengan mengamati tayangan video yang diberikan. Siswa juga mengamati hasil percobaan dan membandingkan dengan hipotesis yang telah
dirumuskan. Selanjutnya siswa menjelaskan pada guru dan teman-teman tentang hipotesis yang tepat dan yang tidak tepat berdasarkan pengalaman yang diperoleh
selama percobaan dan proses pembelajaran. Sedangkan siswa kelompok kontrol tidak memiliki kesempatan untuk mengembangkan kemampuan menganalisis.
Pembelajaran di kelompok kontrol menunjukkan bahwa siswa mendengarkan penjelasan dari guru dan mendapat kesempatan untuk menjawab hanya ketika
mendapat pertanyaan dari guru. Siswa menjawab bukan berdasarkan pengalaman belajar tetapi dari teori yang mereka ketahui sebelumnya.
4.2.3 Dampak Pengaruh Perlakuan
Analisis dampak pengaruh perlakuan bertujuan untuk menyingkapkan persepsi terhadap proses pembelajaran yang berlangsung dari subjek-subjek yang
terlibat dalam penelitian. Peneliti melakukan analisis dampak pengaruh perlakuan dengan dua teknik pengumpulan data yakni teknik tes dan nontes. Teknik tes
menjadi teknik utama dalam penelitian ini, sedangkan teknik nontes menggunakan elemen penelitian kualitatif sederhana untuk melengkapi hasil penelitian
kuantitatif Krathwohl, 2004: 546. Peneliti menggunakan teknik nontes dengan metode triangulasi yakni dengan melakukan observasi selama pembelajaran di
kelas eksperimen, wawancara kepada guru dan siswa pada kelas eksperimen setelah dilakukannya perlakuan, dan dokumentasi berupa foto-foto selama
pembelajaran di kelas eksperimen. Pada bagian ini dipaparkan hasil analisis dampak pengaruh perlakuan berdasarkan hasil observasi dan wawancara.
Peneliti melakukan observasi saat pembelajaran berlangsung di kelas eksperimen selama lima kali pertemuan. Observasi pertama dilaksanakan hari
Senin, 3 Agustus 2015 pada pukul 07.35 – 08.45 WIB. Siswa sangat senang dan
antusias ketika guru menyampaikan bahwa mereka akan melakukan percobaan. Siswa mendapatkan penjelasan mengenai langkah-langkah percobaan, kemudian
mereka dibimbing untuk membuat rumusan masalah berupa pertanyaan menggunakan kata tanya “apakah”. Siswa diminta untuk mengajukan pertanyaan
dengan menggunak an kata tanya “apakah” berdasarkan percobaan yang akan
92
dilakukan dan membuat hipotesis dengan menjawab pertanyaan. Ada seorang siswa yang bertanya
“Bu, hipotesis itu apa?” Komunikasi pribadi, 3 Agustus 2015. Guru menjelaskan pengertian hipotesis kepada siswa. Selama kegiatan
pembelajaran berlangsung siswa sangat bersemangat dan aktif berdiskusi dalam melakukan percobaan yang menggunakan torso. Siswa bekerjasama dalam
merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, menggunakan alat dan bahan, menuliskan hasil percobaan, menentukan kesimpulan, hngga mempresentasikan
hasil percobaan di depan kelas. Observasi kedua dilaksanakan hari Selasa, 4 Agustus 2015 pada pukul
09.00 –10.15 WIB. Siswa kembali mendapatkan pengarahan tentang langkah-
langkah percobaan yang akan dilakukan, kemudian dibimbing oleh guru untuk merumuskan masalah. Ketika tanya jawab berlangsung, ada seorang siswa yang
menjawab “Menggunakan kata tanya apakah, Bu” Komunikasi pribadi, 4
Agustus 2015. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, siswa sangat bersemangat dan aktif berdiskusi dalam melakukan percobaan yang dimulai
dengan merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, menggunakan alat dan bahan,
menuliskan hasil
percobaan, menentukan
kesimpulan, hngga
mempresentasikan hasil percobaan di depan kelas. Observasi ketiga dilaksanakan hari Sabtu, 8 Agustus 2015 pada pukul
07.00 –08.10 WIB. Siswa bertanya jawab dengan guru menganai cara
merumuskan masalah. Ada seorang siswa yang memberikan penegasan demikian “Menggunakan kata tanya apakah kan Bu?” Komunikasi pribadi, 8 Agustus
2015. Ada siswa lain yang mengatakan “Oh, ya Bu. Tahu tahu, seperti
percobaan yang sebelumnya” Komunikasi pribadi, 8 Agustus 2015. Siswa dibimbing untuk mengajukan pertanyaan dengan menggunakan kata tanya
“apakah” berdasarkan percobaan yang akan dilakukan dan membuat hipotesis dengan menjawab pertanyaan. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, siswa
sangat bersemangat dan aktif berdiskusi dalam melakukan percobaan. Siswa juga bekerjasama dalam merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, menggunakan
alat dan bahan, menuliskan hasil percobaan, menentukan kesimpulan, hngga mempresentasikan hasil percobaan di depan kelas.
93
Observasi keempat dilaksanakan hari Senin, 10 Agustus 2015 pada pukul 07.35
–08.45 WIB. Seorang siswa bertanya demikian kepada guru “Bu, membuat rumusan pertanyaan menggunakan kata tanya apakah?” Komunikasi pribadi,
10 Agustus 2015. Ada siswa lain yang mengatakan “Bu, pertanyaannya dijawab
untuk membuat hipotesis kan Bu?”Komunikasi pribadi, 10 Agustus 2015. Guru memberikan jawaban sekaligus mengarahkan siswa untuk membuat rumusan
masalah dan hipotesis “Ya, benar. Sebelum melakukan percobaan, jangan lupa
untuk membuat rumusan masalah yang diawali dengan kata tanya apakah. Lalu kalian menjawab pertanyaan itu. Jawaban pertanyaan itu disebut hipotesis atau
dugaan sementara” Komunikasi pribadi, 10 Agustus 2015. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, siswa sangat bersemangat dan aktif berdiskusi dalam
melakukan percobaan untuk membuktikan dua zat yang dikeluarkan saat bernapas. Siswa juga bekerjasama dalam merumuskan masalah, merumuskan
hipotesis, menggunakan alat dan bahan, menuliskan hasil percobaan, menentukan kesimpulan, hingga mempresentasikan hasil percobaan di depan kelas.
Observasi kelima dilaksanakan hari Selasa, 11 Agustus 2015 pada pukul 09.00
–10.15 WIB. Saat guru akan membimbing siswa untuk merumuskan masalah, ada salah satu siswa yang mengatakan
“Bu, saya sudah tahu. Pasti menggunakan kata apakah di awal pertanyaan kan Bu?” Komunikasi pribadi, 11
Agustus 2015. Siswa dibimbing guru untuk membuat rumusan masalah dan hipotesis dengan menjawab pertanyaan. Ada siswa lain yang mengatakan
“ Sudah tahu Bu, langsung ditulis aja ya” Komunikasi prbadi, 11 Agustus 2015. Selama
kegiatan pembelajaran berlangsung, siswa sangat bersemangat dan aktif berdiskusi dalam melakukan percobaan. Siswa juga bekerjasama dalam
merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, menggunakan alat dan bahan, menuliskan hasil percobaan, menentukan kesimpulan, hngga mempresentasikan
hasil percobaan di depan kelas. Peneliti melakukan wawancara terhadap guru mitra setelah dilakukannya
perlakuan pada Jumat, 14 Agustus 2015. Guru mengungkapkan bahwa metode inkuiri belum pernah diterapkan sebelumnya dalam pembelajaran IPA. Berikut
pernyataan guru, “Belum pernah. Kalau inkuiri yang terbimbing belum pernah.” W G B3. Metode inkuiri dirasa cukup menarik untuk diterapkan karena dapat
94
membuat siswa lebih aktif dan berpikir kritis. Pembelajaran dengan metode inkuiri terbimbing menuntun siswa untuk merumuskan masalah dan merumuskan
hipotesis sebelum melakukan percobaan. Berikut ini pemaparan guru mitra mengenai proses pembelajaran menggunakan metode inkuiri terbimbing,
“Menurut saya cukup menarik karena anak-anak diminta untuk lebih aktif, kemudian lebih bisa berpikir kritis. Jadi mereka lebih siap untuk mengikuti
pembelajaran saat itu karena mereka menemukan dulu masalahnya, merumuskan masalah dan hipotesisnya.” W G B13–16. Guru mitra juga mengungkapkan
bahwa metode inkuiri terbimbing belum pernah diterapkan selama pembelajaran IPA. Beliau pernah menggunakan metode eksperimen, namun tidak dengan
merumuskan masalah dan merumuskan hipotesis. Berikut pemaparan guru mitra,
“Ya itu tadi menggunakan eksperimen percobaan tetapi belum menggunakan rumusan masalah dan hipotesis belum. Jadi cuma sekedar
diberikan LKS, langkah kerja, kemudian apa yang akan kita lakukan saat itu, manfaatnya apa, kemudian setelah menyelesaikan percobaan, mereka mengambil
kesimpulan.” W G B22 – 26. Guru mitra mengalami sedikit kesulitan dalam menerapkan metode inkuiri
terbimbing karena belum terbiasa menggunakan metode tersebut. Berikut penjelasan Beliau,
“Karena ini pertama kali saya lakukan, jadi agak mengalami kesulitan. Apalagi inkuiri terbimbing, karena biasanya kalau eksperimen ya
eksperimen biasa ya, menggunakan LKS mereka melakukan proses percobaan kemudian melakukan kesimpulan, jadi tidak ada hipotesis rumusan masalah itu
tidak dilakukan di awal percobaan.” W G B6 – 10 . Terkait dengan hal tersebut, guru mitra memberikan saran untuk pembelajaran menggunakan metode inkuiri
terbimbing. Saran yang diberikan adalah sebagai berikut, “Sarannya, mungkin
lebih disosialisasikan dahulu metode ini karena jarang dipakai dan digunakan. Jadi biasanya cuma LKS, lembar tugas, eksperimen kemudian kesimpulan. Tidak
pernah membahas rumusan masalahnya dulu. Jadi mungkin lebih bisa disosialisasikan dan lebih didalami lagi tentang metode ini.” W G B34 – 38.
Wawancara juga dilakukan terhadap tiga siswa pada kelompok eksperimen. Ketiga siswa tersebut merupakan siswa yang memiliki kemampuan
kognitif tinggi, sedang, dan rendah berdasarkan hasil pretest dan posttest yang
95
telah dilakukan. Wawancara dengan ketiga siswa dilakukan secara terpisah. Hasil wawancara dengan siswa menunjukkan bahwa siswa merasa senang belajar
menggunakan metode inkuiri. Hal ini diungkapkan salah satu siswa dengan jawaban berikut ini
,“Senang, karena mempermudah dalam menjawab soal.” W2 SA B28. Siswa lain menjawab,
“Senang, ya karena lebih nyantol di otak. Ndak usah ngapalin. Ya, lebih bermakna dan tahan lama.” W2 SC B30. Metode
inkuiri sangat membantu siswa memahami materi organ pernapasan manusia. Berikut ungkapan salah satu siswa,
“Cara percobaan kemarin sih membantu, walaupun alatnya sederhana tetapi bisa membantu. Bisa mendapatkan ilmu.”
W2 SB B3 –4. Siswa tidak mengalami kesulitan dalam belajar dengan
menggunakan metode
inkuiri dan
dapat mengikuti
langkah-langkah pembelajarannya dengan baik. Hal ini dikarenakan metode inkuiri membantu
siswa dalam memahami dan mengaplikasi materi yang ada. Berikut ungkapan siswa mengenai hal tersebut,
“Em, kesulitan tidak. Soalnya itu kan dikerjakan bersama, saya lihat prosesnya bagaimana dulu. Setelah saya pelajari, oh jadi
prosesnya kaya gini terus gini” W2 SB B7–9. Siswa juga dapat bekerjasama dan melatih sikap sosial mereka melalui metode inkuiri. Berikut ungkapan siswa
yang membuktikan hal tersebut, “Enggak. Kan kelompok, ada kerjasama. Sedikit
mudah melakukan percobaan dan jadi paham.” W2 SC B 6 – 7. Wawancara juga dilakukan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam
mengaplikasi sebelum dan setelah pembelajaran dengan metode inkuiri. Hasil wawancara sebelum perlakuan menunjukkan bahwa siswa ada yang bisa dan ada
yang merasa kebingungan untuk mengerjakan soal nomor 3a dan 3b tentang membuktikan zat yang dikeluarkan saat bernapas. Berikut ungkapan ketiga siswa,
“Bisa” W1 SA B14, “Sebelum belajar saya masih merasa kebingungan.” W1 SB B19, “Bisa” W1 SC B13. Sedangkan hasil wawancara setelah pembelajaran
dengan metode inkuiri menunjukkan bahwa siswa lebih bisa mengerjakan soal nomor 3a dan 3b tentang membuktikan zat yang dikeluarkan saat bernapas.
Berikut ungkapan ketiga siswa, “Em, lebih bisa.“ W2 SA B12, “Setelah melakukan percobaan sih bisa.
” W2 SB B19, “Iya” W2 SC B14. Wawancara berikutnya dilakukan untuk mengetahui kemampuan
menganalisis siswa sebelum dan sesudah pembelajaran dengan metode inkuiri.
96
Hasil wawancara sebelum perlakuan menunjukkan bahwa siswa ada yang bisa dan ada yang tidak bisa mengerjakan soal nomor 4a. Berikut ungkapan ketiga
siswa, “Em, bisa” W1 SA B18, “Em, sebenarnya sih bisa” W1 SB B23, “Enggak” W1 SC B17. Demikian halnya ketika diberikan pertanyaan untuk
nomor 4b dan 4c, siswa ada yang merasa bisa dan tidak bisa dalam mengerjakan soal tersebut. Sedangkan hasil wawancara setelah pembelajaran dengan metode
inkuiri menunjukkan bahwa siswa merasa bisa dan lebih bisa mengerjakan soal nomor 4a. Berikut ungkapan ketiga siswa, “Lebih bisa” W2 SA B16, “Lebih
bisa ” W2 SB B23, “Iya” W2 SC B18. Demikian halnya ketika diberikan
pertanyaan untuk nomor 4b dan 4c, siswa merasa bisa dan lebih bisa dalam mengerjakan soal tersebut.
Wawancara selanjutnya adalah mengenai soal yang dirasa lebih sulit oleh siswa. Salah satu siswa mengungkapkan bahwa soal nomor 3 lebih sulit daripada
soal nomor 4 karena dibutuhkan adanya percobaan dan peralatan untuk mendapatkan suatu informasi. Berikut ungkapan siswa tersebut, “Kalau menurut
saya tu nomor 3, soalnya kan nomor 3 itu kan pakai peralatan. Iya praktik. Kalau ceramah bisa, cuma nangkapnya susah.
” W1 SB B31. Sedangkan dua siswa lain mengungkapkan bahwa soal nomor 4 lebih sulit, berikut ungkapan kedua siswa
tersebut, “Em, lebih sulit nomor 4” W1 SA B26, “Yang nomor 4.” W1 SC B25. Meskipun masing-masing siswa mengalami kesulitan yang berbeda, namun
mereka mengungkapkan bahwa metode inkuiri mempermudah untuk mengerjakan soal yang sulit. Siswa juga mengungkapkan bahwa belajar dengan metode inkuiri
lebih menarik daripada menggunakan metode ceramah. Mereka memiliki alasan bahwa metode inkuiri sangat membantu untuk lebih mengerti dan memahami.
Berikut ungkapan siswa, “Ya, karena menggunakan alat lebih gampang. Ya, jadi lebih mengerti dan memahami.
” W2 SC B10 - 11. Siswa lain mengungkapkan, “Iya, karena sangat membantu.” W2 SA B9.
4.2.4 Pembahasan Lebih Lanjut
Penelitian ini menunjukkan dua hasil, yaitu penerapan metode inkuiri berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan mengaplikasi dan penerapan
metode inkuiri berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan menganalisis. Pada penelitian juga terdapat hasil penelitian yang melaporkan bahwa metode
97
inkuiri terintegrasi peer instruction berpengaruh secara signifikan terhadap penguasaan konsep dan kemampuan berpikir kritis siswa Kurniawati, Wartono,
Diantoro, 2014, inkuiri dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran, meningkatkan keterampilan guru, dan mengetahui respon siswa
dalam pembelajaran IPA Sari, 2010, dan metode inkuiri terbimbing dapat meningkatkan minat dan pemahaman siswa Wahyudin, Sutikno, Isa, 2010.
Hasil penelitian oleh PISA dalam bidang matematika, membaca, dan sains menunjukkan bahwa Indonesia mengalami penurunan peringkat. Dari 65 negara
yang diteliti, capaian tingkat literasi siswa siswi Indonesia berada dalam urutan 57 OECD, 2009: 8. Khusus untuk literasi sains, dikatakan bahwa hasil tes yang
diperoleh negara-negara yang masuk dalam daftar penelitian tersebut tidak berubah antara tahun 2003, 2006, dan 2009. Capaian literasi sains para siswa
Indonesia berada pada urutan 61 dari 65 negara. Sementara itu, pada tahun 2012 Indonesia mengalami penurunan peringkat untuk literasi sains yaitu 64 dari 65
negara OECD, 2012 : 232. Penurunan peringkat tersebut menunjukkan bahwa para siswa Indonesia mengalami kesulitan yang serius dalam berbagai kategori
kemampuan berpikir tingkat tinggi yang sangat diperlukan untuk menghadapi tantangan-tantangan hidup yang konkret. Salah satu penyebab kurangnya
pengembangan berpikir tingkat tinggi pada siswa adalah model pembelajaran di sekolah-sekolah yang masih banyak menggunakan metode pembelajaran
tradisional dengan ceramah. Oleh karena itu, diperlukan metode pembelajaran yang lebih bisa memfasilitasi siswa untuk aktif mengembangkan kemampuan
berpikir tingkat tinggi. Salah satu metode yang diduga dapat mengoptimalkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, yaitu metode inkuiri. Menurut Ismail, Idros
Samsudin 2005: 23 Inkuiri adalah suatu proses mencari dan menemukan suatu permasalahan, merumuskan hipotesis, melakukan eksperimen, mengumpulkan
data, dan membuat kesimpulan dari permasalahan. Pengalaman belajar secara langsung inilah yang menjadi fokus untuk pembelajaran yang menekankan
penemuan sesuatu melalui proses mencari dengan menggunakan langkah-langkah alamiah.
Bloom menjelaskan bahwa terdapat enam tahapan pada dimensi proses kognitif yaitu mengingat, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mengevaluasi,
98
dan mencipta Anderson Krathwohl, 2010: 99-133. Penelitian ini dikhususkan untuk meneliti pengaruh penerapan metode inkuiri terhadap kemampuan
mengaplikasi dan menganalisis pada mata pelajaran IPA materi organ pernapasan manusia siswa kelas V SD BOPKRI Gondolayu Yogyakarta. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa penerapan metode inkuiri memberikan efek menengah terhadap kemampuan mengaplikasi dengan nilai r = 0,33 atau sebesar 10.
Penerapan metode inkuiri memberikan efek menengah terhadap kemampuan menganalisis dengan nilai r = 0,34 atau sebesar 11. Berdasarkan hasil penelitian
tersebut, metode inkuiri dapat diujicobakan ke sekolah-sekolah yang lain sebagai metode pembelajaran inovatif untuk meningkatkan kemampuan mengaplikasi dan
menganalisis siswa kelas V pada mata pelajaran IPA. Metode inkuiri dapat diuji cobakan pada mata pelajaran lain, kemampuan atau aspek lain, dan tingkat kelas
yang berbeda.
99
BAB V PENUTUP
Bab V membahas kesimpulan, keterbatasan penelitian, dan saran. Kesimpulan berisi hasil penelitian dan menjawab hipotesis penelitian.
Keterbatasan penelitian berisi kekurangan yang ada selama penelitian dilaksanakan. Saran berisi masukkan dari peneliti untuk penelitian selanjutnya.
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Penerapan metode inkuiri berpengaruh terhadap kemampuan mengaplikasi mata pelajaran IPA materi pernapasan manusia pada siswa kelas V di SD
BOPKRI Gondolayu Yogyakarta semester gasal tahun ajaran 20152016. Hasil analisis terhadap data penelitian mengafirmasi hipotesis penelitian.
Hasil uji signifikansi pengaruh perlakuan menggunakan statistik parametrik dengan Independent samples t-test menunjukkan bahwa harga harga Sig.2-
tailed adalah 0,008 atau Sig.2-tailed 0,05, maka H
null
ditolak dan H
i
diterima. Artinya ada perbedaan yang signifikan antara rerata selisih skor pretest ke posttest I kemampuan mengaplikasi. Rerata selisih skor gain
score kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok kontrol yaitu sebesar M = 1,89, sedangkan n = 29 , SD = 1.12, dan SE = 0,20. Rerata
selisih skor gain score kelompok kontrol sebesar M = 1,17, n = 30, SD = 0,89, dan SE = 0,16. Besar pengaruh perlakuan effect size terhadap
kemampuan mengaplikasi adalah r = 0,33 atau 10 yang setara dengan efek menengah.
5.1.2 Penerapan metode inkuiri berpengaruh terhadap kemampuan menganalisis mata pelajaran IPA materi pernapasan manusia pada siswa kelas V di SD
BOPKRI Gondolayu Yogyakarta semester gasal tahun ajaran 20152016. Hasil analisis terhadap data penelitian mengafirmasi hipotesis penelitian.
Hasil uji signifikansi pengaruh perlakuan menggunakan statistik parametrik dengan Independent samples t-test menunjukkan bahwa harga harga Sig.2-
tailed adalah 0,006 atau Sig.2-tailed 0,05, maka H
null
ditolak dan H
i
diterima. Artinya ada perbedaan yang signifikan antara rerata selisih skor