Kerajaan Sriwijaya Kerajaan Hindu-Budha

Indonesia Pada Masa Hindu-Budha ekspor Sriwijaya antara lain kapur barus, cendana, gading gajah, buah-buahan, kapas, cula badak, dan wangi-wangian. Menurut para ahli, pusat Kerajaan Sriwijaya ada di Palembang, Sumatera Selatan. Kerajaan ini diperkirakan berdiri pada abad ke-7 M. Seperti hal- nya kerajaan Tarumanegara, sumber sejarah kerajaan Sriwijaya berupa prasasti dan berita Cina. Sumber prasasti ini ada yang berasal dari dalam negeri dan ada juga yang berasal dari luar negeri. Sumber yang berupa prasasti dalam negeri antara lain: 1. Prasasti Kedukan Bukit 683M di temukan di daerah Kedukan Bukit, di tepi Sungai Tatang dekat Palembang. Isinya menerangkan tentang perlajanan suci sidha-yartha Dapunta Hyang dengan perahu disertai 2.000 orang prajuritnya. Dalam perjalanannya pada tanggal 11 Waisaka 604 23 April 682, ia berhasil menaklukan be- berapa daerah. 2. Prasasti Talang Tuwo 684 M ditemukan di sebelah barat Kota Palembang sekarang. Isinya menyatakan pembuatan taman bernama Srikerta untuk kemakmuran makhluk. 3. Prasasti Telaga Batu 683 ditemukan di dekat Palembang. Berisi kutukan bagi rakyat yang melakukan kejahatan dan tidak taat kepada raja. 4. Prasasti Karang Berahi 686 M ditemukan di daerah Jambi. Isinya berupa permintaan dewa supaya menjaga kerajaan Sriwijaya dan meng- hukum orang yang berbuat jahat. 5. Prasasti Kota Kapur 686 M, yang menyatakan usaha kerajaan Sriwijaya untuk menaklukan Jawa yang menolak kekuasaan Sriwijaya. Para ahli menerangkan bahwa kerajaan di Jawa yang ditaklukan itu adalah Tarumanegara. Informasi lain yang dapat diperoleh tentang kerajaan Sriwijaya didapat dari berita Cina. Berita itu datang dari seorang pendeta yang bernama I-tsing. Ia pada tahun 671 pernah berdiam di Sriwijaya untuk belajar tata bahasa Sansekerta sebagai persiapan kunjungannya ke India. I-tsing menyebutkan bahwa di negeri Sriwijaya ada seribu orang pendeta yang belajar agama Budha. Seperi halnya I-tsing, para pendeta Cina lainnya yang akan belajar agama Budha ke India dianjurkan untuk belajar terlebih dahulu di Sriwijaya selama satu sampai dua tahun. Disebutkan juga bahwa para pendeta yang belajar agama Budha Gambar 8.5 Prasasti Talang Tuo. Gambar 8.6 Prasasti Kota Kapur. Sumber: Lukisan sejarah, Sumber: Lukisan sejarah, Wawasan Sosial 1 untuk Kelas VII itu dibimbing oleh seorang guru yang bernama Sakyakirti. Berdasarkan berita I-tsing ini, dapatlah disimpulkan bahwa kerajaan Sriwijaya sejak abad ke -7 M telah menjadi pusat kegiatan ilmiah agama Budha di Asia Tenggara. Puncak Kejayaan Sriwijaya terjadi pada masa pemerintahan Raja Balaputradewa. Ia berjasa dalam mengirimkan para pendeta dari nusantara ke India untuk memperdalam ajaran agama Budha. Menurut isi prasasti Nalanda di India, Balaputradewa mendirikan asrama khusus di Nalanda. Hubungan dengan India tidak bertahan lama, karena pada awal abad ke-11 Raja Rajendracola dari Kerajaan Colamandala India melakukan penyerbuan besar-besaran ke wilayah Sriwijaya, antara lain Kedah, Aceh, Nikobar, Binanga, Melayu, dan Palembang. Berita penyerangan tersebut ada dalam prasasti Tanjore di India Selatan. Tetapi, penyerbuan Colamandala dapat dipukul mundur atas bantuan Raja Airlangga dari Jawa Timur. Atas jasanya ini, Airlangga dinikahkan dengan Sanggramawijayatunggadewi, putri raja Sriwijaya. Kekuatan Sriwijaya mulai menurun setelah berhasil memukul mundur pasukan Colamandala. Menurunnya kekuatan itu dapat terlihat dari ketidakmampuannya untuk mengawasi dan memberi perlindungan bagi pelayaran dan perdagangan yang ada di perairan Indonesia. Keadaan itu dimanfaatkan juga oleh kerajaan-kerajaan vasal bawahan untuk melepaskan diri dari kekuasaan Sriwijaya, seperti yang dilakukan oleh kerajaan Malayu Jambi. Gambar 8.7 Patung Budha peninggalan kerajaan Sriwijya yang ditemukan di Sumatera Tengah.. Peta 1.1 Peta Wilayah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya. Sumber: Lukisan sejarah, Sumber: Lukisan sejarah 1995 Indonesia Pada Masa Hindu-Budha

d. Kerajaan Mataram Lama berpusat di Jawa Tengah

Di daerah Jawa Tengah pernah berkuasa dua kerajaan Mataram, yaitu kerajaan Mataram Lama yang bercorak Hindu-Budha dan kerajaan Mataram Islam yang merupakan cikal bakal Kesultanan Yogyakarta dan Surakarta. Kedua kerajaan itu tumbuh berkembang dalam waktu yang berbeda. Pada bagian ini akan dibahas mengenai kerajaan Mataram Lama yang bercorak Hindu-Budha, sementara kerajaan Mataram yang bercorak Islam akan dibahas pada bab selanjutnya yang berkaitan dengan perkembangan Islam di Indonesia. Kerajaan Mataram Lama yang bercorak Hindu- Budha itu dikenal sebagai kerajaan yang toleran dalam hal beragama. Hal tersebut dibuktikan dengan diperintahnya kerajaan ini pleh dua dinasti, yaitu Dinasti Sanjaya yang beragama Hindu dan Dinasti Sailendra yang beragama Budha. Berdasarkan interpretasi terhadap prasasti-prasasti, kedua dinasti itu saling mengisi pemerintahan dan kadang-kadang memerintah bersama-sama. Kerajaan Mataram Lama yang diperintah oleh dua dinasti secara bersamaan, yaitu ketika Rakai Pikatan dari dinasti Sanjaya menikah dengan Sri Pramodhawardhani dari dinasti Syailendra. Pada masa kekuasaan mereka pembangunan candi-candi yang bercorak Hindu- Budha banyak didirikan. Prasasti-prasasti yang berhubungan dengan kerajaan Mataram ini dapat diketahui dari prasasti Canggal 732 M. Berdasarkan prasasti Canggal yang terletak di Kecamatan Salam Magelang, dapat diketahui bahwa raja pertama dari Dinasti Sanjaya adalah Sanjaya yang memerintah di ibukota bernama Medang. Selain prasasti Canggal, ada juga prasasti Kalasan 778M yang terdapat di sebelah timur Yogyakarta. Dalam prasasti itu disebutkan Raja Panangkaran dengan nama Syailendra Sri Maharaja Dyah Pancapana Rakai Panangkaran. Untuk lebih mengetahui raja-raja yang memerintah di Mataram, prasasti Kedu atau dikenal juga dengan nama prasasti Mantyasih 907 M mencantumkan silsilah Raja-raja yang memerintah di Kerajaan Mataram. Prasasti Kedu ini dibuat pada masa Raja Rakai Dyah Balitung. Adapun silsilah raja-raja yang pernah memerintah di Mataram adalah sebagai berikut. Gambar 8.8 Prasasti Canggal. Sumber: Lukisan sejarah, Wawasan Sosial 1 untuk Kelas VII 1. Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya 2. Sri Maharaja Rakai Panangkaran 3. Sri Maharaja Rakai Panunggalan 4. Sri Maharaja Rakai Warak 5. Sri Maharaja Rakai Garung 6. Sri Maharaja Rakai Pikatan 7. Sri Maharaja Rakai Kayuwangi 8. Sri Maharaja Rakai Watuhumalang 9. Sri Maharaja Rakai Dyah Balitung. Menurut prasasti Kedu dapat diketahui bahwa Raja Sanjaya digantikan oleh Rakai Panangkaran. Selanjutnya salah seorang keturunan raja Dinasti Sailendra yang bernama Sri Sanggrama Dhananjaya berhasil mengge- ser kekuasaan Dinasti Sanjaya yang dipimpin Rakai Panangkaran pada tahun 778 M. Sejak saat itu Kerajaan Mataram dikuasai sepenuhnya oleh Dinasti Sailendra. Tahun 778 sampai dengan tahun 856 sering disebut sebagai pemerintahan selingan, karena antara Dinasti Sailendra dan Dinasti Sanjaya silih berganti berkuasa di Mataram. Dinasti Sailendra yang beragama Budha mengembangkan kerajaan Mataram Lama yang berpu- sat di Jawa Tengah bagian selatan, sedangkan Dinasti Sanjaya yang bergama Hindu mengembangkan kerajaan yang berpusat di Jawa Tengah bagian Utara. Puncak kejayaan Dinasti Sanjaya terjadi pada masa pemerintahan Raja Balitung yang menguasai Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ia mendirikan candi Prambanan dan Loro Jonggrang. Masa pemerintahan raja-raja Mataram setelah Dyah Balitung tidak terlalu banyak sumber yang menceritakannya. Tetapi dapat Sumber: Lukisan sejarah 1995 Gambar 8.9 Cabdi Borobudur.