PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD (STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS) TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA DI SDN PERUM SURADITA CISAUK

(1)

(Penelitian Quasi Eksperimen di Kelas V SDN Perum Suradita Cisauk)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

RIMA MUSYIFAH NIM. 109018300014

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

i

Achievement Divisions) terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa di SDN Perum Suradita Cisauk. Skripsi Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.

Kata Kunci: STAD (Student Team Achievement Divisions), Hasil Belajar Siswa

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan metode konvensional terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen dengan rancangan penelitian Two group Rendomized subject posttest only. Penelitian ini dilakukan di SDN Perum Suradita Cisauk tahun ajaran 2013/2014. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan cluster random sampling. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini adalah tes pilihan ganda. Tes yang diberikan terdiri dari 20 soal bentuk pilihan ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebesar 66,03, sedangkan rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran konvensional adalah sebesar 60,85. Berdasarkan perhitungan uji-t diperoleh thitung = 2,41 dan ttabel= 1,66 dengan taraf signifikansi

(α) = 0,05 dan derajat kebebasan 66. Karena thitung > ttabel, maka rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih tinggi dari pada rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran konvensional. Dengan demikian, model pembelajaran tipe STAD lebih baik dibandingkan model pembelajaran konvensional.


(6)

ii

Learning Model Application Type STAD (Student Team Achievement Divisions). Thesis Department of Elementary School Teacher Education, Faculty of Tarbiyah and Teaching, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2014.

Keywords : STAD ( Student Team Achievement Divisions ), Student Results

The purpose of this study was to compare the STAD cooperative learning model by conventional methods on learning outcomes of students in mathematics. The method used in this study is a quasi-experimental method to the study design Two group posttest only Rendomized subject. This research was conducted in SDN Housing Suradita Cisauk academic year 2013/2014. Sampling technique in this study using cluster random sampling. The instrument used to collect data in this study is a multiple-choice test. Given test consists of 20 multiple choice questions. The results showed that the average mathematics learning outcomes of students taught with cooperative learning model STAD amounted to 66.03, while the average math learning outcomes of students taught by conventional teaching model is equal to 60.85. Based on the calculation of the t-test obtained t = 2.41

and t table = 1.66 with a significance level ( α ) = 0.05 and 66 degrees of freedom. Due t count > t table, the average mathematics learning outcomes of students who are taught by the learning model STAD cooperative higher than the average mathematics learning outcomes of students taught with conventional learning models. Thus, STAD learning model is better than conventional learning models.


(7)

iii

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya yang senantiasa mengikuti ajarannya sampai akhir zaman.

Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana pendidikan pada program studi pendidikan guru madrasah ibtidaiyah. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian di SDN Perum Suradita Cisauk. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan hambatan dalam penulisan skripsi ini. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis, namun berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak maka hambatan tersebut dapat terselesaikan dengan baik.

Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan moril dan materil, sehingga skripsi ini dapat selesai. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:

1. Dra. Nurlena Rifa’i, MA. Ph.D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

2. Dr. Fauzan, M.A, Ketua Jurusan Prodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) dan Dosen Pembimbing Akademik.

3. Abdul Muin, M.Pd, Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktunya selalu memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini. 4. Seluruh dosen dan staf Jurusan Kependidikan Islam Program Studi

Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah

5. Subadi Bejo, S.Pd, Kepala SDN Perum Suradita Cisauk tempat penulis melakukan penelitian.


(8)

iv

7. Dwi Purwanto (Suami) yang selalu memberikan semangat demi kelancaran skripsi ini.

8. Teman-teman PGMI yang tidak bisa saya sebutkan namanya satu per satu terimakasih atas kerjasama, transfer ilmu, do`a dan dukungannya selama ini. 9. Syifa Urohmah dan Heni Nuraiani teman seperjuangan, terimakasih atas

waktu masukan dan dukungan selama penyelesaian skripsi.

10. Semua pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan dan informasi yang bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis meminta kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan dimasa yang akan datang. Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Tangerang, 13 Mei 2014 Penulis


(9)

v

ABSTRACT………..………..…..………… ii

KATA PENGANTAR………..………..….…….……… iii

DAFTAR ISI………..………....………..…….…….………...… v

DAFTAR LAMPIRAN………..…….…….……… vii

DAFTAR TABEL……….…..….……… ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……… 1

B. Identifikasi Masalah……….. 5

C. Pembatasan Masalah……….……..………….. 5

D. Perumusan Masalah……….……..……… 6

E. Tujuan Penelitian………...……… 6

F. Manfaat Penelitian………...………. 6

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Kajian Teori…………....………..…. 8

1. Model Pembelajaran Kooperatif….……… 8

2. Tipe STAD ……….……….. 15

3. Metode Pembelajaran Konvensional…….…… 17

4. Belajar dan Hasil Belajar……..………...……… 18

5. Definisi Matematika………..……… 23

6. Materi Konsep KPK dan FPB ………... 24

7. Hasil Penelitian yang Relevan…..………... 25

B. Kerangka Berpikir………..……… 27


(10)

vi

C. Variabel Penelitian………..……...…….……… 30

D. Populasi dan Sampel………..………….……… 30

E. Teknik Pengumpulan Data...…….…….……… 31

F. Instrumen Penelitian……….…….…….……… 31

G. Uji Coba Instrumen………..…...…….……… 33

H. Teknik Analisis Data………..…..…….……… 37

I. Hipotesis Statistik………....…….…….……… 40

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data……..……...……….….……… 42

1. Praktik Pembelajaran....……… 42

2. Data Hasil Belajar Matematika Siswa…...…… 43

B. Pengujian Persyaratan Analisis Data.……… 46

1. Uji Normalitas Data.………...…….……… 46

2. Uji Homogenitas………...……..…….………… 47

3. Uji Hipotesis…….…...…..…….…….………… 48

C. Pembahasan Hasil Penelitian………..…….…..…… 49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan……….……….…….………… 56

B. Saran………..………..……….………… 57

DAFTAR PUSTAKA……….….…….……… 58 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(11)

vii

Tabel 3.2 : Kisi-Kisi Instrumen Tes Pilihan Ganda….…... 32 Tabel 3.3 : Kategori Derajat Kesukaran……….…. 33 Tabel 3.4 : Kategori Daya Beda……….…. 37 Tabel 4.1 : Distribusi Frekuensi Hasil Posttest Siswa Kelas

Eksperimen………...…. 44 Tabel 4.2 : Distribusi Frekuensi Hasil Posttest Siswa Kelas

Kontrol……….…. 45

Tabel 4.3 : Hasil Uji Normalitas Posttest Kelas

Eksperimen dan Kelas Kontrol…………....…. 47 Tabel 4.4 : Hasil Perhitungan Uji Homogenitas

Posttest……….…. 48 Tabel 4.5 : Data Hasil Perhitungan Uji Hipotesis Posttest Kelas


(12)

1

A.

Latar Belakang Masalah

Pendidikan memiliki peranan penting bagi kemajuan suatu bangsa.Majunya suatu bangsa ditandai dengan kualitas sumber daya manusia yang berkualitas. Dengan sumber dara manusia yang berkualitas, bangsa indonesia dapat mengembangkan potensi dan berkompetensi dalam bidang IPTEK. Pendidikan merupakan alternatif utama dalam tercapainya salah satu tujuan bangsa indonesia. Hal ini dapat dilihat dari isi pembukaan UUD 1945 alinea IV yang menegaskan bahwa salah satu tujuan bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.

Kualitas pendidikan yang baik tentu akan menghasilkan sumber daya manusia yang baik pula. Oleh karena itu pendidikan perlu diperhatikan untuk kemajuan pendidikan Indonesia. Pendidikan saat ini masih memerlukan perbaikan dari berbagai aspek pendidikan terutama dalam kurikulum pendidikan.Kurikulum pendidikan harus disesuaikan dengan perkembangan jaman dan mengacu pada tujuan nasional bangsa Indonesia.Oleh karena itu di Indonesia telah dibentuk Sisdiknas yang mengatur tentang hal yang berkaitan dengan pendidikan di Indonesia.

Agama islam pun sangat memperhatikan pentingnya pendidikan. Proses pendidikan yang baik diharapkan mampu mengarahkan manusia ke arah yang lebih baik dari segi imtaq maupun intelektual. Oleh karena itu islam mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu sebagaimana disebutkan dalam Al-qur’an berbunyi:



Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) oarng-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha teliti apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Al Mujadalat:11)


(13)

Proses pendidikan tidak selamanya berjalan dengan baik. Masih banyak kendala-kendala dalam proses pendidikan baik dari segi sarana dan prasarana yang kurang mendukung ataupun kualitas guru maupun siswa. Oleh karena itu perlu pengembangan kualitas dalam proses pendidikan yang nantinya berdampak pada hasil yang maksimal. Pengembangan ini dapat ditempuh dengan jalan pendidikan formal, nonformal, maupun informal.Namun demikian, yang menjadi prioritas adalah pendidikan formal. Pendidikan formal memiliki acuan pendidikan berupa kurikulum dan merupakan tempat yang paling kondusif bagi siswa dalam proses pendidikan secara menyeluruh. Kualitas pendidikan di sekolah dilihat berdasarkan Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator yang dicapai siswa dalam penguasaan materi dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih dan mutakhir, terutama dalam bidang informasi.Menuntut perlunya perbaikan dalam penggunaan pola pembelajaran tradisional menjadi pembelajaran yang lebih aktif dan menyenangkan. Guru tidak lagi sebagai satu-satunya sumber informasi. Begitupun dengan siswa, tidak lagi hanya sekedar sebagai penerima pasif informasi.Siswa pun dituntut untuk lebih aktif dalam mencari informasi atau pengetahuan dan keterampilan. Hal ini sebagaimana dengan Peraturan Pemerintah (PP) No, 19/2007 yang berbunyi bahwa “setiap guru bertanggung jawab terhadap mutu kegiatan pembelajaran untuk setiap mata pelajaran yang diampunya dengan cara menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi, inovatif, dan tepat unutk mencapai tujuan pembelajaran”.1

“Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya sehinga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. 2 “Adapun komponen-komponen pembelajaran yang saling

1

Redaksi Sinar Grafika, UU Sistem Nasional (UU RI No. 20 Tahun 2003), (Pendidikan Jakarta: Sinar Grafika, 2008), Cet. Pertama, h.194

2

Kunandar, Guru Profesional Implementasi KTSP dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h.287.


(14)

mempengaruhi antara laintujuan, bahan, metode, media san evaluasi”. 3 Dalam pembelajaran tugas guru adalah mengondisikan lingkungan belajar yang mendukung perubahan perilaku bagi siswa.

Peran guru dalam pendidikan menempati posisi yang sentral dalam menerapkan proses pendidikan. Terutama dalam proses pembelajaran, guru harus mampu menentukan cara efektif menyampaikan materi agar dapat tersampaikan kepada siswa dengan baik. Sehingga potensi siswa yang dimiliki dapat berkembang baik.Oleh karena itu guru diharapkan mampu menguasai strategi pembelajaran yang baik dan dapat mengaplikasikannya.

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran terpenting dalam pendidikan.Bahkan matematika menjadi salah satu mata pelajaran prasyarat dalam kelulusan sekolah misalnya dalam ujian nasional baik dari tingkat SD, SMP, maupun SMA.Penguasaan matematika perlu ditanamkan sejak dini agar konsep-konsep matematika dapat diterapkan dengan tepat dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memakai konsep dasar matematika maka anak akan memiliki bekal untuk mengembangkan ilmu dan teknologi yang semakin berkembang pesat saat ini. Dengan belajar matematika seseorang akan mempunyai kebiasaan berpikir kritis, logis, analitis, sistematis, dan kreatif. Mata pelajaran matematika terutama disekolah dasar sebagai sekolah awal siswa agar memiliki kemampuan berhitung dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran matematika di sekolah tidak lepas dari konsep.Konsep yang diajarkan pun harus benar-benar dipahami oleh siswa. Jika tidak maka siswa akan menganggap bahwa matematika sulit dipelajari. Disamping itu, metode mengajar yang sering sekali dipakai oleh guru dalam pembelajaran matematika yaitu pembelajaran yang masih berpusat pada guru, seperti metode ekspositori yaitu menjelaskan,

3

Masitoh dan Laksmi Dewi, Strategi Pembelajaran,(Jakarta Pusat: Direktorat Jendral Pendidikan Islam Depag RI, 2009), cet. I, hal. 8


(15)

memberi contoh, dan latihan. Sehingga hal tersebut membuat siswa kurang tertarik, bosan, dan ngobrol saat proses pembelajaran berlangsung.

Dari hasil observasi terbatas yang dilakukan penulis di salah satu sekolah SD bahwa hasil belajar pada mata pelajaran matematika belum terlihat maksimal yaitu masih banyak yang dibawah KKM 56.4 Dan apabila dilihat dari proses pembelajaran matematika masih berpusat pada guru, siswa tidak memperhatikan penjelasan guru bahkan mengobrol de ngan temannya, siswa tidak berusaha bertanya mengenai pelajaran matematika, dan siswa kurang menguasai materi.

Masalah yang teridentifikasi tersebut di atas adalah terkait dengan penggunaan strategi pembelajaran yang dilakukan oleh guru.Strategi pembelajaran yang biasa digunakan dalam pembelajaran matematika yaitu metode konvensional sehingga membuat siswa kurang tertarik, bosan, dan ngobrol saat pelajaran berlangsung.Hal tersebut menjadi tidak efektif dan kondusif.Oleh karena itu, sebagai guru dalam mengajarkan matematika dituntut untuk dapat menyesuaikan dan mengubah strategi pembelajaran yang lebih aktif dan menyenangkan.

Adapun alternatif yang dapat dipilih oleh guru dalam melaksanakan pembelajaran matematika di sekolah dasar yaitu dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif (cooperative learning). “Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan menggunakan system pengelompokkan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen)”.5

Salah satuteknikpembelajarankooperatifadalah STAD (Student Team Achievement Divisions).“STAD adalah suatu tim pembantu pelaksanaan pelajaran bagi guru untuk belajar bekerjasama”.6

Didalam

4

Daftar Nilai Mata Pelajaran Matematika Kelas 5 SD

5

WinaSanjaya, Strategi Pembelajaran Beorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2011), Cet. 8, h. 242.

6

Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 138.


(16)

STAD terdapat metode diskusi sebagai solusi untuk menyelesaikan masalah siswa yang kurang memperhatikan, siswa yang bosan, atau siswa yang kurang tertarik dengan matematika.Model pembelajaran kooperatif tipe STAD tersebut menekankan pada kerja kelompok dan tanggung jawab bersama untuk tercapainya tujuan bersma dan adanya interaksi antara anggota kelompok.Dengan adanya kerjasama maka siswa yang cepat paham dengan matematika dapat berkolaborasi dengan siswa yang kurang paham. Didalam STAD kelompok dibuat beragam kemampuan siswa agar dapat berkolaborasi dengan baik sehingga akan berpengaruh terhadap hasil belajar.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, penulis tertarik untuk menjadikan sebagai penelitian yang berjudul

“Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student

Team Achievement Divisions) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa” di SDN Perum Suradita Cisauk.

B.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan uarian latar belakang masalah di atas maka masalah dapat diidentifikasi antara lain sebagai berikut:

1. Pembelajaran masih berpusat pada guru

2. Siswa belum terlibat aktif dalam pembelajaran matematika

3. Sebagian besar guru menggunakan metode pengajaran yang cenderung sama setiap kali pembelajaran di kelas berlangsung yaitu menerangkan, memberi contoh, dan latihan.

4. Hasil belajar matematika masih banyak yang di bawah KKM yaitu 56.

C.

Pembatasan Masalah

Dalam skripsi ini penulis membatasi hal-hal sebagai berikut:

1. Hasil belajar yang diukur yaitu hasil belajar bentuk kognitif aspek C2,C3, dan C4


(17)

2. Materi dibatasi pada kompetensi dasarnya yaitu menggunakan faktor prima untuk menentukan KPK dan FPB dengan indikatornya antara lain menjelaskan cara menentukan faktor, faktor prima, dan faktorisasi prima, menentukan KPK dan FPB dengan menggunakan faktor prima, dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan KPK dan FPB.

D.

Perumusan Masalah

Secara rinci rumusan tersebut diuraikan sebagai berikut:

1. Bagaimana hasil belajar matematika siswa yang diajari dengan strategi STAD?

2. Bagaimana hasil belajar siswa yang diajari secara konvensional? 3. Apakah hasil belajar siswa yang pembelajarannya dengan strategi

STAD lebih baik dari pada hasil belajar siswa yang pembelajarannya secara konvensional?

E.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini antara lain:

1. Untuk mengetahui hasil belajar siswa yang diajari dengan strategi STAD.

2. Untuk mengetahui hasil belajar siswa yang diajari secara konvensional. 3. Untuk mengetahui manakah yang lebih baik antara hasil belajar siswa yang pembelajarannya dengan strategi STAD dengan hasil belajar siswa yang pembelajarannya secara konvensional.

F.

Manfaat Penelitian

1. Bagi sekolah, sebagai informasi mengenai penerapan metode STAD dalam meningkatkan hasil belajar siswa.

2. Bagi guru, sebagai alternatif model pembelajaran yang digunakan di kelas serta dapat meningkatklan kualitas profesionalisme guru dalam proses belajar mengajar.


(18)

3. Bagi siswa, untuk meningkatkan hasil belajar matematika sehingga bermanfaat bagi peningkatan prestasi di sekolah dan mampu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

4. Bagi peneliti, sebagai umpan balik dalam proses belajar mengajar matematika dan menambah pengetahuan serta pengalaman.


(19)

8

A.

Kajian Teori

1. Model Pembelajaran Kooperatif

a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Mohammad Surya menjelaskan bahwa “pembelajaran

adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari

pengalaman individu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.1

Pendapat lain mengatakan bahwa “pembelajaran adalah suatu

kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk

mencapai tujuan pembelajaran”.2

Pembelajaran kooperatif menurut Yatim Riyanto yaitu “model

pembelajaran yang dirancang untuk membelajarkan kecakapan akademik (academic skill), sekaligus keterampilan sosial (social skill)

termasuk interpersonal skil”.3

Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang menuntut siswa untuk bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan pembelajaran. Dalam hal ini, seluruh anggota kelompok diharapkan saling membantu satu sama lain sehingga permasalahan setiap anggota dalam kelompok dapat diatasi.

Menurut Slavin, “dalam metode pembelajaran kooperatif para

siswa akan duduk bersama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang untuk menguasai materi yang disampaikan oleh

1

Masitoh dan Laksmi Dewi, Strategi Pembelajaran, (Jakarta Pusat: Direktorat Jendral Pendidikan Islam Depag RI, 2009), cet. I, hal. 7.

2

Masitoh , ibid, hal.8

3


(20)

guru”.4

Metode pembelajaran kooperatif siswa dituntut untuk menguasai suatu materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru.

Menurut Made Wena “pembelajaran kooperatif adalah system

pembelajaran yang berusaha memanfaatkan teman sejawat (siswa lain) sebagai sumber belajar, disamping guru dan sumber belajar yang

lainnya”.5

Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang membentuk siswa menjadi kelompok kecil untuk mempelajari sesuatu secara bersama-sama di dalam kelompoknya.

Menurut Priyanto pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran kelompok yang memiliki aturan-aturan tertentu.Prinsip dasar pembelajaran kooperatif adalah siswa membentuk kelompok kecil dan saling mengajar sesamanya untuk mencapai tujuan bersama.Dalam pembelajaran kooperatif siswa pandai mengajar siswa yang kurang pandai tanpa merasa dirugikan.Siswa kurang pandai dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan karena banyak teman yang membantu dan memotivasinya. Siswa yang sebelumnya terbiasa bersikap pasif setelah menggunakan pembelajaran kooperatif akan terpaksa berpartisipasi secara aktif agar bisa diterima oleh anggota kelompoknya.6

Melalui pembelajaran kooperatif siswa diberikan kesempatan untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur dan seorang siswa yang pandai akan menjadi sumber belajar bagi temannya yang lain sehingga siswa yang kurang pandai dapat termotivasi untuk belajar dalam suasana yang menyenangkan.

Menurut Lie “pembelajaran kooperatif adalah sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur, dan

dalam sistem ini guru bertindak sebagai fasilitator”.7

Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran di mana siswa belajar

4

Robert E. Slavin, Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik, (Bandung: Nusa Media, 2010), Cet. IV, h. 8.

5

Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), hal. 190.

6

Made Wena, ibid, h. 189.

7


(21)

dan bekerja dalam kelompoknya untuk menyelesaikan tugas, dalam hal ini guru memegang peranan penting yaitu sebagai pengarah dan pemberi tugas serta penilaian terhadap tugas yang diberikan, karena dalam belajar kelompok siswa memerlukan bimbingan dan arahan agar proses pembelajaran berjalan dengan efektif.

Sedangkan Abdurrahman dan Bintoro mengatakan bahwa

“pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan

sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antarsesama siswa sebagai latihan hidup di dalam

masyarakat nyata”.8

Dalam hal ini, pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan rasa saling mencerdaskan, saling menyayangi, dan saling tenggang rasa antarsesama siswa agar terhindar dari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan dan sebagai latihan siswa dalam hidup di masyarakat.

Artzt & Newman menyatakan bahwa “dalam belajar kooperatif

siswa belajar bersama sebagai suatu tim dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Jadi, setiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab yang sama untuk keberhasilan

kelompoknya”.9

Sehingga dalam hal ini, anggota dalam kelompok mengerjakan tugas bersama dalam suasana kebersamaan diantara sesame anggota kelompok untuk mencapai keberhasilan baik secara individual maupun kelompok.

Dalam pembelajaran kooperatif siswa bekerja secara terarah untuk mencapai tujuan belajar bersama dalam kelompok kecil yang umumnya terdiri dari 4-5 orang.Dalam hal ini siswa bekerja bersama dalam kelompok kecil untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut.

Penulis menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada

8

Made Wena, Ibid., h. 190.

9

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), Cet. 4, h. 56.


(22)

siswa untuk bekerja sama antarsesama siswa dengan membentuk kelompok kecil untuk menyelesaikan masalah dan dalam pembelajaran ini guru bertindak sebagai fasilitator.

Berdasarkan beberapa pengertian menurut para pakar di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang menuntut siswa untuk saling membantu dan bekerja sama dalam kelompoknya dengan berbagai kemampuan yang mereka miliki untuk menyelesaikan suatu permasalahan di mana siswa dapat menjadi sumber belajar bagi siswa yang lain dengan bimbingan dan arahan dari guru untuk mencapai keberhasilan baik secara individu maupun kelompok dalam mencapai suatu tujuan pembelajaran.

b. Prosedur Pembelajaran Kooperatif

Prosedur pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu:

(1) Penjelasan materi, tahap ini merupakan tahapan penyampaian pokok-pokok materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok.

(2) Belajar kelompok, tahapan ini dilakukan setelah guru memberikan penjelasan materi, siswa bekerja dalam kelompok yang telah dibentuk sebelumnya.

(3) Penilaian, penilaian dalam pembelajaran kooperatif bisa dilakukan melalui tes atau kuis, yang dilakukan secara individu atau kelompok.

(4) Pengakuan tim, adalah penetapan tim yang dianggap paling menonjol atau tim paling berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau hadiah.10

Penjelasan materi merupakan tahap yang pertama dalam hal ini guru memberikan gambaran umum mengenai materi pelajaran dimana materi tersebut harus dikuasai siswa yang selanjutnya siswa harus memperdalam materi yang telah diberikan oleh guru dalam pembelajaran kelompok. Belajar kelompok yaitu siswa bersama-sama

10

Rusman, Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), Cet. Ke-3, h. 212-213.


(23)

dengan kelompoknya untuk melakukan tukar-menukar ( sharing) informasi dan pendapat, mendiskusikan permasalahan secara bersama-sama, dan membandingkan jawaban mereka. Penilaian, dalam hal ini dapat dilakukan secara individu maupun kelompok setelah siswa belajar dalam kelompoknya. Pengakuan tim merupakan tahap terakhir dimana dalam tahap ini ditentukannya kelompok yang paling berprestasi untuk diberikan suatu penghargaan atas hasil kerja sama dalam menyelesaikan tugas.

c. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif

Menurut Sanjaya pembelajaran kooperatif memiliki empat karakteristik sebagai berikut:

(1) Pembelajaran secara tim, semua anggota tim (anggota kelompok) harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran. (2) Didasarkan pada manajemen kooperatif, sebagaimana pada

umumnya, manajeman mempunyai empat fungsi pokok, yaitu fungsi perencanaan, fungsi organisasi, fungsi pelaksanaan dan fungsi kontrol.

(3) Kemauan untuk bekerja sama, setiap anggota kelompok bukan saja harus diatur tugas dan tanggung jawab masing-masing, akan tetapi juga ditanamkan perlunya saling membantu.

(4) Keterampilan bekerja sama, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain.11

Setiap anggota kelompok bersifat heterogen, artinya setiap kelompok terdiri atas anggota yang memiliki kemampuan akademik, latar belakang, dan jenis kelamin yang berbeda.Dengan adanya perbedaan dalan kelompok tersebut, setiap anggota kelompok dapat saling memberi dan menerima, berbagi pengalaman sehingga setiap anggota kelompok dapat saling memberikan kontribusi untuk keberhasilan kelompoknya.

Untuk mencapai keberhasilan dalam pembelajaran kooperatif diperlukan prinsip kebersamaan atau kerja sama, karena keberhasilan

11

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2011), Cet. 8, h. 244-246.


(24)

pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok. Tanpa adanya kerja sama yang baik, pembelajaran kooperatif tidak akan mencapai hasil yang optimal.

Dalam pembelajaran kooperatif kemauan untuk bekerja sama itu diterapkan atau dipraktikkan melalui aktivitas dalam kegiatan pembelajaran secara berkelompok. Oleh karena itu, diperlukannya kemauan dan kesanggupan siswa untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota yang lain dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

d. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif

Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam pembelajaran kooperatif antara lain:12

1. Saling ketergantungan positif

Guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan antarsesama. Dengan saling membutuhkan antarsesama, maka mereka akan saling ketergantungan satu sama lain. Saling ketergantungan dapat dicapai dalam: (1) pencapaian tujuan; (2) menyelesaikan pekerjaan; (3) bahan atau sumber untuk menyelesaikan pekerjaan; (4) peran.

2. Interaksi tatap muka

Interksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesame siswa. Interaksi tatap muka memungkinkan para siswa saling menjadi sumber belajar.Dengan interaksi diharapkan memudahkan siswa dalam mempelajari materi.

3. Akuntabilitas individual

12

Kunandar, Guru Profesional Implementasi KTSP dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 359.


(25)

Walaupun pembelajaran bersifat kooperatif namun dalam penilaian dilakukan secara individual. Hasil penilaian individual selanjutnya akan disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua anggota kelompok mengetahui siapa anggota yang memerlukan bantuan. Penilaian kelompok yang didasarkan atas rata-rata penguasaan semua anggota kelompok secara individual.

4. Keterampilan menjalin hubungan antarpribadi

Pembelajaran kooperatif akan menumbuhkan keterampilan menjalin hubungan antarpribadi. Hal itu dikarenakan pembelajaran kooperatif ditekankan aspek-aspek: tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik orangnya, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan sebagainya.

e. Keunggulan danKelemahan Pembelajaran Kooperatif

Keunggulan pembelajaran kooperatif sebagai suatu pembelajaran di antaranya:

(1) Melalui pembelajaran kooperatif siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain.

(2) Pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.

(3) Pembelajaran kooperatif dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.

(4) Pembelajaran kooperatif dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.13

Pembelajaran kooperatif memiliki keunggulan di antaranya, siswa dapat belajar secara mandiri dengan siswa yang lain sehingga pembelajaran berpusat pada siswa, dan siswa dapat saling berbagi pengetahuan dan informasi serta dapat menjadi sumber belajar bagi

13


(26)

siswa yang lain. Selain itu siswa dapat saling mengungkapkan pendapatnya antarsesama siswa, saling menerima kekurangan dan kelebihan yang dimiliki oleh setiap anggota, dan dapat meningkatkan rasa tanggung jawab dalam belajar.

Selain memiliki keunggulan, pembelajaran kooperatif juga mempunyai beberapa kelemahan, di antaranya:

(1) Dalam kelompok dengan keahlian campuran, seringkali siswa yang lebih kuat harus mengajar siswa yang lebih lemah dan mengerjakan sebagian besar tugas kelompok.

(2) Waktu pada pembelajaran ini hanya cukup untuk fokus tugas pada tingkatan yang paling mendasar.

(3) Strategi ini mungkin hanya mendukung pemikiran tingkat rendah dan mengabaikan strategi pemikiran kritis dan tingkat tinggi.14

Namun pembelajaran kooperatif memiliki kelemahan di antaranya, setiap kelompok yang anggotanya memiliki kemampuan akademik yang tinggi lebih besar perannya dalam menyelesaikan tugas dari pada anggota yang memiliki kemampuan akademik yang rendah, waktu untuk pembelajaran kooperatif hanya cukup untuk menyelesaikan tugas pada tingkat yang paling mendasar, dan hanya mendukung untuk pemikiran tingkat rendah.

2. Tipe STAD

a. Pengertian STAD

Salah satu tipe model pembelajaran kooperatif adalah tipe STAD (Student Team Achievement Divisions). Model Pembelajaran tipe STAD diawali dengan persentasi berupa penyampaian tujuan pembelajaran dan materi, diskusi kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok.

Slavin (dalam Nur, 2006:26) menyatakan “bahwa STAD, siswa

dikelompokkan menjadi tim belajar yang beranggotakan 4-5 secara heterogen, guru menyajikan pelajaran, dan siswa bekerja dalam tim

14

Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), Cet. 1, h. 136-137.


(27)

mereka memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai

pelajaran, kemudian siswa diberi tes individu”.15“STAD bertugas membantu anggota kelompok untuk bekerja memecahkan masalah yang diberikan guru, membuat kelompok bekerja yang saling

mngemukakan pendapat maupun menghadapi tes atau ulangan”.16 Dengan adanya kerjasama antar anggota kelompok tersebut akan meningkatkan minat belajar, partisipasi dalam proses pembelajaran, adanya keberanian untuk mengungkapkan pendapat, mengajukan dan menjawab pertanyaan.

Shlomo Sharan mengemukakan bahwa “Gagasan utama dibelakang STAD adalah memicu siswa agar saling mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan yang

diajarkan guru”17

Model pembelajaran tipe STAD memungkinkan siswa untuk melakukan pertukaran informasi sehingga mendapatkan informasi tambahan tentang suatu materi dari anggota kelompok yang lain. Keterlibatan dengan orang lain membuka kesempatan bagi mereka untuk saling mengevaluasi dan memperbaiki terhadap sesama.

b. Langkah-Langkah STAD

Adapun langkah-langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut:

1. Penyampaian tujuan dan motivasi.

Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan memotivasi siswa untuk belajar.

2. Pembagian kelompok.

Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, tiap kelompok terdiri dari 4 -5 siswa secara heterogen.

3. Persentasi dari guru.

Di dalam proses pembelajaran guru dibantu media, pertanyaan atau masalah nyata yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

15

Trianto, Mendesain Model pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 68.

16

Zulfiani, Op.cit., hal.139

17

Shlomo Sharan, The Handbook of Cooperative Learning, (Yogyakarta: Familia, 2012), hal. 9.


(28)

Dijelaskan juga tentang keterampilan dan kemampuan yang diharapkan dikuasai siswa.

4. Kegiatan belajar dalam tim (kerja tim)

Siswa belajar secara berkelompok. Guru menyiapkan lembaran kerja sebagai pedoman bagi kelompok, sehingga semua anggota menguasai dan masing-masing memberikan kontribusi. 5. Kuis (evaluasi).

Guru mengevaluasi hasil belajar melalui pemberian kuis tentang materi yang dipelajari dan juga melakukan penilaian terhadap presentasi hasil kerja masing-masing kelompok. Siswa mengerjakan kuis secara individu.18

Dalam pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, pertama-tama guru membentuk siswa berkelompok secara heterogen terdiri dari 4-5 orang per kelompok, selanjutnya setiap kelompok diberikan lembar kerja, yang harus diisi oleh masing-masing anggota kelompok kemudian saling menjelaskan jawaban satu sama lain dan saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi antar sesame anggota kelompok. Setelah tiap-tiap kelompok berdiskusi, guru meminta salah satu kelompok untuk mempersentasikan hasil diskusinya yang kemudian akan dikoreksi oleh guru dan kelompok lainnya. Selanjutnya guru meminta siswa untuk kembali duduk ke posisi semula dan membagikan soal kuis sebagai evaluasi untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap bahan ajar yang telah dipelajari. Tiap siswa dan tiap kelompok akan diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar.

3. Metode Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang sering dilakukan oleh guru.Pembelajaran ini cendrung berpusat pada guru, sehingga terjadi prakrik pembelajaran yang kurang optimal karena guru membuat siswa pasif.Metode yang sering dipakai dalam pembelajaran konvensional adalah ekspositori.

18

Rusman, Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), cet. 4, hal. 215.


(29)

Metode ekspositori sama halnya seperti metode ceramah dalam hal terpusatnya kegiatan pembelajaran pada guru sebagai pemberi informasi (materi pelajaran). Namun pada metode eskpositori dominasi guru sudah banyak berkurang, karena guru tidak terus-menerus berbicara. Pada awal pembelajaran guru terlebih dahulu menerangkan materi dan memberi contoh soal disertai tanya jawab. Siswa tidak hanya mendengar dan membuat catatan, akan tetapi bersama guru berlatih menyelesaikan soal latihan dan siswa bertanya jika ada yang belum dimengerti.

4. Belajar dan Hasil Belajar a. Pengertian Belajar

Sebagian orang beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi/materi pelajaran. Orang yang beranggapan demikian biasanya akan segera merasa bangga ketika anak-anaknya telah mampu menyebutkan kembali secara lisan (verbal) sebagian besar informasi yang terdapat dalam buku teks atau yang diajarkan oleh guru.

Skinner berpandangan bahwa “belajar adalah suatu perilaku.Pada saat orang belajar, maka responsnya menjadi lebih

baik.Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responsnya menurun”.19 Hal ini menunjukkan bahwa belajar dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk.

Witherington, dalam buku Educational Psychology mengemukakan “belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian

yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu

19

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010), Cet. Keempat, h. 9.


(30)

pengertian.”20

Belajar merupakan perubahan tingkah laku yang menyangkut berbagai aspek kepribadian seperti baik yang menyangkut perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah atau berpikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan maupun sikap.

Menurut James O. Wittaker, “belajar dapat didefinisikan

sebagai proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui

latihan atau pengalaman”.21

Dalam hal ini belajar dapat diperoleh melalui latihan dan pengalaman yang diterima oleh setiap individu yang belajar.

Dari beberapa pendapat para ahli pada dasarnya mengenai pengertian belajar maka dapat disimpulkan bahwa belajar pada dasarnya merupakan proses perubahan tingkah laku karena adanya pengalaman. Artinya belajar adalah proses interaksi antara siswa dengan lingkungannya, sehingga dari interaksi itu akan menghasilkan perubahan tingkah laku yang diarahkan pada suatu tujuan tertentu.

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar

Muhibbin Syah mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar, antara lain:

1. Faktor Internal Siswa

Faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri meliputi dua aspek, yakni:

a) Aspek Fisiologis

Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran.

b) Aspek Psikologis

Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran siswa. Namun, di antara faktor-faktor rohaniah siswa yang pada umumnya dipandang lebih esensial itu adalah sebagai berikut: 1) tingkat

20

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1990), Cet. Kelima, h. 84.

21

Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), Cet. Kelima, h. 104.


(31)

kecerdasaan/intelegensi siswa; 2) sikap siswa; 3) bakat siswa; 4) minat siswa; 5) motivasi siswa.

2. Faktor Eksternal Siswa

Seperti faktor internal siswa, faktor eksternal siswa juga terdiri atas dua macam, yakni:

a. Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para staf administrasi, dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa.

b. Lingkungan Nonsosial

Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa.22

Yang dimaksud dengan faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri seseorang melalui aspek fisiologis dan aspek psikologis.Yang termasuk ke dalam aspek fisiologis yaitu kesehatan jasmani, keadaan tubuh yang sehat merupakan kondisi yang memungkinkan seseorang untuk dapat belajar secara aktif.Seorang murid yang sering sakit biasanya mengalami kesulitan tertentu dalam belajar, misalnya cepat lelah, tidak bisa berkonsentrasi, merasa malas dan sebagainya.Dengan demikian sehat dan tidaknya jasmani seorang murid dapat mempengaruhi hasil belajarnya.

Sedangkan faktor internal yang kedua adalah faktor psikologis.Setiap manusia atau anak didik pada dasarnya memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda. Perbedaan-perbedaan ini tentunya akan berpengaruh pada proses dan hasil belajarnya masing-masing. Beberapa faktor yang menyangkut psikologis dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Tingkat Kecerdasan/Intelegensi adalah kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat. Intelegensi sebenarnya bukan

22

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), Cet. 15, h. 132-138.


(32)

persoalan kualitas otak saja, melainkan juga kualitas organ-organ tubuh lainnya.

2) Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara relatif tetap terhadap objek orang, barang, dan lain sebagainya, baik secara positif maupun negatif.

3) Bakat adalah potensi atau kemampuan jika diberi kesempatan untuk dikembangkan melalui belajar, akan menjadi kecakapan yang nyata. Setiap siswa mempunyai bakat yang berbeda antara yang satu dengan yang lain.

4) Minat adalah kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.

5) Motivasi merupakan dorongan yang mendasari dan mempengaruhi setiap usaha serta kegiatan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam belajar hendaknya siswa mempunyai motivasi belajar yang kuat. Hal ini akan memperbesar kegiatan dan usahanya untuk mencapai prestasi yang tinggi. Bila motivasi tersebut makin berkurang, maka berkurang pulalah usaha dan kegiatan serta kemungkinan untuk mencapai prestasi yang tinggi.

Sedangkan faktor eksternal siswa antara lain, faktor lingkungan sosial dan lingkungan nonsosial. Faktor lingkungan sosial seperti para guru dan staf administrasi di sekolah dan teman-teman sekelas.Faktor lingkungan nonsosial seperti gedung sekolah dan letaknya, tempat tinggal siswa.alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar.

c. Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan hasil dari proses belajar. Selama ini hasil belajar merupakan cerminan dari keberhasilan proses belajar yang dilakukan. “Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua

kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil (product) menunjuk pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu


(33)

aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional”.23Dalam hal ini hasil belajar merupakan perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya.

Menurut pendapat Sudjana bahwa “hasil belajar adalah

kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima

pengalaman belajarnya”.24

Dalam hal ini, individu yang belajar akan mempunyai kemampuan setelah individu tersebut memperoleh pengalaman belajarnya.

Sedangkan Soedijarto mendefinisikan “hasil belajar sebagai

tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti proses

belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang diterapkan”.25

Menurut winkel bahwa “hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap tingkah lakunya dan aspek perubahan itu mengacu kepada taksonomi tujuan pengajaran yang dikembangkan oleh Bloom mencakup aspek kognitif, afektif, dan

psikomotorik”.26

Kognitif menurut Bloom terdiri dari 6 tingkatan, yaitu: pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.27

Dari beberapa pengertian hasil belajar menurut para pakar di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu kemampuan atau tingkat penguasaan yang dimiliki oleh siswa setelah siswa tersebut menerima pengalaman belajarnya atau setelah mengikuti proses belajar mengajar.

Dalam penelitian ini hasil belajar matematika yang akan diukur yaitu pada aspek kognitif tahap pemahaman, penerapan, dan anlisis. Pemahaman berkaitan dengan kemampuan menjelaskan.Penerapan

23

Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), Cet. I, h. 44.

24

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), Cet. 17, h. 22.

25

Purwanto, Op.cit., h. 46.

26

Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h.45. 27

Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hal. 126.


(34)

berkaitan dengan kemampuan memecahkan masalah dengan menggunakan rumus.Analisis berkaitan dengan kemampuan bernalar. Ada 5 indikator hasil belajar yang akan diukur dalam penelitian ini diantaranya:

1. Menjelaskan arti faktor, faktor prima dan faktorisasi 2. Menentukan KPK dengan menggunakan faktor prima 3. Menentukan FPB dengan menggunakan faktor prima 4. Memecahkan masalah yang berkaitan dengan KPK 5. Memecahkan masalah yang berkaitan dengan FPB.

5. Definisi Matematika

Ketika ada anak yang bertanya kepada gurunya: "apa itu matematika, dan apa gunanya mempelajari matematika?" maka kalimat itu menunjukkan bahwa ternyata masih banyak yang belum mengenal matematika.Sama halnya dengan ilmu-ilmu lainnya, matematika memiliki aspek teori dan aspek terapan. Matematika akan terus berkembang karena sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-sehari. Oleh karena itu pengenalan matematika harus dikenalkan sejak dini agar dapat dipahami sesuai dengan perkembangannya hingga dewasa nanti.

Matematika menurut Sujono mengemukakan bahwa beberapa

pengertian matematika diantaranya, “matematika diartikan sebagai cabang

ilmu pengetahuan yang eksak dan terorganisasi secara sistematik.Selain itu, matematika merupakan ilmu pengetahuan tentang penalaran yang logic dan masalah yang berhubungan dengan bilangan.bahkan mengartikan matematika sebagai ilmu bantu dalam menginterpretasikan berbagai ide

dan kesimpulan”28

Matematika juga menggunakan rumus-rumus, dalil-dalil, dan teorema-teorema, serta bahasa simbol yang memiliki arti yang padat. Terdapat perbedaan karakteristik antara matematika dengan anak usia SD,

28

Abdul Halim Fathani, Matematika Hakikat & Logika, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2009),h.19.


(35)

maka matematika akan sulit dipahami oleh anak SD jika diajarkan tanpa memperhatikan tahap perkembangannya. Ada beberapa macam fungsi matematika yaitu:29

1. Sebagai suatu struktur

Metematika sebagai suatu struktur misalnya dalam konsep matrik dimana terdapat baris dan kolom, keduanya dihubungkan satu sama lain.

2. Kumpulan sistem

Matematika sebagai kumpulan sistem mengandung arti bahwa dalam satu formula mtematika terdapat beberapa system di dalamnya.Misal pembicaraan sistem persamaan kuadrat, maka ada di dalamnya variabel-variabel, faktor-faktor, sistem linier yang menyatu dalam persamaan kuadrat

3. Sebagai sistem deduktif

Kia mengenal pengertian pangkal atau primitive pada bidang matematika.Definisi-definisi dasar ini memuat beberapa definisi, sekumpulan asumsi, banyak postulat dan aksioma serta kumpulan teorema atau dalil.

4. Ratunya ilmu dan pelayan ilmu

Matematika dapat melayani ilmu-ilmu lain karena rumus, aksioma, dan model pembuktian yang dimilikinya dapat membantu ilmu-ilmu dalam bidang sains dan sosial.Peran sebagai ratunya ketika ada peran tehadap perkembangan ilmu dan matematika itu sendiri sehingga kedepannya dapat melakukan penemuan-penemuan baru.

6.

Materi Konsep KPK dan FPB

a. Kelipatan dan Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK) 1. Bilangan Kelipatan

29

H.M. Ali Hamzah dan Muhlisrarini, Perencanaan dan Strategi Pembelajaran Matematika, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), Cet. 1, Hal. 49.


(36)

Bilangan kelipatan adalah bilangan itu sendiri dan bilangan hasil perkalian bilangan asli dengan bilangan itu sendiri. Contoh: bilangan-bilangan kelipatan 4

Langkah 1, tulis dalam bentuk perkalian 1 x 4, 2 x 4, 3 x 4, dst. Langkah 2, tulis dalam bentuk hasilnya 4, 8, 12 dst.

2. Kelipatan persekutuan dari dua bilangan satu angka

Kelipatan ini adalah bilangan kelipatan dari dua bilangan satu angka yang mempunyai kesamaan kelipatan. Contoh: tentukan bilangan kelipatan persekutuan dari bilangan 2 dan 3

Jawab:

Langkah 1, tulis bilangan kelipatan dari 2, yaitu 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20 dst.

Langkah 2, tulis bilangan kelipatan dari 3, yaitu 3, 6, 9, 12, 15, 18 dst.

Langkah 3, tulis bilangan yang sama dari kedua baris bilangan kelipatan tadi, yaitu 6, 12, dan 18

3. Kelipatan Persekutuan terKecil (KPK)

Adalah bilangan asli terkecil yang merupakan kelipatan kedua bilangan asli tersebut. Contoh: tentukan bilangan KPK dari 2 dan 3 Jawab:

Langkah 1, tulis bilangan kelipatan persekutuannya, yaitu 6, 12, 18 Langkah 2, tentukan bilangan persekutuan terkecilnya dari deret barisan persekutuan tadi yaitu 6

b. Faktor dari Suatu Bilangan

Faktor dari suatu bilangan adalah bilangan-bilangan yang terlibat dalam suatu operasi matematika (penjumlahan, perkalian, pembagian, pengurangan) yang menyebabkan suatu bilangan terbentuk.

Contoh: 4 = 1 x 4, 2 x 2

Jadi 4 mempunyai 3 faktor, yaitu 1, 2, dan 4. a. Faktor persekutuan dari dua bilangan


(37)

Adalah faktor-faktor dari dua bilangan yang mempunyai kesamaan bilangan faktor. Langkah-langkah mencari faktor persekutuan antara lain tulis faktor dari bilangan pertama, tulis faktor dari bilangan kedua, dan tulis bilangan-bilangan yang sama dari kedua deret faktor tadi sebagai faktor persekutuan. Contoh:

Faktor persekutuan dari 4 dan 6 Faktordari 4 yaitu 1, 2, dan 4 Faktor dari 6 yaitu 1, 2, 3, dan 6

Faktor persekutuannya adalah faktor-faktor yang sama dari kedua deret faktor di atas yaitu 1 dan 2

b. Faktor Persekutuan terBesar (FPB)

Langkah-langkah mencari FPB yaitu tentukan faktor persekutuannya dan tentukan bilangan terbesar dari faktor persekutuan tadi sebagai FPB. Contoh: Tentukan FPB dari 4 dan 6 Jawab: faktor persekutuan dari 4 dan 6 adalah 1 dan 2, maka FPB dari 4 dan 6 adalah faktor persekutuan yang paling besar dari faktor persekutuan 4 dan 6, yaitu 2.

7.

Hasil Penelitian yang Relevan

Terdapat beberapa hasil penelitian yang telah dikemukakan oleh beberapa peneliti yang memiliki keterkaitan tentang model pembelajaran kooperatif tipe STAD.Diantaranya yaitu, M. Coesamin, 2011 dalam

skripsinya yang berjudul “Upaya peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Mahasiswa Melalui Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada

Perkuliahan Teori Bilangan”.Berdasarkan hasil penelitian bahwa peningkatan aktivitas mahasiswa pada siklus I adalah 47,94%, siklus II adalah 58,57%, dan siklus III adalah 80,005. Begitupun pada peningkatan hasil belajar siswa dari 3,78 pada siklus I menjadi 4,73 pada siklus II (terjadi peningkatan 25,13%) dan siklus III menjadi 5,36. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif model STAD


(38)

dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar mahasiswa pada perkuliahan teori bilangan.30

Hasil penelitian lain juga diungkapkan oleh Parlan dan Dewi Ambarwati, 2012 dalam skripsinya yang berjudul “Penggunaan Model Pembelajaran STAD dan Problem Posing Secara Variatif untuk

Meningkatkan Kualitas Proses dan Hasil Belajar Kimia”. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata pada siklus I adalah 54,4 dan siklus II adalah 67,7. Hal ini menunjukkan bahwapenggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar kimia kelas XII SMA Negeri 9 Malang 31

Hasil penelitian lain juga diungkapkan oleh Nurhanurawati, 2011 dalam skripsinya yang berjudul “Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Aktivitas dan Motivasi Belajar Matematika Siswa”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata siswa aktif pada siklus I 58,06% ketuntasan belajar 51,61% dan motivasi 48,39%. Pada siklus II aktivitas siswa meningkat sebesar 9,68%, ketuntasan belajar sebesar 19,36%, dan motivasi belajar sebesar 61,29%. Pada siklus III siswa yang aktif 83,87%, motivasi belajar 90,32% dan ketuntasan belajar 83,87%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif

tipe STAD dapat meningkatkan aktivitas, motivasi, dan hasil belajar siswa kelas X-5 SMAN 7 Bandar Lampung.32

B.

Kerangka Berpikir

Ilmu matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang memegang peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan

30M. Coesamin, “Upaya peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Mahasiswa Melalui

Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Perkuliahan Teori Bilangan”, dosen

Jurusan PMIPA FKIP Universitas Lampung, 2011.

31Parlan dan Dewi Ambarwati, “Penggunaan Model Pembelajaran STAD dan Problem

Posing Secara Variatif untuk Meningkatkan Kualitas Proses dan Hasil Belajar Kimia”, Jurusan

Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang dan SMA Negeri 9 Malang, 2012.

32Nurhanurawati, “Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Aktivitas

dan Motivasi Belajar Matematika Siswa”, jurusan Pendidikan MIPA FKIP Universitas Lampung, 2011.


(39)

daya pikir manusia. Materi yang disajikan apabila tidak diawali dengan sesuatu yang konkrit maka siswa cenderung kurang memahami materi.Selain itu siswa juga perlu memahami konsep dan perlu dijelaskan bagaimana konsep itu dibentuk.

Kedudukan dan fungsi guru dalam kegiatan belajar mengajar cenderung masih dominan, aktivitas guru masih sangat besar dibandingkan dengan aktivitas siswa.Hal ini terjadi karena guru kurang cermat memilih model-model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa.Oleh karena itu diperlukan kekreatifan guru dalam menentukan model pembelajaran yang tepat.

Dengan fenomena yang terjadi diatas, maka perlu perubahan dalam sistem pembelajaran.Salah satu model pembelajaran yang dapat membantu siswa lebih aktif adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan kegiatan belajar secara berkelompok dan bekerjasama untuk mencapai keberhasilan dalam belajar secara optimal.

Adapun karakteristik dari pembelajaran kooperatif diantaranya: adanya saling ketergantungan positif dimana siswa akan saling membantu satu sama lain dalam menyelesaikan tugas. Dalam kelompok siswa akan saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog dan memungkinkan para siswa saling menjadi sumber belajar. Walaupun pembelajaran bersifat kooepratif namun dalam penilaian tetap dilakukan secara individual, kemampuan setiap siswa akan dilihat oleh guru dan sesama temannya atau kelompoknya agar diketahui siapa anggota kelompok yang memerlukan bantuan. Selain itu pembelajaran kooperatif juga akan menumbuhkan keterampilan menjalin hubungan antar pribadi yaitu sikap sopan terhadap teman, tenggang rasa, mandiri, tidak mendominasi orang lain dan sebagainya. Dari beberapa karakteristik tersebut diatas diharapkan dapat membantu dalam meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

Pembelajaran kooperatif mempunyai banyak tipe, salah satu diantaranya adalah pembelajaran kooperatif tipe STAD. Tipe ini


(40)

mengedepankan kerjasama kelompok dan siswa menjadi pusat kegiatan belajar, sehingga ketika terdapat anggota kelompok yang mengalami kesulitan dapat dengan mudah mengkomunikasikannya dengan anggota kelompok lain.Selain itu dapat dimungkinkan dengan diterapkannya metode STAD ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

C.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan dugaan sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Hipotesis akan diuji didalam penelitian dengan pengertian bahwa uji statistik selanjutnya yang akan membenarkan atau menolaknya. Berdasarkan kajian teori, kerangka berpikir, dan penelitian yang relevan maka hipotesis penelitian dapat dirumuskan bahwa hasil belajar matematika siswa dengan menggunakan metode STAD lebih tinggi daripada hasil belajar matematika siswa dengan menggunakan metode konvensional.


(41)

30

A.

Waktu dan Tempat Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SDN Perum Suradita Tahun Ajaran 2013/2014.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan berlangsung mulai bulan Juli sampai November 2013.

B.

Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode quasi eksperimen.Dalam metode quasi eksperimen ini dalam metode penelitian ini terdapat kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.Kelompok eksperimen diberi perlakuan khusus yaitu dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, sedangkan kelompok kontrol dengan menggunakan metode konvensional.

Desain penelitian yang digunakan adalah Two group Rendomized subject posttest only dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelompok Perlakuan Posttest

Eksperimen STAD T

Kontrol Konvensional T

Langkah-langkahnya: a. Menentukan sampel

b. Menggolongkan sampel menjadi 2 kelompok yaitu kelompok eksperimen yang menggunakan perlakukan STAD dan kelompok kontrol yang menggunakan perlakukan konvensional


(42)

c. Melakukan tindakan perlakuan STAD untuk kelas eksperimen dan perlakuan konvensional untuk kelas kontrol

d. Memberikan posttest (T) kepada kedua kelompok e. Menghitung hasil posttest dari kedua kelompok

f. Menerapkan tes statistic yang sesuai untuk menentukan apakah perbandingan ini signifikan untuk menolak hipotesis nol.

C.

Variabel Penelitian

Variabel dapat diartikan sebagai pengelompokan yang logis dari dua atribut atau lebih.“Variabel penelitian merupakan gejala yang menjadi obyek penelitian”. 1 Dalam sebuah penelitian variable dibedakan menjadi dua macam, yaitu variable independen (bebas) dan variable dependen (terikat).2

Penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu, variabel bebas (X) adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan variabel terikat (Y) adalah hasil belajar matematika siswa.

D.

Populasi dan Sampel

“Populasi adalah himpunan keseluruhan karakteristik dari objek yang diteliti”.3 Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh siswa SDN Perum Suradita Cisauk, sedangkan yang menjadi populasi terjangkaunya adalah siswa kelas V.

“Sampel adalah sebagai bagian dari populasi, sebagai contoh yang diambil dengan menggunakan cara-cara tertentu”. 4 Penelitian ini menggunakan teknik cluster randomsampling. Dalam penelitian ini yang

1

Yatim Riyanto, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Surabaya: SIC, 2010), Cet. Ketiga, h. 11.

2

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2010) cet.9, hal.61.

3

Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), h. 154.

4

S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), Cet. 8, h. 121.


(43)

akan menjadi sampel yaitu kelas VA dan VB. Pemilihan kelas eksperimen yaitu kelas VA dan kelas VB sebagai kelas kontrol.

E.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara memperoleh data atau disebut juga dengan metode pengumpulan data. Pada penelitian ini menggunakan instrument test dalam bentuk posttest.Posttest biasanya dilakukan setelah suatu proses belajar-mengajar itu selesai.“Posttest ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang telah diberikan pada suatu periode waktu tertentu”.5

F.

Instrumen Penelitian

Instrumen sebagai alat pengumpul data harus betul-betul dirancang dan dibuat sedemikian rupa sehingga menghasilkan data empiris sebagaimana adanya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan instrumen tes yaitu berupa posttest dengan tes yang samakepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.Instrumen tes dalam penelitian ini menggunakan tes pilihan ganda dengan soal sebanyak 27.

5


(44)

Tabel 3.2

KISI-KISI INSTRUMEN TES PILIHAN GANDA Standar

Kompetensi

Kompetensi Dasar

Indikator Nomor

Soal

Jenjang Jumlah

Melakukan operasi hitung bilangan bulat dalam pemecahan masalah.

Menggunakan faktor prima untuk

menentukan KPK dan FPB

1. Menjelaskan arti faktor, faktor prima, dan faktorisasi

2. Menentukan KPK dengan

menggunakan faktor prima

3. Menentukan FPB dengan

menggunakan faktor prima

4. Memecahkan

masalah yang berkaitan dengan KPK

5. Memecahkan

masalah yang berkaitan dengan FPB

1 sampai 10

11, 12, dan 13

14 dan 15

16, 17, dan 18

19 dan 20

21, 22, 24, dan 27

23, 25, dan 26 C2 C2 C3 C2 C3 C4 C4 10 3 2 3 2 4 3


(45)

G.

Uji Coba Instrumen

Uji coba instrumen ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kualitas instrumen penelitian yang akan digunakan dengan menghitung validitas, reliabilitas, taraf kesukaran dan daya pembeda.

1. Validitas Instrumen

Validitas digunakan untuk menguji kesahihan atau ketepatan setiap butir soal.“Tes disebut valid apabila tes tersebut benar-benar dapat mengungkap aspek yang diselidiki secara tepat, dengan kata lain harus memiliki tingkat ketepatan yang tinggi dalam mengungkap aspek-aspek yang hendak diukur”.6 Untuk menguji validitas item (validitas soal) yang telah diajukan dalam tes, dimana skor hasil tes untuk tiap butir soal dikorelasikan dengan skor hasil tes secara totalitas digunakan rumus Poin Biserial:7

= angka indeks korelasi poin biserial

= mean (nilai rata-rata hitung) skor yang dicapai oleh peserta tes (testee) yang menjawab betul, yang sedang dicari korelasinya dengan tes secara keseluruhan. = mean skor total, yang berhasil dicapai oleh seluruh

peserta tes (testee)

= deviasi standar total (deviasi standar dari skor total) = proporsi peserta tes (testee) yang menjawab betul

terhadap butir soal yang sedang dicari korelasinya dengan tes secara keseluruhan

Setelah dilakukan uji validitas dari 27 soal yang diujicobakan diperoleh 20 butir soal yang valid dan 7 butir soal yang tidak

6

S. Margono, Op.cit., h. 171

7


(46)

valid.Butir soal yang valid adalah nomor 1, 2, 3, 5, 6, 8, 9, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 20, 21, 22, 23, 25, dan nomor 27.Butir soal yang valid tersebut dipergunakan dalam penelitian ini sebagai instrumen posttest

pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.Sedangkan butir soal yang tidak valid tidak dipergunakan dalam penelitian.8

2. Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas merupakan ukuran sejauh mana alat ukur tersebut memberikan gambaran yang benar-benar dapat dipercaya tentang kemampuan seseorang.Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap.9Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama.10Reliabilitas dalam penelitian menggunakan rumus K-R. 20 sebagai berikut:11

Dimana:

= koefisien reliabilitas yang sudah disesuaikan

p = proporsi subjek yang menjawab item dengan benar q = proporsi subjek yang menjawab item dengan salah

(q = 1−p)

∑pq = jumlah hasil perkalian antara p dan q n = banyaknya item

S = standar deviasi dari tes (standar deviasi adalah akar varians)

8

Lampiran 7

9

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), Cet. 6, h. 86.

10

Sugiyono, Op.cit., h. 173.

11


(47)

Berdasarkan hasil pengujian validitas diperoleh 20 butir soal yang valid, butir soal yang valid ini kemudian diuji reliabilitasnya. Dari hasil pengujian reliabilitas diperoleh nilai = 0,80. Maka dari 20 soal yang valid memiliki reliabilitas yang sangat tinggi.12

3. Taraf Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar.Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya sesuatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index). Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai dengan 1,0. Untuk mencari taraf kesukaran digunakan rumus:13

Dimana:

P = indeks kesukaran

B = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul JS = jumlah seluruh siswa peserta tes

Penentuan kriteria derajat kesukaran didasarkan pada ketentuan berikut ini.

Tabel 3.3

Kategori Derajat Kesukaran Rentang Nilai Derajat

Kesukaran Kategori

0,00 ≤ DB < 0,30 Sukar

0,30 ≤ DB < 0,70 Sedang

0,70 ≤ DB ≤ 1,00 Mudah

12

Lampiran 8

13


(48)

Berdasarkan hasil perhitungan tingkat kesukaran, diperoleh 2 butir soal termasuk dalam kriteria mudah (nomor 8 dan 15), 22 butir soal termasuk dalam kriteria sedang (nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 11, 12, 13, 14, 16, 17, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, dan 27), dan 3 butir soal termasuk dalam kriteria sukar (nomor 10, 18, dan 19).14

4. Daya Pembeda

Ciri lain dari butir soal yang baik ialah bahwa butir soal itu dapat membedakan antara siswa yang pandai dan yang kurang pandai dalam kaitannya dengan butir-butir soal lainnya yang terdapat pada tes yang bersangkutan, atau dengan tolok ukur lainnya. Hal ini dikenal dengan daya pembeda. 15 Rumus untuk menentukan indeks diskriminasi adalah:16

D =

Dimana:

J = jumlah peserta tes

JA = banyaknya peserta kelompok atas JB = banyaknya peserta kelompok bawah

BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar

BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal

itu dengan benar

PA = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar

PB = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

14

Lampiran 9

15

Mudjijo, Op.cit., h. 63.

16


(49)

Penentuan kriteria daya beda soal didasarkan pada ketentuan berikut ini.

Tabel 3.4 Kategori Daya Beda

Rentang Nilai Daya Beda Kategori

< 0,00 Drop

0,00 ≤ DB < 0,20 Jelek

0,20 ≤ DB < 0,40 Cukup

0,40 ≤ DB < 0,70 Baik

0,70 ≤ DB ≤ 1,00 Baik Sekali

Berdasarkan hasil perhitungan daya pembeda, diperoleh 13 butir soal termasuk dalam kriteria baik (nomor 1, 5, 6, 8, 9, 11, 14, 16, 17, 20, 22, 25, dan 27 ), 7 butir soal termasuk dalam kriteria cukup (nomor 2, 3, 4, 15, 18, 19, dan 23), 5 butir soal termasuk dalam kriteria jelek (nomor 10, 12, 13, 21, dan 24), dan 2 butir soal termasuk dalam kriteria drop (nomor 7 dan 26).17

H.

Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini menggunakan uji statistik, uji statistik yang digunakan adalah uji-t untuk menguji hipotesis.Namun sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan uji-t, maka perlu dilakukan uji prasyarat analisis terlebih dahulu.Uji prasyarat yang perlu dilakukan adalah uji normalitas dan uji homogenitas untuk memeriksa keabsahan sampel sebagai prasyarat dapat dilakukan analisis data.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas diperlukan untuk menguji apakah sebaran data berdistribusi normal atau tidak.Pengujian normalitas dilakukan dengan

17


(50)

menggunakan rumus Chi-Kuadrat.18Peneliti menggunakan rumus Chi-Kuadrat untuk pengujian normalitas dengan alasan jumlah sampel lebih dari 30 dan data sampel berbentuk nominal.

Keterangan:

= nilai statistik Chi-Kuadrat = nilai observasi ke-i

=nilai frekuensi ekspetasi yang diharapkan ke-i

Dengan kriteria pengujiannya yaitu:

a) Jika > maka Ha diterima, data sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal

b) Jika maka H0 diterima, data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk menguji kesamaan varians dari skor pada kedua kelompok populasi.Untuk pengujian homogenitas digunakan rumus statistik uji Fisher.19

Dengan,

Keterangan:

= varians terbesar dari kedua populasi = varians terkecil dari kedua populasi

18

Sugiyono, Op.cit., h. 241.

19


(51)

Kriteria pengujiannya adalah:

a) Jika Fhitung>Ftabelmaka Ha diterima, varians kedua kelompok tidak homogen

b) Jika FhitungFtabelmaka H0 diterima, varians kedua kelompok homogen.

3. Pengujian Hipotesis

Setelah dilakukan pengujian populasi data yang menggunakan uji normalitas dan uji homogenitas, maka selanjutnya melakukan uji

hipotesis dengan menggunakan uji “t”. Rumus uji t yang digunakan

adalah:

a) Untuk sampel yang homogen:20 thitung ̅ ̅

√√

Keterangan:

̅ = nilai rata-rata hitung data kelompok eksperimen

̅ = nilai rata-rata hitung data kelompok kontrol = jumlah siswa kelompok eksperimen

= jumlah siswa kelompok kontrol = varians kelompok eksperimen = varians kelompok kontrol

Setelah harga thitung didapat, maka peneliti menguji kebenaran kedua hipotesis tersebut dengan membandingkan besarnya thitung dengan ttabel, dengan terlebih dahulu menetapkan derajat kebebasan dengan rumus: dk = n1 + n2 – 2.

Dengan diperolehnya dk, maka dapat dicari harga ttabel pada taraf signifikansi 5%. Dengan kriteria pengujiannya sebagai berikut: Jika thitung<ttabel maka H0 diterima.

20


(52)

Jika thitung≥ ttabel maka H0 ditolak.

b) Untuk sampel yang tak homogen (heterogen):21 (1) Mencari nilai thitung dengan rumus:

̅ ̅

(2) Menentukan derajat kebebasan dengan rumus:

2

+

(3) Mencari ttabel dengan taraf signifikansi (α) 5% (4) Kriteria pengujian hipotesis:

Jika thitung≥ ttabel maka H0 ditolak dan Ha diterima Jika thitung<ttabel maka H0 diterima dan Ha ditolak.

I.

Hipotesis Statistik

Berdasarkan uji prasyarat analisis di atas, maka kriteria pengujian hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: H0 : µa≤µb

Ha : µa>µb Keterangan:

H0 : Tidak terdapat perbedaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan metode konvensional terhadap hasil belajar siswa

pada mata pelajaran matematika.

Ha : Terdapat perbedaan model pembelajaran kooperatif teknik

STAD dengan metode konvensional terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika.

µa : Nilai rata-rata hasil belajar matematika yang telah diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

21


(53)

µb : Nilai rata-rata hasil belajar matematika yang diajarkan dengan metode pembelajaran konvensional


(54)

43

A.

Deskripsi Data

1. Praktik Pembelajaran

a. Praktik Pembelajaran Tipe STAD (Kelas Eksperimen)

Dalam penerapan pembelajaran tipe STAD siswa terlibat langsung dalam mempelajari dan memahami suatu materi secara bersama-sama melalui penyelesaian tugas secara berkelompok. Pelaksanaan pembelajaran STAD diawali dengan para siswa dibagi menjadi beberpa kelompok, masing-masing terdiri atas 4 atau 5 anggota kelompok. Tiap kelompok mempunyai anggota yang berbeda kemampuannya dan jenisnya atau heterogen. Tiap anggota kelompok menggunakan lembar kerja, kemudian saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi antar sesama anggota kelompok. Secara individual dan kelompok, tiap minggu dilakukan evaluasi berupa pemberian kuis oleh guru untuk mengetahui penguasaan mereka terhadap materi yang telah dipelajari. Tiap siswa dan tiap kelompok akan diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar. Penerapan model pembelajaran STAD ini dilakukan sebanyak tiga kali pertemuan.

Pada tahap pertama penerapan pembelajaran tipe STAD ini adalah pengenalan pada materi faktor, faktor prima, dan faktorisasi di kelas V-A. Tahap kedua, siswa dibentuk kelompok secara heterogen kemudian guru membagikan tugas berupa lembar kerja kelompok untuk didiskusikan. Tahap ketiga, salah satu kelompok yang ditunjuk oleh guru mempersentasikan hasil diskusinya. .Tahap keempat, siswa kembali duduk ke posisi semula kemudian guru membagikan soal kuis yang harus dijawab secara individu. Terakhir guru memberikan penilaian terhadap hasil pekerjaan siswa baik secara kelompok dan individu.


(55)

Pada pertemuan kedua pelaksanaan pembelajaran STAD masih sama. Pada pertemuan ini siswa mempelajari materi tentang konsep FPB dan KPK. Pada pertemuan ketiga, siswa mempelajari materi pemecahan masalah yang berkaitan dengan FPB dan KPK. Setelah dilaksanakannya penerapan pembelajaran STAD selama tiga kali pertemuan maka pertemuan selanjutnya peneliti memberikan posttest untuk mengukur sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi KPK dan FPB.

b. Praktik Pembelajaran Konvensional (Kelas Kontrol)

Dalam penerapan pembelajaran konvensional siswa belajar secara individu. Adapun pelaksanaannya diawali dengan guru menerangkan materi tentang konsep FPB dan KPK kemudian memberi contoh soal serta cara penyelesaiannya. Setelah siswa memperhatikan penjelasan yang diberikan guru, siswa diberi tugas untuk dikerjakan secara individu. Tujuannya untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa mengenai materi tersebut. Selanjutnya tugas siswa diperiksa oleh guru. Penerapan pembelajaran ini dilakukan sebanyak tiga kali pertemuan.

Pada tahap pertama adalah guru menyampaikan materi tentang faktor, faktor prima, dan faktorisasi dengan memberi contoh soal serta cara penyelesaiannya di kelas V-A. Tahap kedua, guru memberi beberapa latihan soal untuk dikerjakan siswa mengenai materi yang telah disampaikan oleh guru. Tahap ketiga, guru bersama siswa membahas soal latihan yang telah dikerjakan siswa secara individu. Pada pertemuan kedua dan ketiga pelaksanaan pembelajaran masih sama dengan pertemuan pertama. Pada pertemuan keempat, peneliti memberikan posttest untuk mengukur sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi KPK dan FPB.

2. Data Hasil Belajar Matematika Siswa

a. Data Hasil Posttest Siswa Kelas Eksperimen

Dari perolehan hasil posttest siswa yang telah dilaksanakan pada pertemuan keempat pada kelas eksperimen yang berjumlah 34 siswa, nilai


(1)

LAMPIRAN 15

PERHITUNGAN UJI HOMOGENITAS HASIL POSTTEST

Statistik Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Varians 79,35 78,42

f. hitung 1,01

f. tabel 1,74

Kesimpulannya adalah kedua kelompok memiliki varians yang sama (homogen).

Perhitungan uji homogenitas yang dilakukan adalah uji homogenitas dua varians atau uji Fisher. Rumus yang digunakan:

Keterangan:

F = Homogenitas

= Varians terbesar = Varians terkecil

Langkah-langkah perhitungannya:

1. Merumuskan hipotesis:

Ho : Data memiliki varians homogen

Ha : Data tidak memiliki varians homogen

2. Dengan kriteria pengujiannya adalah:

Terima H0 jika Fhitung ≤ Ftabel

Terima H0 jika Fhitung ≥ Ftabel

3. Mencari derajat kebebasan pembilang dan penyebut, diperoleh:

Dk pembilang = n – 1 = 34 – 1 = 33 Dk penyebut = n – 1 = 34 – 1 = 33


(2)

4. Menentukan Fhitung:

Berdasarkan perhitungan diperoleh = 79,35 dan = 78,42

5. Menentukan Ftabel

Dari daftar distribusi F diperoleh Ftabel = pada taraf signifikan α = 0,05

untuk dk pembilang 33 dan dk penyebut 33. Karena Fhitung≤ Ftabel (1,01 ≤

1,74), itu artinya H0 diterima, maka dapat disimpulkan bahwa kedua data


(3)

LAMPIRAN 16

PERHITUNGAN UJI HIPOTESIS STATISTIK POSTTEST

Statistik KelasEksperimen KelasKontrol

Rata-rata 66,03 60,85

Varians 79,34 78,42

S 8,88

T hitung 2,41

T tabel 1,66

Kesimpulan tolak H0 terima Ha

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan Uji-t, berikut langkah-langkah perhitungannya:

1. Hipotesis Penelitian

H0 : µa < µb

Ha : µa ≥ µb

Keterangan:

µa = Nilai rata-rata siswa pada kelas eksperimen

µb = Nilai rata-rata siswa pada kelas kontrol

2. Berdasarkan perhitungan posttest

Variabel N Mean

̅

Simpangan Baku

(s) Varians

Kelas Eksperimen 34 66.03 8,91 79,34

Kelas Kontrol 34 60,85 8,86 78,42

3. Menentukan hargathitung

Karena kedua sampel homogen, maka pengujian hipotesis menggunakan rumus:


(4)

̅ ̅

Berdasarkan perhitungan pada tabel di atas diperoleh:

= 34 ̅ = 66,03 = 79,34

= 34 ̅ = 60,85 = 78,42

Maka dari data di atas didapat thitung: ̅ ̅


(5)

4. Menentukan hargattabel

Pengujian yang digunakan adalah pengujian satu arah dengan α = 0,05 dan

dengan derajat kebebasan . Dari tabel distribusi t

diperoleh nilai t(0,05 ; 66) sebesar 1,66. Sebelumnya telah diperoleh thitung=

dan ttabel = 1,66, sehingga thitung≥ ttabel (2,41 ≥ 1,66).

5. Kesimpulan

Dari hasil perhitungan dengan statistic Uji-t di atas, maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak pada taraf 5%. Dengan demikian ini bias

menguji kebenaran yaitu: rata-rata hasil belajar matematika yang dalam pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe student team achievement devisions lebih tinggi dari pada yang menggunakan model pembelajaran konvensional.


(6)

Dokumen yang terkait

Perbedaan hasil belajar biologi siswa antara pembelajaran kooperatif tipe stad dengan metode ekspositori pada konsep ekosistem terintegrasi nilai: penelitian quasi eksperimen di SMA at-Taqwa Tangerang

0 10 192

Peningkatan Hasil Belajar Biologi Siswa dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Konsep Jaringan Tumbuhan (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas XI IPA MA Jamiyyah Islamiyah Pondok Aren Tangerang Tahun Ajaran 2012-2013)

1 6 287

Perbedaan hasil belajar biologi antara siswa yang diajarkan melalui pendekatan kooperatif teknik: student team achievement divisions (STAD) dan teknik Group Investigation (GI)

0 36 221

Penerapan model pembelajaran kooperatif dengan teknik Student Teams Achievement Division (STAD) untuk meningkatkan hasil belajar fiqih di MTs Nurul Hikmah Jakarta

0 9 145

Penerapan model pembelajaran kooperatif student teams achievement division dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih: penelitian tindakan kelas VIII-3 di MTs Jami'yyatul Khair Ciputat Timur

0 5 176

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe (Student Team Achievement Divisions) STAD Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa SD

1 6 165

Upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Stad (Student Teams Achievement Division) pada pembelajaran IPS kelas IV MI Miftahul Khair Tangerang

0 13 0

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) dalam meningkatkan hasil belajar akidah akhlak: penelitian tindakan kelas di MA Nihayatul Amal Karawang

0 10 156

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Student Teams Achievement Division dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Fiqih (Penelitian Tindakan Kelas VIII-3 di Mts. Jam'yyatul Khair Ciputat Timur)

0 5 176

Peningkatan hasil belajar PKN siswa kelas IV MI Attaqwa Bekasi Utara melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions)

0 5 152