Latar Belakang Pengembangan pemahaman siswa pada materi hukum hukum gas ideal dengan menggunakan simulasi PhET (sebuah studi kasus)

yang digunakan siswa dalam kelompok dengan bimbingan guru sebagai fasilitator kelompok tersebut. Berdasarkan berbagai latar belakang masalah di atas maka peneliti melakukan penelitian tentang “PENGEMBANGAN PEMAHAMAN SISWA PADA MATERI HUKUM-HUKUM GAS IDEAL DENGAN MENGGUNA KAN SIMULASI PhET SEBUAH STUDI KASUS”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana tingkat pemahaman awal siswa pada materi hukum-hukum gas ideal? 2. Bagaimana perkembangan pemahaman siswa pada materi hukum- hukum gas ideal setelah belajar dengan menggunakan simulasi PhET?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dalam penelitian ini adalah: 1. Mengetahui tingkat pemahaman awal siswa pada materi hukum- hukum gas ideal. 2. Mengembangkan pemahaman siswa pada materi hukum-hukum gas ideal dengan menggunakan simulasi PhET.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan oleh peneliti dari pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi guru Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat membantu guru untuk menambah referensi media pembelajaran yang memanfaatkan perkembangan TI dan menambah desain pembelajaran yang efektif. 2. Bagi Peneliti Dapat menambah pengalaman dan pengetahuan agar lebih siap dan matang untuk menjadi seorang guru yang kreatif dan inovatif. 3. Bagi siswa Dapat menambah pengetahuan baru mengenai media belajar fisika yang berbasis TI yang dapat digunakan sendiri. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7 BAB II LANDASAN TEORI

A. Filsafat Konstruktivisme

Filsafat konstruktivisme adalah filsafat yang mempelajari hakikat pengetahuan dan bagaimana pengetahuan itu terjadi. Menurut filsafat konstruktivisme, pengetahuan itu adalah bentukan konstruksi individu yang sedang mempelajarinya Bettencourt dalam Suparno, 2013: 14. Dalam hal ini yang dimaksud menekuni pengetahuan itu sendiri adalah siswa, dimana dalam membentuk pengetahuannya siswa harus mengkonstruksikan dengan benar apa yang mereka pelajari dan pahami dalam pikiran mereka sehingga dalam penerapannya dapat terealisasikan dengan baik. Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat dipindahkan begitu saja dari guru ke siswa Suparno, 2013: 15. Pengetahuan yang dimiliki oleh seorang guru fisika tidak bisa begitu saja berpindah ke siswa, guru hanya dapat menawarkan melalui proses pembelajaran untuk berusaha menjelaskan dan menerangkan pengetahuan yang dimilikinya tetapi siswa juga harus secara aktif menerima dan mengkonstruksikan hal tersebut sehingga dapat menangkap dan mengerti apa yang dijelaskan oleh guru.

B. Konstruktivisme Sosial

Konstruktivisme sosial berpandangan bahwa pengetahuan itu merupakan hasil penemuan sosial dan sekaligus juga merupakan faktor dalam perubahan sosial. Kenyataan dibentuk secara sosial dan ditentukan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI secara sosial Berger dan Luckmann dalam Suparno, 1997: 47. Konstruktivisme sosial menekankan bahwa pengetahuan ilmiah merupakan konstruksi sosial, bukan konstruksi individual. Kelompok ini menekankan lingkungan, masyarakat dan dinamika pembentukan ilmu pengetahuan Matthews dalam Suparno, 1997: 48. Dalam kaitannya dengan belajar bahwa siswa membutuhkan teman atau orang lain dalam proses memperoleh pengetahuan dan meningkatkan pemahamannya. Belajar dalam kelompok merupakan salah satu penerapan belajar yang melibatkan teman atau orang lain. Dalam kelompok belajar siswa harus mengungkapkan bagaimana ia melihat persoalan dan apa yang akan dibuatnya dengan persoalan itu Von Grasersfeld dalam Suparno, 1997: 63. Kelompok belajar akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif membuat abstraksi. Siswa dapat berdinamika dalam kelompok menjelaskan kepada teman-temannya untuk membantu memperoleh pengetahuan dengan lebih dalam dan lebih luas. Belajar dalam kelompok juga membutuhkan bimbingan dan arahan dari guru. bimbingan dan arahan tersebut dapat berupa pertanyaan yang membantu siswa untuk berpikir menyelesaikan suatu masalah atau suatu persoalan. Hal tersebut sangat membantu dan merangsang siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka.

C. Pemahaman Konsep Fisika

Menurut Suparno 2005: 94-95 proses pembelajaran Fisika yang benar haruslah mengembangkan perubahan konsep. Baik perubahan dalam bentuk perluasan konsep, maupun mengubah konsep yang salah menjadi benar, sehingga dapat menerapkan konsep tersebut untuk pemecahan masalah. Menurut Slameto 2010 pemahaman dapat didefinisikan sebagai proses berpikir dan belajar. Oleh karena itu pemahaman tentang konsep merupakan hal yang paling mendasar dalam proses berpikir seseorang dan pemahaman itu sendiri berupa proses berpikir dan belajar yang seharusnya terus menerus dilakukan, karena untuk mencapai hingga tahap pemahaman tidak terlepas dari proses dimana siswa harus berpikir tentang suatu konsep dan selanjutnya belajar bagaimana konsep tersebut dapat diterapkannya dalam belajar untuk memecahkan suatu masalah. Menurut Berg 1991: 11 kriteria seseorang yang dapat dikatakan memahami konsep yaitu: a. Dapat mendefinisikan konsep yang bersangkutan dengan kata-kata sendiri. b. Dapat menjelaskan perbedaan antara konsep yang bersangkutan dengan konsep-konsep lain. c. Dapat menjelaskan hubungan konsep yang satu dengan konsep yang lain. d. Dapat menjelaskan arti konsep dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu jika seorang siswa tidak dapat memenuhi semua kriteria di atas maka belum dapat dikatakan bahwa siswa tersebut telah benar-benar memahami konsep. Begitu halnya dalam fisika, Jika seorang siswa hanya menghapal definisi sebuah konsep fisika saja tetapi tidak dapat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI