BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Menurut Departemen Pendidikan Nasional 2003 matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang
dipelajari. Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran
sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten. Namun demikian, pembelajaran dan pemahaman konsep dapat
diawali secara induktif melalui pengalaman persitiwa nyata atau intuisi. Sumardoyo 2004 mendeskripsikan matematika dengan berbeda-beda
tergantung sudut pandang yang dipakai, yakni salah satunya adalah matematika sebagai struktur yang terorganisir. Hal ini diartikan matematika sebagai sebuah
struktur matematika terdiri dari beberapa komponen yang antara lain meliputi aksioma atau postulat, dalil atau teorema termasuk di dalamnya lemma dan sifat.
Berdasarkan Departemen Pendidikan Nasional Depdiknas, 2003 dalam pembelajaran matematika dari Sekolah Dasar SD sampai Sekolah Menengah
Atas SMA diharapkan tercapainya siswa yang mampu menggunakan penalaran pada pola, sifat atau melakukan manipulasi matematika dalam membuat
generalisasi, menyusun bukti, menyatakan gagasan atau pernyataan matematika. National Council of Teacher Mathematics 2000 menetapkan bahwa
1
terdapat 5 keterampilan proses yang perlu dimiliki siswa melalui pembelajaran matematika yang tercakup dalam standar proses, yaitu: 1 pemecahan
masalah problem solving; 2 Penalaran dan pembuktian reasoning and proof; 3 Komunikasi communication; 4 Koneksi connection; dan 5
Representasi representation. Keterampilan-keterampilan tersebut termasuk pada berpikir matematika tingkat tinggi high order mathematical thinking yang
harus dikembangkan dalam proses pembelajaran matematika. Setiap aspek dalam berpikir matematik tingkat tinggi mempunyai ruang lingkup yang sangat luas,
sehingga agar tidak terlalu melebar, dalam penelitian ini yang akan diukur hanya representasi matematis siswa.
Kemampuan representasi seseorang selain menunjukkan tingkat pemahaman, juga terkait erat dengan kemampuan pemecahan masalah dalam
penyelesaian tugas matematika. Suatu masalah yang dianggap rumit dan kompleks bisa menjadi lebih sederhana jika strategi dan pemanfaatan representasi
matematis yang digunakan sesuai dengan permasalahan tersebut. Sebaliknya, permasalahan menjadi sulit dipecahkan jika penggunaan representasinya
keliru. Penggunaan model matematika yang sesuai sebagai suatu bentuk representasi akan membantu pemahaman konsep untuk mengemukakan ide
atau gagasan matematika siswa. Berdasarkan nilai Ujian Akhir Semester UAS Semester ganjil tahun
ajaran 2012 2013, rerata hasil belajar kelas X SMA Islam Sudirman 52,88 siswa masih kurang dari Kriteria Ketuntasan Maksimal 70 atau sebanyak 127 dari 153
siswa kelas X belum mencapai KKM. Berdasarkan hasil observasi, kemampuan
representasi matematis siswa kelas X SMA Islam Sudirman masih belum begitu maksimal. Apabila ditinjau dari bentuk-bentuk operasional representasi matematis
yang meliputi representasi visual, representasi persamaan atau ekspresi matematis, representasi kata-kata atau teks tertulis, representasi visual siswa masih kurang
mampu melukiskan atau mampu memahami gambar yang tepat dalam menyelesaikan suatu permasalahan, dari aspek representasi persamaan atau
ekspresi matematis siswa masih ragu akan persamaan yang dikerjakan, sedangkan dari aspek representasi kata-kata atau teks tertulis siswa masih kurang mampu
mengerjakan penyelesaian soal secara runtut dan tepat. Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan representasi matematis
adalah dengan penguatan penilaian diri siswa atau self-efficacy. Self-efficacy itu sendiri berkaitan dengan penilaian seeseorang akan kemampuan dirinya dalam
menyelesaikan suatu tugas tertentu. Peningkatan penilaian diri akan semakin mudah dikembangkan apabila terdapat interaksi antara siswa yang satu dengan
yang lain atau dalam artian ada komunikasi antar siswa. Hal ini sesuai menurut Slavin 1994 yang menyatakan bahwa agar siswa dapat menemukan konsep-
konsep sendiri dalam Kegiatan Belajar Mengajar KBM, siswa dilibatkan lebih banyak aktif untuk memecahkan masalah.
Berdasarkan hal tersebut, salah satu model pembelajaran yang tetap dalam mengatasi permasalahan tersebut adalah model pembelajaran Model Eliciting
Activities MEAs. Model pembelajaran MEAs merupakan salah satu bentuk representasi eksternal yang dapat dilakukan oleh siswa. Bekerja dalam kelompok
juga dapat memberikan kesempatan luas kepada siswa untuk mengkomunikasikan
ide atau gagasan matematika ke dalam representasi sehingga penguasaan konsep siswa menjadi lebih baik. Dalam pembelajaran MEAs, kegiatan siswa bekerja
dalam kelompok memungkinkan terjadinya interaksi edukatif yang lebih tinggi antar siswa dan antara siswa dengan guru. Pembelajaran matematika dengan
MEAs merupakan pembelajaran yang didasarkan pada situasi kehidupan nyata siswa, bekerja dalam kelompok kecil, dan menyajikan sebuah model matematis
sebagai solusi. Selain memperhatikan aspek pengetahuan siswa, dalam permasalahan
global saat ini, aspek karakter siswa juga perlu diperhatikan. Sebagai contoh bukti akan pentingnya pendidikan karakter adalah semakin merosotnya nilai-nilai
karakter yang dimiliki oleh siswa saat ini. Sebagai contoh semakin meningkatnya kasus tawuran antar siswa, data Komnas Perlindungan Anak menyebutkan,
jumlah tawuran pelajar pada 2011 sebanyak 339 kasus dan memakan korban jiwa 82 orang, padahal tahun 2010, jumlah tawuran antar-pelajar sebanyak 128 kasus.
Bahkan hingga September 2012, terjadi 86 kali tawuran antar-pelajar, dengan 26 korban meninggal dunia Kompas, 2011.
Merosotnya pendidikan karakter misalnya merosotnya karakter semangat kebangsaan dan cinta tanah air adalah meningkatnya penggunaan obat-obatan
terlarang seperti narkoba. Berdasarkan data Badan narkotika Nasional BNN, 2012 semenjak tahun 2007 hingga tahun 2011 pengguna narkoba semakin
meningkat, yakni dari 22.630 pada tahun 2007 pengguna meningkat tajam menjadi 29.796 pada tahun 2013 dengan kalangan pelajar pada urutan ketiga.
Dari uraian yang telah disajikan pendidikan karakter sangatlah diperlukan. Tidak hanya pendidikan karakter cinta tanah air maupun semangat kebangsaan
melainkan pendidikan karakter yang lain, misal religius, jujur, toleransi, dan pendidikan karakter lainnya. pendidikan karakter bukan suatu mata pelajaran
tersendiri, tetapi pendidikan karakter bangsa diintegrasikan dalam semua mata pelajaran, termasuk mata pelajaran matematika.
Berdasarkan uraian di atas, maka keperluan untuk melakukan studi yang berfokus kepada pembentukan self-efficacy dan representasi matematis siswa,
yakni pembelajaran matematika dengan menggunakan model MEAs dipandang
peneliti sangat penting. Penelitian ini dirancang untuk melihat “Keefektifan Pembelajaran MEAs dengan Mengintegrasikan Nilai Karakter Bangsa
NKB terhadap Kemampuan Representasi Matematis dan Self-Efficacy
pada Siswa Kelas X”.
1.2 Identifikasi Masalah