6. Mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program pembelajaran
7. Mampu melaksanakan evaluasi hasil belajar peserta didik
8. Mampu menumbuhkan kepribadian peserta didik
16
Profesionalisme guru kiranya merupakan kunci pokok kelancaran dan kesuksesan proses pembelajaran di sekolah. Karena hanya guru profesional
yang bisa menciptakan situasi aktif siswa dalam kegiatan pembelajaran. Profesionalisme merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan dan kualitas suatu
keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian. Guru
yang profesional diyakini mampu mengantarkan siswa dalam pembelajaran untuk menemukan, mengelola dan memadukan perolehannya, dan
memecahkan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan pengetahuan, sikap, dan nilai maupun keterampilan hidupnya. Guru yang profesional diyakini
mampu memungkinkan siswa berfikir, bersikap dan bertindak kreatif.
17
d. Kompetensi Sosial
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat 3 butir d dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah
kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orang tuawali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
18
Guru profesional hendaknya mampu memikul dan melaksanakan tanggung jawab sebagai guru kepada siswa, orang tua, masyarakat, bangsa,
negara, dan agamanya. Tanggung jawab pribadi yang mandiri mampu memahami dirinya, mengelola dirinya, mengendalikan dirinya, dan
menghargai serta mengembangkan dirinya. Tanggung jawab sosial diwujudkan melalui kompetensi guru dalam memahami dirinya sebagai
16
E. Mulyasa, op cit., h. 135.
17
Fachrudin Saudagar, Ali Idrus, op. cit., h. 51.
18
E. Mulyasa, op. cit., h. 173.
bagian yang tak terpisahkan dari lingkungan sosial serta memiliki kemampuan berinteraksi sosial. Tanggung jawab intelektual diwujudkan melalui
penguasaan berbagai perangkat pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menunjang tugas-tugasnya. Tanggung jawab moral dan
spiritual diwujudkan melalui penampilan guru sebagai makhluk beragama yang perilakunya senantiasa tidak menyimpang dari norma-norma agama dan
moral. Kompetensi sosial dalam kegiatan belajar berkaitan erat dengan
kemampuan guru dalam komunikasi dengan masyarakat di sekitar sekolah dan masyarakat tempat guru tinggal sehingga peranan dan cara guru
berkomunikasi di masyarakat diharapkan memiliki karakteristik tersendiri yang sedikit banyak berbeda dengan orang lain yang bukan guru. Misi yang
diemban guru adalah misi kemanusiaan. Mengajar dan mendidik adalah tugas memanusiakan manusia. Guru harus mempunyai kompetensi sosial
karena guru adalah penceramah zaman. Adapun ruang lingkup kompetensi sosial di antaranya:
1. Terampil berkomunikasi dengan peserta didik dan orang tua peserta didik
2. Bersikap simpatik
3. Dapat bekerja sama dengan Dewan PendidikanKomite Sekolah
4. Pandai bergaul dengan kawan sekerja dan mitra pendidikan
5. Memahami dunia sekitarnya lingkungan
19
Ketika guru sudah memiliki kompetensi dan mampu menjalankan fungsi strategis sebagai operator atau sebagai agen perubahan terhadap anak
didik, maka akan terjadi peningkatan kualitas hidup. Guru dituntut untuk memiliki keempat kompetensi yang sudah
dituangkan dalam Undang-undang dan juga Peraturan Menteri Pendidikan Nasional. Jika masih ada yang belum dimiliki atau dikuasai oleh guru, maka
19
Fachrudin Saudagar, Ali Idrus, op. cit., h. 64.
teruslah untuk belajar. Tidak ada kata berhenti untuk belajar bagi guru. Sebagian waktu guru untuk mengajar dan sebagian lainnya untuk belajar.
Pendidikan berjalan ke depan dan selalu mengalami perubahan, bila berhenti belajar akan tertinggal.
20
3. Peran dan Fungsi Guru Profesional
Seorang guru dalam melaksanakan aktivitas keguruannya memiliki banyak peran yang harus dilaksanakan. Di antaranya dalam kegiatan belajar mengajar di
mana seorang guru sangat memberikan pengaruh yang besar sekali terhadap keberhasilan kegiatan belajar mengajar, agar tujuan pendidikan dapat terwujud
dengan baik. Menurut Drs. M. Uzer Usman,
“Peran guru dalam kegiatan belajar mengajar adalah terciptanya serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan yang dilakukan
dalam situasi tertentu serta berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku dan perkembangan siswa menjadi tujuannya”.
21
Peranan guru dalam proses belajar mengajar meliputi banyak hal. Yang akan dikemukakan di sini adalah peranan yang paling dominan dan diklasifikasikan
sebagaimana yang dikemukakan oleh beberapa ahli sebagai berikut: Menurut M. Uzer Usman, peran guru dibagi beberapa macam, di antaranya:
a. Guru sebagai demonstrator pendidik
Melalui peranannya sebagai demonstrator, lecturer, atau pengajar, guru hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan
diajarkannya serta senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam ilmu yang dimilikinya karena hal ini akan sangat
menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa.
22
Agar tercapainya apa yang diinginkan guru agama itu tercapai, maka dari itu guru sendiri harus terus belajar
20
Najib Sulhan, Karakter Guru Masa Depan Sukses Bermartabat, Surabaya: Jaring Pena, 2011, h. 122-123.
21
M. Uzer Usman, op. cit., h. 4.
22
Ibid., h. 9.
agar memperkaya dirinya dengan berbagai ilmu pengetahuan sebagai bekal dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar.
b. Guru sebagai pengelola kelas
Peran guru sebagai pengelola kelas learning manager, guru hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar serta merupakan aspek dari
lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi. Lingkungan ini diatur dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan-tujuan pendidikan.
Pengawasan terhadap belajar lingkungan itu turut menentukan sejauh mana lingkungan tersebut menjadi lingkungan belajar yang baik. Lingkungan yang baik
ialah yang bersifat menantang dan merangsang siswa untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan dalam mencapai tujuan.
Sebagai pengelola kelas guru bertanggung jawab memelihara lingkungan fisik kelasnya agar senantiasa menyenangkan untuk belajar dan mengarahkan untuk
membimbing proses-proses intelektual dan sosial di dalam kelas. Tanggung jawab yang lain ialah membimbing pengalaman-pengalaman siswa sehari-hari.
Menurut M. Uzer Usman dalam bukunya Menjadi Guru Profesional: Tujuan
umum pengelolaan kelas ialah “Menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas untuk bermacam-macam kegiatan belajar mengajar agar
mencapai hasil yang baik”. Sedangkan tujuan khususnya adalah “Mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat belajar,
menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa bekerja dan belajar, serta membantu siswa untuk memperoleh hasil yang diharapkan
”.
23
c. Guru sebagai mediator atau fasilitator
Sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan, karena media pendidikan merupakan alat
komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajar mengajar. Dengan demikian media pendidikan merupakan dasar yang sangat diperlukan yang
23
Ibid., h. 10.
bersifat melengkapi dan merupakan bagian integral demi berhasilnya proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.
24
Sebagai fasilitator guru bertugas memberikan kemudahan belajar facilitate of learning kepada seluruh peserta didik, agar mereka dapat belajar dalam suasana
yang menyenangkan, gembira, penuh semangat, tidak cemas, dan berani mengemukakan pendapat secara terbuka. Sebagai fasilitator, tugas guru yang
paling utama ialah “to facilitate of learning” memberikan kemudahan dalam
belajar, bukan hanya menceramahi atau mengajar, apalagi menghajar peserta didik, kita perlu guru yang demokratis dan terbuka, serta siap dikritik oleh peserta
didiknya. d.
Guru sebagai motivator Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, guru harus mampu meningkatkan
motivasi belajar peserta didik sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran. Sebagai motivator, guru harus mampu membangkitkan motivasi belajar, dengan
memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut: 1.
Peserta didik akan bekerja keras kalau memiliki minat dan perhatian terhadap pekerjaannya
2. Memberikan tugas yang jelas dan dapat dimengerti
3. Memberikan penghargaan terhadap hasil kerja dan prestasi peserta didik
4. Menggunakan hadiah, dan hukuman secera efektif dan tepat guna
5. Memberikan penilaian dengan adil dan transparan
e. Guru sebagai evaluator
Di dalam proses belajar mengajar guru hendaknya menjadi seseorang evaluator yang baik yaitu guru dapat mengetahui keberhasilan dan pencapaian
tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta ketepatan atau keefektifan metode mengajar, guru dapat mengetahui apakah proses belajar yang dilakukan
cukup efektif memberi hasil yang baik dan memuaskan atau sebaliknya. Guru
24
Ibid., h. 11.
hendaknya terus menerus mengikuti hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa dari waktu ke waktu. Informasi yang diperoleh melalui evaluasi ini merupakan
umpan balik feedback terhadap proses belajar mengajar.
25
Guru hendaknya mampu dan terampil dalam melaksanakan penilaian, karena dengan penilaian guru dapat mengetahui prestasi yang dicapai oleh siswa setelah
melaksanakan proses belajar mengajar akan terus menerus ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang optimal.
Dalam Undang-undang Republik Indonesia No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dikemukakan bahwa: profesi guru merupakan bidang pekerjaan
khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
26
a. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme
b. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan,
ketakwaan, dan akhlak mulia c.
Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas
d. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan tugas keprofesionalan
e. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan
f. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja
g. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara
berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat h.
Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan
i. Mengenal dan menyelenggarakan administrasi di sekolah, dan
j. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal
yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru
4. Kriteria Guru Profesional
25
Sardiman A.M, op.cit., h. 145.
26
Ibid., h. 21.
Menjadi guru bukanlah pekerjaan yang mudah, seperti yang dibayangkan sebagian orang, dengan bermodal penguasaan materi dan menyampaikannya kepada
siswa sudah cukup, hal ini belumlah dapat dikategorikan sebagai guru yang memiliki pekerjaan profesional, karena guru yang profesional, mereka harus memiliki berbagai
keterampilan, kemampuan khusus, mencintai pekerjaannya, menjaga kode etik guru, dan lain sebagainya.
Seorang guru profesional, dia memiliki keahlian, keterampilan dan kemampuan sebagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara:
“ing ngarso sung tulodho, ing madya mangun karso, tut wuri handayani
”. Tidak cukup dengan menguasai materi pembelajaran akan tetapi mengayomi murid, menjadi contoh atau teladan bagi murid
serta mendorong murid untuk lebih baik dan maju. Guru profesional selalu mengembangkan dirinya terhadap pengetahuan dan mendalami keahliannya,
kemudian guru profesional rajin membaca literatur-literatur dan tidak merasa rugi membeli buku-buku yang berkaitan dengan pengetahuan yang digelutinya.
Untuk menjadi guru yang profesional ada sepuluh kompetensi dasar yang harus dimiliki guru, yaitu meliputi:
27
a. Menguasai bahan, yakni menguasai bahan bidang studi yang dipegangnya dan
menguasai bahan pengayaanpenunjang bidang studi b.
Mengelola program belajar mengajar. Dalam hal ini ada beberapa yang harus ditempuh oleh guru, yaitu: merumuskan tujuan instruksionalpembelajaran,
mengenal dan dapat menggunakan proses instruksional dengan tepat, melaksanakan program belajar mengajar, mengenal kemampuan anak didik
serta merencanakan dan melaksanakan program remedial c.
Mengelola kelas, yaitu yang menyangkut: mengatur tata ruang kelas yang memadai untuk pengajaran, dan menciptakan iklim belajar mengajar yang
serasi menangani dan mengarahkan tingkah laku anak didiknya agar tidak merusak suasana kelas
27
Zakiyah Daradjat, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996, h. 92.