1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, mengemukakan Pendidikan Nasional merupakan usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dari
pemaparan di atas jelas pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan potensi diri atau kualitas individu. Semakin baik penyelenggaraan proses pendidikan, akan
baik pula hasil yang dicapai. Pada UU No. 20 tahun 2003 pasal 3 juga disebutkan Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk watak serta
perdaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dari pemaparan di atas jelas pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan
potensi diri atau kualitas individu. Artinya, semakin baik penyelenggaraan proses pendidikan, akan baik pula hasil yang dicapai.
Menurut Hadisusanto, dkk, 1995 dalam Siswoyo, 2013: 20 menyebutkan fungsi pendidikan adalah serangkaian tugas yang diemban dan harus dilaksanakan
oleh pendidikan. Dalam melaksanakan serangkain tugas tersebut perlu adanya bahasa pengantar.
Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial dan emosional peserta didik dan merupakan penunjuang keberhasilan dalam
2 mempelajari semua bidang studi BSNP, 2006: 5. Dalam pembelajaran bahasa
Indonesia diperlukan penggunaan bahasa yang baik dan benar. Berbagai kurikulum yang telah diterapkan di Indonesia, mewajibkan pembelajaran Bahasa Indonesia
diterapkan dari jenjang Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi PT. Kurikulum saat ini, merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan mutu
pendidikan Indonesia. Di kurikulum Sekolah Dasar, siswa diharus memiliki kemampuan dasar seperti membaca, menulis dan berhitung. Tiga kemampuan dasar
tersebut sangatlah penting sebagai dasar dalam mempelajari ilmu-ilmu lainnya, sehingga jatah waktu dalam mempelajari tiga kemampuan ini mendapatkan jatah
paling banyak. Salah satunya melalui pembelajaran Bahasa Indonesia. Mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia menurut Nurvianti 2007: 1 merupakan
program yang diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi, baik secara lisan maupun tertulis.
Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di kelas II Sekolah Dasar meliputi empat aspek yang dipelajari, yaitu membaca, menyimak, berbicara dan menulis. Dari
empat aspek tersebut yang memiliki peranan penting adalah keterampilan menulis, karena dari menulis dapat menjadi alat komunikasi secara tidak langsung. Nuryanto
2001: 296 menegaskan aktivitas menulis merupakan suatu bentuk manifestasi kemampun dan keterampilan berbahasa paling akhir dikuasai setelah kemampuan
mendengarkan, berbicara dan membaca, Sehingga keterampilan menulis perlu diajarkan pada jenjang pendidikan dasar dikarenakan untuk mengimbangi
keterampilan berbahasa yang lainnya.
3 Menulis menurut Susanto 2013: 247, mengemukakan menulis merupakan
kegiatan seseorang menempatkan sesuatu pada sebuah dimensi ruang yang masih kosong, setelah itu hasilnya yang berbentuk tulisan dapat dibaca dan dipahami
isinya. Aktivitas menulis tersebut memiliki berbagai cakupan yang termasuk didalamnya. Beberapa cakupannya menurut Yusuf, dkk 2003:105, yaitu:
1 memegang alat tulis, 2 menggerakkan alat tulis ke atas dan ke bawah,
3 menggerakkan alat tulis untuk melingkar, 4 menyalin huruf,
5 menyalin nama sendiri dengan huruf balok, 6 menulis nama sendiri,
7 menyalin huruf balok dari jarak jauh, 8 menyalin huruf, kata, dan kalimat dengan tulisan bersambung, dan
9 menyalin tulisan bersambung dari jarak jauh.
Aktivitas menulis merupakan aktivitas multisensori yang menggabungkan dari aktivitas melihat, mendengar, meraba dan merasakan. Di dalam aktivitas
menulis, Wassid dan Sunendar 2008: 58 menyebutkan saat menulis terjadi suatu proses yang rumit karena melibatkan berbagai modalitas, mencakup gerakan
tangan, lengan jari, mata, koordinasi, pengalaman belajar, dan kognisi, semua modalitas itu bekerja secara terintegrasi. Bahkan siswa merasa menulis suatu
aktivitas yang sangat rumit dan melelahkan, tak jarang ada anak yang menolak untuk menulis terlalu banyak dan sering dijumpai anak yang mengalami kesulitan
dalam menulis. Kesulitan belajar menulis sering disebut disgrafia . Disgrafia merupakan
ketidakmampuan anak dalam mengingat cara membuat huruf atau symbol matematika. Ada beberapa jenis kesulitan belajar yang dialami anak berkesulitan
menulis menurut Yusuf, dkk 2003:107, yaitu:
4 1 terlalu lambat dalam menulis,
2 salah arah pada penulisan huruf dan angka, 3 terlalu miring,
4 jarak antar huruf tidak konsisten, 5 tulisan kotor,
6 tidak tepat dalam mengikuti garis horizontal, 7 bentuk huruf atau angka tidak terbaca,
8 tekanan pensil tidak tepat, 9 ukuran tulisan terlalu besar atau terlalu kecil, dan
10 bentuk terbalik.
Kesulitan belajar menulis pada umumnya merupakan bentuk proses keterampian menulis yang salah. Menurut Yusuf, dkk 2003: 11 menyatakan
empat perkembangan keterampilan menulis dan strategi pembinaannya, yaitu tahap kesiapan menulis, menulis balok, tahap transisi, dan menulis tegak bersambung.
Sehingga mulai dari kesiapan anak untuk menulis perlu diperhatikan. Penyebab anak mengalami kesulitan menulis sering dikaitkan dengan cara memegang pensil
saat menulis. Hornsby dalam Abdurrahman, 1998: 228 mengemukakan empat macam cara anak memegang pensil yang terindikasi mengalami kesulitan belajar,
antara lain: 1 sudut pensil terlalu besar, 2 sudut pensil terlalu kecil, 3 menggenggam pensil seperti mau meninju, dan 4 menyangkutkan pensil
ditangan atau menyeret. Indikasi kesulitan tersebut harus diketahui secara lebih dini dengan cara menumbuhkan kesiapan anak dalam hal menulis.
Menulis tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan dengan cara memegang alat tulis terlebih dahulu kemudian baru dikenalkan huruf sebagai lambang bunyi.
Hal ini sejalan dengan Depdikbud dalam Kristiantari, 2004:106, pembelajaran menulis dibedakan menjadi dua tingkatan yaitu menulis permulaan dan menulis
lanjut. Pernyataan Depdikbud juga diperkuat dengan pendapat Lovitt dalam Abdurrahman, 1998: 226, pengajaran menulis meliputi: menulis dengan tangan
5 atau handwriting; mengeja dan menulis ekspresif. Tompkins 1991: 473
menyatakan “writing is the substance of composition; handwriting is the formation
of alphabetic symbols on paper”. Penulisan dengan menulis tangan berbeda. Menulis dengan tangan disebut juga dengan menulis permulaan.
Kegiatan dan latihan dalam menulis permulaan ditekankan pada cara memegang pensil, cara menulis huruf biasa atau balok, menyalin huruf dan kata,
menjiplak dan menulis tegak bersambung. Sehingga dalam pembelajaran menulis permulaan, pemakaian pensil dimaksudkan untuk mengurangi kesalahan dalam
menulis tegak bersambung. Jika terdapat kesalahan penulisan huruf maupun kata, akan dengan mudah tulisan yang salah tersebut dapat dihapus. Oleh karena itu,
penelitian ini siswa diminta untuk menulis dengan menggunakan pensil. Berbeda dengan menulis permulaan, menulis lanjut difokuskan pada
pengungkapan perasaan, ide, pikiran, gagasan secara tertulis dengan merangkai kata-kata menjadi kalimat yang akan disatukan menjadi paragraf. Sasaran
pembelajaran menulis permulaan tersebut pada siswa kelas I dan II Sekolah Dasar serta menulis lanjut untuk siswa kelas III hingga VI.
Di Kelas I Sekolah Dasar menulis permualaan dimulai dari kegiatan mengenal huruf. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Tompkins 1991, 473 jenis
huruf yang diperkenalkan pada siswa ada dua yaitu, manuscript or printing huruf cetak dan cursive or connected writing huruf tegak bersambung. Berbeda dengan
Kelas I Sekolah Dasar, di kelas II Sekolah Dasar, pembelajaran menulis permulaan sudah mengalami penambahan materi berupa penulisan huruf tegak bersambung
6 dengan menggunakan huruf kapital untuk awal kalimat, nama orang, nama tempat
serta penggunaan tanda baca pada kalimat. Menurut Mulyana dalam Delmawati, 2015 menulis tegak bersambung
merupakan kegiatan menghasilkan huruf yang saling bersambung satu dilakukan tanpa mengangkat alat tulis. Hasil tulisan dari menulis tegak bersambung tersebut,
hendaknya rapi, dapat terbaca dan saling bersambung setiap hurufnya. Menulis permulaan kelas II, khususnya menulis tegak bersambung
tercantum pada mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP Sekolah Dasar baik semester I maupun semester II.
Adapun indikator dari menulis tegak bersambung tersebut sebagai berikut. 1. Menulis kalimat sederhana yang didiktekan guru dengan menggunakan huruf
tegak bersambung dengan memperhatikan penggunaan huruf kapital serta tanda titik.
2. Menyalin puisi anak dengan huruf tegak bersambung. Pembelajaran menulis tegak bersambung memiliki berbagai kelebihan-
kelebihan dibandingkan dengan menulis biasa. Kelebihan-kelebihan tersebut antara lain merangsang kerja otak lebih kreatif, melatih motorik halus, melatih daya seni,
dan menulis lebih cepat. Kelebihan tersebut diperkuat dengan pendapat Mulyono Abdurahman 2012, 183, ada berbagai alasan yang digunakan dalam pemberian
materi menulis tegak bersambung di kelas II SD, yaitu: 1 tulisan sambung memudahkan siswa untuk mengenal kata-kata sebagai
satu kesatuan, 2 menulis tegak bersambung tidak memungkinkan menulis terbalik, dan
3 menulis tegak bersambung lebih cepat karena tidak ada gerakan berhenti tiap huruf.
7 Dapat diartikan menulis tegak bersambung bermanfaat baik dalam jangka
pendek maupun jangka panjang. Dalam jangka pendek menulis dengan huruf tegak bersambung merupakan aktivitas yang meningkatkan kecerdasan secara umum.
Sedangkan dalam jangka panjang, kemampuan menulis tegak bersambung akan sangat membantu dalam hubungannya dalam pekerjaan yang menggunakan tulisan
tangan. Namun kenyataannya, saat ini masih banyak siswa kelas II Sekolah Dasar
yang mengalami kesulitan dalam menulis tegak bersambung. Kesulitan tersebut tampak dari penulisan bentuk, ukuran dan arah tulisan belum sesuai dengan tulisan
yang baku. Hal ini terbukti tidak lebih dari 5 siswa kelas II A SD Negeri 1 Pedes yang mendapat nilai di atas Kriteria Ketuntasan Minimum KKM untuk menulis
tegak bersambung. Padahal pembelajaran di kelas tersebut dinyatakan tercapai apabila ≥ 75 dari jumlah siswa yang mencapai KKM, dimana nilai KKM pada
pembelajaran menulis tegak bersambung adalah 75. Selain itu, peneliti menguraikan data sebagai berikut.
1. Sebagian besar siswa mengalami kesulitan menentukan huruf kapital di awal kalimat dan penulisan nama tempat.
2. Siswa mengalami kesulitan dalam menentukan tanda baca pada kalimat. 3. Dalam menulis kalimat sederhana dengan menggunakan huruf tegak
bersambung, terdapat beberapa siswa yang menuliskannya tidak sesuai garis yang ditentukan.
4. Siswa masih mengalami kesulitan dalam merangkaikan dan menggabungkan huruf sambung.
8 Disamping itu, pada saat peneliti melakukan wawancara terhadap Guru
Kelas II A tanggal 26 Oktober 2017, strategi yang digunakan guru belum bervariasi. Misalnya strategi menulis terbimbing belum pernah dipergunakan guru saat proses
pembelejaran. Guru cenderung menggunakan metode ceramah meskipun guru sudah memberikan contoh cara penulisan huruf tegak bersambung yang benar
dipapan tulis akan tetapi kurang memotivasi siswa untuk aktif menulis tegak bersambung, akibatnya hasil tulisannya kurang maksimal. Pembelajaran menulis
tegak bersambung hanya sebatas pembelajaran di kelas, tidak ada penekanan untuk selalu memperhatikan tentang cara menulis tegak bersambung Siswa juga kurang
memperhatikan teknik-teknik yang benar seperti penggunaan huruf kapital, kurang memperhatikan panjang pendeknya huruf dan penggunaan tanda baca saat menulis
di buku halus. Melihat kenyataan tersebut, pemberian contoh menulis tegak bersambung
di papan tulis maupun dengan mempergunakan media pembelajaran hendaknya dilakukan dengan rutin. Jika siswa sudah terlatih menulis tegak bersambung, secara
tidak langsung akan membiasakan siswa untuk aktif menulis tegak bersambung. Pembelajaran bahasa Indonesia khususnya keterampilan menulis tegak
bersambung, guru perlu mengembangkan pembelajaran yang dapat membimbing siswa dalam menulis tegak bersambung. Artinya, guru mampu menciptakan
pengalaman belajar bagi siswa dengan memilih strategi pembelajaran yang efektif dan efisien.
Sesuai dengan teori pembelajaran menurut Vygotsky dalam Sugihartono, dkk, 2013: 113, belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dua aspek yaitu aspek
9 internal dan eksternal yang menekankan pada lingkungan sosial dalam belajar.
Selanjutnya, ditambahkan Vygotsky dalam Beckley, 2012: 27 dengan scaffolding dalam konsep Zone of Proximal Deplovement ZPD,
”Children’s progress could be supported by interactions with knowledgeable others, capable peers or adults. Zone of Proximal
De velopment as the difference between children’s actual development level
and their potential level when guided by others. Interactions suported the child’s learning and development is considered in terms of a child’s
potential, rather than a point which the y reach.”
Intinya anak akan belajar berinteraksi sosial dengan orang yang kemampuan intelektualnya di atas kemampuannya. Saat proses pembelajaran menulis tegak
bersambung, guru akan berperan aktif sebagai pembimbing dan pengarah kegiatan siswa serta memberikan suatu dorongan untuk belajar secara mandiri. Bila siswa
telah mampu menulis tanpa bimbingan guru, secara perlahan-lahan segala bentuk bimbingan dikurangi. Apabila guru membimbing siswa dalam menulis tegak
bersambung, siswa akan merasa dibimbing secara langsung serta siswa juga akan merasa senang ketika mendapat perhatian dari guru untuk setiap individunya. Oleh
karena itu dalam kegiatan pembelajaran, guru membutuhkan kreativitas dan keterampilan dalam memilih strategi dan media yang tepat untuk diterapkan sesuai
dengan karakteristik siswanya. Berdasarkan latar belaka
ng masalah, penelitian tentang ”pengaruh penerapan strategi menulis terbimbing terhadap keterampilan menulis tegak
bersambung siswa kelas II A SD Negeri 1 Pedes Sedayu Bantul” layak untuk
dilakukan.
10
B. Identifikasi Masalah