2.5. Konsep Jasa
Menurut Kotler 2002
b
, jasa didefinisikan sebagai setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang
pada dasarnya bersifat intangible tidak berwujud fisik dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun. Produk jasa dapat berhubungan dengan
produk fisik maupun tidak. Berdasarkan definisi tersebut, produk yang ditawarkan perusahaan dapat dibedakan secara umum ke dalam lima kategori
Umar, 2005, yaitu : 1. Produk fisik murni : produk sampo dan sabun mandi merupakan barang
yang dibeli relatif tanpa unsur jasa. 2. Produk fisik yang disertai jasa pendukung : produk sepeda motor sudah
dibarengi dengan jasa pendukung, misalnya jasa pengantaran produk ke rumah, jasa service gratis untuk pemakaian sekian kilometer dan
seterusnya. 3. Produk hibrid dimana porsi barang dan jasa relatif berimbang : McDonald
menawarkan produk hibrid dimana kira-kira antara produk ayam goreng yang dijual diimbangi dengan jasa layanannya.
4. Jasa utama yang didukung oleh barang : selain jasa penginapan, hotel juga menyediakan koran, buah-buahan dan sarapan pagi gratis.
5. Jasa murni : pijat refleksi dan konsultasi hukum merupakan contoh dari usaha yang menawarkan jasa murni, tanpa didukung oleh barang.
Menurut Lovelock dan Wright 2005, jasa adalah kegiatan ekonomi yang menciptakan dan memberikan manfaat keuntungan atau laba yang
diperoleh pelanggan dari kinerja jasa atau penggunaan barang fisik bagi pelanggan pada waktu dan tempat tertentu, sebagai hasil dari tindakan
mewujudkan perubahan yang diinginkan dalam diri atau atas nama penerima jasa tersebut. Perbedaan dasar antara barang dan jasa adalah :
1. Pelanggan tidak memperoleh kepemilikan atas jasa 2. Produk jasa bersifat tidak berwujud
3. Pelanggan lebih terlibat dalam proses produksi 4. Orang lain dapat menjadi bagian dalam produk
5. Adanya keragaman yang lebih besar dalam input ataupun output operasional
6. Banyak jasa sulit dievaluasi pelanggan 7. Umumnya tidak mempunyai persediaan
8. Faktor waktu relatif lebih penting 9. Sistem pemberian dapat menggunakan saluran fisik maupun elektronik
Rangkuti 2006 mendefinisikan mutu jasa sebagai penyampaian jasa yang akan melebihi tingkat kepentingan pelanggan. Jenis mutu yang akan
digunakan untuk menilai mutu jasa adalah : 1. Mutu teknik outcome, yaitu mutu hasil kerja penyampaian jasa itu
sendiri. 2. Mutu pelayanan proses, yaitu mutu cara penyampaian jasa tersebut.
Salah satu cara agar penjualan jasa suatu perusahaan lebih unggul dibandingkan para pesaingnya adalah dengan memberikan pelayanan
bermutu yang memenuhi tingkat kepentingan konsumen. Tingkat kepentingan konsumen terhadap jasa yang akan diterima dapat dibentuk
berdasarkan pengalaman dan saran yang diperoleh. Konsumen memilih pemberi jasa berdasarkan peringkat kepentingan dan setelah menikmati jasa
tersebut konsumen cenderung akan membandingkannya dengan yang diharapkan Rangkuti, 2006.
Bila jasa yang dinikmati ternyata berada jauh di bawah jasa yang diharapkan, maka para konsumen akan kehilangan minat terhadap pemberi
jasa tersebut. Sebaliknya, jika jasa yang dinikmati memenuhi atau melebihi tingkat kepentingan, maka cenderung memakai kembali produk jasa tersebut.
Tingkat mutu pelayanan tidak dapat dinilai berdasarkan sudut pandang perusahaan, tetapi harus dipandang dari sudut pandang penilaian pelanggan.
Perusahaan dalam merumuskan strategi dan program pelayanan, harus berorientasi pada kepentingan pelanggan dengan memperhatikan komponen
mutu pelayanan Rangkuti, 2006. Tujuan dari manajemen jasa pelayanan adalah mencapai tingkat mutu
pelayanan tertentu. Hal ini disebabkan eratnya kaitan dengan konsumen dimana tingkat ini dihubungkan dengan tingkat kepuasan konsumen.
Manajemen mutu pelayanan jasa tidak semudah manajemen mutu produk dari manufaktur. Menurut Pasuraman, dkk dalam Simamora 2004, terdapat
beberapa faktor yang diperhatikan dalam konsep manajemen jasa pelayanan, yaitu :
1. Merumuskan suatu strategi pelayanan, dimulai dengan merumuskan suatu tingkat keunggulan yang dijanjikan kepada para konsumen. Perumusan
strategi pelayanan ini pada dasarnya dilakukan dengan merumuskan apa bidang usaha perusahaan, siapa konsumen perusahaan dan apa yang
bernilai bagi konsumen. 2. Mengkomunikasikan mutu kepada konsumen, berangkat dari strategi yang
telah dirumuskan dan dikomunikasikan kepada konsumen. Hal ini membantu konsumen agar tidak salah dalam menafsirkan tingkat
pelaksanaan pelayanan yang akan diperolehnya. 3. Menetapkan suatu standar mutu yang jelas. Walaupun penetapan suatu
standar mutu pelayanan dalam bidang jasa pelayanan tidak mudah, tetapi perlu diusahakan, agar setiap orang, baik pihak manajemen perusahaan
dan konsumen mengetahui dengan jelas tingkat mutu yang harus dicapai. 4. Menetapkan sistem pelayanan efektif dalam menghadapi konsumen tidak
cukup hanya dengan senyuman dan sikap yang ramah, tetapi perlu lebih dari itu, yaitu dengan suatu sistem yang terdiri dari metode dan prosedur
untuk memenuhi kebutuhan konsumen secara tepat. 5. Karyawan berorientasi kepada mutu pelayanan, yaitu setiap karyawan
yang terlibat dalam jasa pelayanan harus mengetahui standar mutu pelayanan itu sendiri. Karena itu, perusahaan harus jeli dalam
penyeleksian karyawan yang tepat dan kontinyu dalam mengevaluasi pelayanan yang disampaikan yang salah satunya dengan pemberdayaan.
6. Survei tentang kepuasan dan kebutuhan konsumen, merupakan sumber perolehan informasi tentang kepuasan dan ketidakpuasan konsumen yang
dibutuhkan perusahaan. Hal tersebut disebabkan pihak yang menentukan mutu pelayanan adalah konsumen. Informasi tersebut dapat diketahui
melalui survei secara periodik dan sistematis.
Pasuraman, dkk dalam Kotler 2002
b
merumuskan lima kesenjangan yang menyebabkan penyajian pelayanan tidak berhasil, yaitu :
1. Kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen Manajemen tidak selalu merasakan dengan tepat apa yang
diinginkan oleh konsumen atau bagaimana penilaian konsumen terhadap komponen pelayanan.
2. Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi mutu pelayanan Manajemen mungkin tidak menetapkan standar mutu yang jelas atau
hal itu mungkin jelas, tetapi tidak realistis; atau mungkin jelas dan realistis, tetapi manajemen tidak berusaha keras untuk memperkuat tingkat
mutu pelayanan. 3. Kesenjangan antara spesifikasi mutu pelayanan dan penyampaian
pelayanan Banyak faktor yang mempengaruhi sajian pelayanan. Misalnya
karyawan yang kurang terlatih atau bekerja terlalu banyak. Kondisi mentalnya mungkin rendah atau adanya peralatan yang rusak. Hal tersebut
membuat karyawan bekerja tidak efisien dan kadang-kadang bertentangan dengan keinginan konsumen.
4. Kesenjangan antara penyampaian pelayanan dan komunikasi eksternal Kehendak konsumen dipengaruhi janji-janji yang dibuat oleh
pemberi pelayanan melalui komunikasi. 5. Kesenjangan pelayanan yang dinikmati oleh konsumen dengan pelayanan
yang diharapkan konsumen Kesenjangan timbul karena satu atau lebih kesenjangan-kesenjangan
sebelumnya terjadi. Maka jelas mengapa pemberi pelayanan mengalami kesulitan dalam upaya menyerahkan mutu pelayanan sesuai dengan harapan
konsumen. Kesenjangan ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja atau prestasi perusahaan dengan cara yang berbeda, atau apabila pelanggan keliru
mempersepsikan mutu jasa tersebut.
2.6. Determinan Kinerja Restoran