HeRe-HeRe : MAU SIDANG ATAU BAYAR DI MUKA

63 akan dipandang baik hati dan merasa berjasa karena tidak memberikan sanksi yang berat bagi korban tilang. Seberapa terlihat baik oknum polisi tersebut tetap saja merugikan pengendara yang menjadi korbannya.

2.3.3.2 HeRe-HeRe : TIDAK PERLU ADA SENJATA UNTUK MENGAMANKAN UNJUK RASA

Foto di atas diambil pada simpang empat hotel Melia Dalam mural tersebut terdapat tulisan “TIDAK PERLU ADA SENJATA UNTUK MENGAMANKAN UNJUK RASA”. Tulisan dalam mural tersebut sangat jelas dan mudah untuk dimengerti. Penulis menginterpretasikan mural tersebut 64 bermakna memperingatkan kepada pihak-pihak yang memiliki hak untuk memegang senjata, yaitu polisi dan tentara. Peringatan tersebut ditujukan kepada mereka berkaitan tentang unjuk rasa yang akan dilakukan oleh masyarakat sewaktu melakukan unjuk rasa. Pada sebelah kanan tulisan tersebut terdapat sebuah tokoh yang memegang senjata api, menurut interpretasi penulis tulisan tersebut ditujukan kepada semua pihak yang memiliki hak kepemilikan senjata api, dalam konteks ini adalah polisi dan tentara. Dalam media massa dapat dilihat sudah banyak oknum pemegang senjata yang menyalahgunakan haknya. Pemilik senjata yang seharusnya bisa menggunakan senjatanya secara bijak tetapi sering kali menyalahgunakannya. Para oknum tersebut tidak layak memperoleh hak kepemilikan senjata. Hak kepemilikan senjata terlihat sangat mudah jika kita hanya melihat dari oknum-oknum penyalahgunaan haknya, padahal sebenarnya hak kepemilikan senjata api sangat sulit didapatkan. Banyak syarat yang harus ditempuh terlebih dahulu apabila ingin mendapatkan hak kepemilikan senjata. Penggunakan senjata api secara salah bukan hanya dilakukan oleh pihak pribadi saja, bahkan ada yang dikoordinir terlebih dahulu. “Polisi melakukan penyerangan dan penembakan terhadap warga bahkan warga yang sudah menyerah kemudian diperlakukan secara tidak manusiawi dengan cara ditembak dari jarak dekat, dipukul, diseret dan ditendang, tutur Wakil Ketua Komnas HAM Ridha Saleh kepada wartawan di Jakarta, Selasa 31. 65 http:www.hukumonline.comberitabacalt4f02f49c2b172komnas-ham-polri- bertindak-berlebihan-di-bima. Hal tersebut hanya salah satu contoh berita yang dimuat media massa nasional. Pada saat itu, akhir 2011, di Bima, Nusa Tenggara Barat, terdapat suatu konflik perihal perizinan usaha tambang, di mana pada saat itu akhirnya melibatkan banyak pengunjuk rasa yang tidak setuju dengan pengeluaran izin tersebut. Kejadian tersebut mengakibatkan korban jiwa. Ada banyak bukti dan saksi yang menunjukkan penggunaan senjata api secara bersama-sama dan memunguti selongsong peluru sesudahnya, dalam kejadian tersebut terlihat bukti penyalahgunaan senjata api secara terkoordinir. Jika kembali mengingat masa lalu sebelum Soeharto lengser, pada jaman kepemimpinannya terdapat banyak sekali pelanggaran HAM. Penyalahgunaan senjata api banyak sekali dilakukan terutama kepada pihak-pihak yang tidak mendukung jalannya pemerintahan yang ada pada saat itu, contohnya pengunjuk rasa. Hal ini masih jelas teringat karena pada saat itu penyalahgunaan kewenangan dan senjata api sangat ditakuti. Penulis menginterpretasi makna mural tersebut adalah wujud penolakan terhadap penyalahgunaan senjata api. Mural tersebut mewakili masyarakat dan pengunjuk yang menolak keras penyalahgunaan senjata api pada saat berlangsungnya hak unjuk rasa. Jika hal tersebut terjadi maka pengunjuk rasa yang mewakili suara- suara masyarakat tidak bisa mengeluarkan aspirasinya dengan tenang karena adanya senjata-senjata yang dirasa mengancam karena sudah membuat takut terlebih dahulu. 66 Foto mural dengan nama samara HeRe-HeRe tersebut diambil pada bulan Maret 2012, di mana pada saat itu isu kenaikan Bahan Bakar Minyak BBM sedang gencar diperbincangkan di media massa. Kepastian naik atau tidaknya BBM akan diberitahukan pada 1 April. Unjuk rasa sudah banyak dilakukan di kota-kota selain Yogyakarta. Masyarakat berharap tentunya kenaikan BBM itu tidak akan terjadi, sebelum terlambat maka masyarakat melakukan unjuk rasa. Mural tersebut mengingatkan agar tidak adanya dan penyalahgunaan pada saat berlangsungnya unjuk rasa.

2.3.4 Makna Mural dengan Memakai Ikon

Ikon sendiri adalah tanda yang mengandung kemiripan “rupa” resemble sebagaimana dapat dikenali oleh para pemakainya. Di dalam ikon hubungan antara representamen dan objeknya terwujud sebagai “kesamaan dalam beberapa kualitas”. Budiman, 2003 Dalam mural kategori ini terdapat ikon-ikon yang bisa diinterpretasikan maknanya dengan kehidupan sehari-hari. Makna-makna dalam mural bisa ditemukan secara keseluruhan setelah menginterpetasikan ikon-ikon yang terdapat di dalamnya. Langkah awal sebelum menginterpretasi ikon-ikon yang terdapat dalam mural adalah menemukan ikon-ikon yang terdapat di dalamnya. 67

2.3.4.1 Mural “AYO PODO TULUNG TINULUNG”

Gambar pada salah satu gang di daerah Badran Pada mural tersebut terdapat teks yang tertulis “AYO PODO TULUNG TINULUNG”. Dalam teks tersebut terlihat dengan jelas bahwa makna dari mural tersebut adalah mengajak masyarakat agar saling tolong-menolong. Mural tersebut lebih ditujukan untuk anak-anak, hal itu dapat terlihat dari gambar pada mural yang berbentuk menarik dengan warna yang mencolok. Hal tersebut menurut interpretasi penulis adalah cara penanaman perilaku tolong menolong kepada anak-anak.