Mural “Miras Agawe Tewas” Mural “Anda Sopan Kami Segan”

138 menghabiskan tenaganya untuk mengayuh becaknya, sedangkan di sisi lain mereka juga harus menjadi korban polusi udara yang disebabkan oleh kendaraan milik orang lain. Fungsi mural tersebut untuk menyadarkan masyarakat tentang dampak polusi udara. Masyarakat sebenarnya sama-sama menjadi korban atas polusi udara tersebut, tetapi para penarik becak lebih merasakan dampaknya. Sehingga pembuat mural tersebut memilih ikon tukang becak untuk dijadikan sinyal agar terjadi perubahan dalam kehidupan di masyarakat. Mural tersebut juga memiliki fungsi untuk lebih menyadari keberadaan sesama. Tukang becak, pengendara sepeda, dan pejalan kaki seringkali dipandang sebelah mata dan diabaikan keberadaannya. Pengguna kendaraan pribadi seringkali egois memakai kendaraan seenaknya sendiri di jalanan, contohnya dengan mengendarai kendaraan secara ugal-ugalan dan tidak mempedulikan keberadaan orang lain di sekitarnya. Kendaraan bermotor, baik sepeda motor atau pun mobil, adalah penyebab polusi terbesar pada saat ini. Bisa jadi dengan melihat mural tersebut para pengendara menjadi lebih rajin merawat kendaraannya agar memiliki gas buang yang bisa mengurangi polusi udara. Dengan adanya mural tersebut masyarakat yang melihatnya bisa menjadi lebih menghargai dan mau mengerti keberadaan orang lain dan tidak bertindak semaunya sendiri. 139 Selain menyadarkan masyarakat, dengan adanya mural tersebut masyarakat bisa menjadi tergerak untuk melakukan reboisasi di sekitar tempat tinggalnya. Dengan adanya penghijauan kembali keadaan akan terasa lebih baik karena banyak tanaman yang akan membuat keadaan lebih sejuk dan lingkungan sekitar terlihat lebih menarik. Mural tersebut juga bisa menjadi sinyal agar masyarakat lebih peduli kepada lingkungan sekitarnya.

3.2.12 Mural “Jogja Rumah Bersama”

Mural “JOGJA RUMAH BERSAMA” dibuat dalam jangka waktu yang berdekatan dengan pembacaan manifesto kebhinekaan oleh Sri Sultan HB X. Isi manifesto tersebut berkaitan erat dengan rasa aman dan nyaman yang diperjuangkan 140 semua lapisan masyarakat yang tinggal di Kota Yogyakarta, baik warga asli mau pun warga pendatang dari luar Kota Yogyakarta. Mural tersebut memiliki fungsi penekanan makna pluralisme yang ada di Kota Yogyakarta. Pada mural tersebut Kota Yogyakarta dinyatakan sebagai rumah milik bersama, dimana masyarakat yang tinggal di Kota Yogyakarta tidak semuanya berasal dari Kota Yogyakarta. Rumah adalah tempat yang paling aman untuk bersembunyi dan paling nyaman untuk beristirahat. Sehingga secara tidak langsung mural tersebut ingin menyatakan hak masyarakat untuk tinggal di Kota Yogyakarta semuanya sama, tanpa terkecuali masyarakat dari luar Kota Yogyakarta. Isu-isu kekerasan jarang terjadi di Kota Yogyakarta dikarenakan masyarakat asli yang tinggal di Kota Yogyakarta bisa dikatakan cukup ramah kepada para pendatang. Sehingga apabila terdengar berita mengenai kekerasan di masyarakat, masyarakat langsung terbawa pemikirannya ke arah masyarakat pendatang yang menjadi penyebabnya. Bukan hanya masyarakat asli Kota Yogyakarta sendiri yang berpikiran setiap adanya tindakan anarki selalu melibatkan masyarakat pendatang, tetapi masyarakat pendatang sendiri pun juga mengakui cara berpikir hal tersebut. Mural tersebut adalah wujud penolakan kepada orang kelompok tertentu yang ingin berkuasa lebih di Kota Yogyakarta. Selain menyindir pihak-pihak yang ingin berkuasa lebih di Kota Yogyakarta, mural tersebut juga ingin menyetarakan masyarakat pendatang dengan masyarakat asli di Kota Yogyakarta. 141 Kritik sosial yang terdapat pada mural tersebut memiliki dua sasaran yang dituju, yaitu masyarakat pendatang dan masyarakat asli Kota Yogyakarta. Kritik sosial kepada masyarakat asli berupa himbauan agar tidak membeda-bedakan antara masyarakat pendatang dengan masyarakat asli Kota Yogyakarta. Untuk masyarakat pendatang, mural tersebut merupakan himbauan agar bisa menyesesuaikan diri dengan keadaan yang ada di Kota Yogyakarta. Kata rumah bersama memiliki penegasan agar Kota Yogyakarta sebagai tempat tinggal bersama hendaknya dijaga bersama-sama juga agar dapat menimbulkan rasa aman dan nyaman, sehingga dalam menjalani rutinitas sehari-hari tidak ada lagi rasa ketidaknyamanan yang berdasar perbedaan antara masyarakat asli dan pendatang. Promosi Kota Yogyakarta sebagai tempat wisata juga disampaikan dalam mural tersebut. Kota Yogyakarta menjual “kenyamanan seperti di rumah sendiri” kepada orang-orang yang mungkin sedang berkunjung di Kota Yogyakarta. Rasa nyaman seperti di rumah sendiri bisa menjadi daya tarik kepada orang-orang yang sedang berkunjung di Kota Yogyakarta, sehingga mereka akan merasa ingin berlama- lama dan selalu ingin mengunjungi Kota Yogyakarta kembali. Mural tersebut bisa menjadi daya tarik sendiri untuk para pendatang berkunjung ke Kota Yogyakarta, baik sekedar berlibur atau mungkin ingin menuntut ilmu di Kota Yogyakarta.