Mural “MIRAS AGAWE TEWAS”

73 berdamai, dan berpamitan. Apabila tangan mainan yang melakukan jabat tangan berarti hal-hal yang dijadikan alasan untuk berjabat tangan adalah kepura-puraaan belaka. Jabat tangan yang dilakukan tidak untuk mewakili arti sebenarnya tetapi hanya untuk permainan belaka. Pada atas gambar tangan mainan tersebut terdapat tulisan yang berbunyi “ANDA SOPAN KAMI SEGAN”. Warna yang digunakan dalam penulisan tulisan tersebut adalah warna hitam, dan terlihat jelas apabila warnanya dibandingkan dengan warna tangan mainan atau latar belakang mural tersebut. Penulis mengartikan makna jabat tangan yang ada di mural itu sebagai hal yang dilakukan untuk berkenalan dengan orang lain. Mural itu ditujukan kepada para pendatang yang ada di Kota Yogyakarta agar bisa lebih menghargai masyarakat Kota Yogyakarta asli. Penulis juga pernah menemukan masyarakat pendatang yang berada di Kota Yogyakarta seringkali bertindak dengan seenaknya sendiri. Penulis pernah menemui kendaraan plat luar Yogyakarta yang dikendarai secara ugal-ugalan dan hampir mencelakakan orang lain. Ada juga pengendara dengan plat luar seenaknya sendiri dengan cara menjalankan kendaraannya pelan-pelan tanpa peduli kendaraan yang berada dibelakangnya juga ikut melambat, bahkan terkadang menjadi penyebab macet. Masyarakat pendatang seringkali tidak seenaknya dalam hal bertutur kata tetapi seringkali lebih dalam hal tindakan. Mural “ANDA SOPAN KAMI SEGAN” adalah mural yang mewakili masyarakat yang tinggal di Kota Yogyakarta kepada para pendatang. Ini adalah tawaran yang diberikan kepada para pendatang di Kota Yogyakarta. Apabila nantinya 74 para pendatang tersebut berperilaku tidak sopan, tentunya masyarakat Kota Yogyakarta pun juga tidak akan segan dalam berurusan dengan mereka. Tangan mainan adalah simbol kepura-puraan antara masyarakat yang tinggal di Kota Yogyakarta dengan pendatang yang di Kota Yogyakarta. Memang tradisi setiap daerah berbeda-beda dan tidak bisa dipaksakan, tetapi, alangkah lebih baik apabila masyarakat pendatang tersebut bisa menerima keadaan yang sudah ada terlebih dahulu di Kota Yogyakarta. Masyarakat di Kota Yogyakarta tidak akan membuat masalah dengan para pendatang dan tidak akan pernah menyambut mereka dengan cara yang buruk. Tetapi kembali lagi kepada kata sopan dan segan, hal itu yang menjadi masalah. Apabila pendatang bisa menghargai masyarakat Kota Yogyakarta dengan berperilaku sopan maka masyarakat Kota Yogyakarta pun akan membalas dengan bersikap baik. Terdapat juga tulisan yang lain “SELAMAT DATANG DI KOTA JAWA”. Seperti hasil interpretasi penulis sebelumnya tentang masalah pendatang di Kota Yogyakarta. Ternyata mural tersebut memang ditujukan kepada masyarakat pendatang di Kota Yogyakarta. Mungkin menurut pembuat mural tersebut tawaran “ANDA SOPAN KAMI SEGAN” memang harus disampaikan secara terbuka ditempat umum dengan cara penyampaian yang menarik. Dalam hal ini pembuat mural mengandaikan bahwa Yogyakarta adalah sebuah kota yang mewakili Pulau Jawa. “SELAMAT DATANG DI KOTA JAWA”, menurut interpretasi penulis, penulisan kalimat tersebut adalah wujud kesombongan pembuat mural dengan 75 mengatasnamakan Kota Yogyakarta sebagai “kota”. Dengan adanya tulisan tersebut seakan-akan semua pendatang berasal dari tempat yang lebih “desa” dari Kota Yogyakarta. Selama ini banyak orang berpandangan bahwa desa lebih buruk daripada kota. Orang desa selalu dianggap terbelakang dalam segala hal, dengan adanya hal ini para pendatang disamakan dengan orang desa dan diharap segera menyesuaikan dengan keadaan Kota Yogyakarta. Tulisan “SELAMAT DATANG DI KOTA JAWA” juga memiliki makna selain dari hal kesombongan, yaitu kerendahan. Penulis membayangkan Kota Yogyakarta seakan-akan adalah kota besar, di mana kota adalah tempat yang biasanya terkenal dengan kemajuan dan kemodernannya. Dalam hal ini Kota Yogyakarta bukanlah kota yang paling modern, masih banyak kota-kota yang lebih modern di Indonesia selain Yogyakarta. Dalam hal ini terdapat tantangan kepada para pendatang apabila para pendatang memiliki rasa sombong berlebih terhadap tempat asalnya. Apabila dia menganggap tempat asalnya lebih baik dari Kota Yogyakarta dia pun juga secara otomatis dituntut untuk berperilaku lebih baik lagi selama berada di Kota Yogyakarta. Makna keseluruhan dari mural tersebut berhubungan dengan para pendatang, baik pendatang lama ataupun baru. Jumlah masyarakat pendatang di Kota Yogyakarta cukup banyak, dari luar kota, luar pulau, bahkan luar negeri. Untuk dapat tinggal berdampingan tentunya membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan masyarakat di sekitarnya. Selain beradaptasi tentunya dibutuhkan juga sikap toleransi satu dengan yang lainnya. 76 Mural tersebut dibuat pada bulan Mei 2012. Pada saat itu terjadi suatu keributan yang cukup besar antara masyarakat Kota Yogyakarta dengan masyarakat pendatang dari pulau lain. Penulis menganggapnya sebagai keributan yang cukup besar karena kejadian tersebut meresahkan banyak pihak dan bisa berdampak membawa isu SARA. Di sekitar tempat kejadian juga terdengar kabar bahwa seorang pengendara sepeda motor menjadi korban sabetan benda tajam dari orang yang tidak dikenal. Mural yang dibahas oleh penulis adalah salah satu cara penyampaian dengan cukup sopan karena di waktu yang bersamaan terdapat banyak tulisan vandalisme “Rusuh diusir dari Jogja” atau “Rusuh pergi dari Jogja”. Foto salah satu contoh coretan “Rusuh diusir dari Yogyakarta”, di daerah Ngampilan, Yogyakarta.