Mural dengan Menggunakan Tokoh Bung Tomo Mural dengan Satwa Orang Utan

126

3.2.4 Mural dengan Satwa Orang Utan

Fungsi mural tersebut adalah untuk menyampaikan kritik kepada masyarakat, terutama kepada generasi muda yang terkagum-kagum kepada apa yang ada di luar negeri, baik bahasa, busana, dan cara pandangnya. Sindiran pada mural tersebut pada mulanya adalah hasil pemikiran Pramoedya Ananta Toer, salah seorang sastrawan Indonesia yang karyanya sudah mendunia. Mural tersebut juga berfungsi untuk memperkuat rasa nasionalisme kepada siapa saja yang melihatnya. Pada saat ini nama Pramoedya dan karyanya tidak cukup dikenal oleh masyarakat, karena masyarakat pada saat ini lebih suka hal-hal yang berasal dari luar negeri. Novel-novel karya anak bangsa kurang diminati, novel-novel terkenal yang pernah mendapat nobel pada masa lalu tidak ada lagi yang mengetahuinya. Anak 127 muda, sebagai penerus bangsa di kemudian hari lebih membuka mata kepada hal-hal yang berbau luar negeri. Hal itu sungguh disayangkan karena selain tidak mau tahu tentang apa yang di Indonesia, mereka juga mengambil andil dalam hilangnya sejarah di Indonesia. Contohnya adalah novel Harry Potter dan Twillight, karya orang luar negeri lebih diminati daripada novel-novel karya anak bangsa sendiri. Fungsi mural tersebut di sisi lain adalah mengenalkan kembali Pramoedya Ananta Toer dan karya- karyanya kepada masyarakat. Bukan hanya Pramoedya saja yang dikenalkan kembali, secara tidak langsung juga memperkenalkan kembali tentang sejarah sastra di Indonesia, dan sastrawan-sastrawan dengan karya-karya hebat di zamannya.

3.2.5 Mural dengan Satwa dan Anjing

128 Mural tersebut memiliki fungsi untuk memberitahu bahwa Hari Satwa Sedunia diperingati setiap tanggal 4 Oktober. Hari internasional tersebut kurang menjadi perhatian oleh masyarakat Indonesia, bahkan masih ada yang tidak mengetahui tanggal hari penting tersebut. Mural tersebut ingin berbagi rasa kepedulian terhadap satwa-satwa yang ada di Indonesia. Selain berbagi rasa kepedulian mural tersebut juga mengajak kita untuk turut peduli kepada nasib satwa yang ada di Indonesia. Beberapa waktu yang lalu media dihebohkan dengan pemberitaan tentang penganiayaan dan pembunuhan binatang orang utan secara kejam. Kejadian tersebut terjadi karena orang utan dinilai merusak perkebunan kelapa sawit. Para pelaku pembunuhan orang utan ternyata mendapat bayaran tersendiri setiap berhasil membunuh per ekor nya. Hal tersebut terdengar memprihatinkan, ternyata hal tersebut sudah terjadi dalam tempo yang cukup lama. Gambar anjing juga terdapat dalam mural tersebut, seperti diketahui oleh banyak orang bahwa anjing adalah binatang yang setia kepada majikannya. Pada kenyataannya sampai saat kegiatan adu domba anjing berjenis pit bull masih marak terjadi. Fungsi lain mural tersebut dibuat yaitu untuk memperingatkan masyarakat agar menyayangi dan tidak berlaku semena-mena terhadap segala jenis binatang. 129

3.2.6 Mural “Mau Sidang Atau Bayar di Muka”

Mural “MAU SIDANG ATAU BAYAR DI MUKA” dibuat oleh HeRe-Here pada tahun 2012 pada sebuah tembok yang cukup besar di sekitar Malioboro. Pada saat penulis melakukan pengambilan gambar tersebut, setelah melewati jalan yang dimural tersebut terdapat sebuah pos polisi. Polisi di pos tersebut sering kali terlihat sedang menilang pengendara sepeda motor, tidak jarang juga menilang pengendara roda empat. Fungsi mural tersebut untuk mengingatkan agar pengendara tidak melakukan kesalahan di jalan raya agar nantinya tidak ditilang oleh polisi yang sedang berjaga. Tidak jarang pengendara sepeda motor harus ditilang karena melewati garis pembatas 130 pada saat berhenti di lampu merah. Ada juga alasan ditilang tentang matinya lampu utama pengendara sepeda motor. Menurut interpretasi penulis salah satu fungsi mural tersebut untuk membantu memperingatkan pengguna kendaraan agar nantinya tidak menjadi korban pungutan liar polisi yang sedang berjaga. Sudah menjadi rahasia umum apabila polisi lalu lintas sering melakukan pungutan liar kepada pengguna kendaraan yang terbukti melanggar. Fungsi lain mural tersebut adalah untuk menyampaikan kritik sosial kepada pihak seluruh polisi lalu lintas yang sering mencari-cari alasan untuk bisa mendapatkan pungutan liar kepada pengguna kendaraan.

3.2.6 Mural “Tidak Perlu Ada Senjata Untuk Mengamankan Unjuk Rasa

131 Mural “TIDAK PERLU ADA SENJATA UNTUK MENGAMANKAN UNJUK RASA” dibuat pada bulan Maret 2012 pada saat SBY hendak memutuskan naik atau tidaknya bahan bakar minyak BBM. Unjuk rasa dalam jumlah yang cukup besar sudah terjadi sebelumnya di kota-kota lain sebelum Kota Yogyakarta. Mural tersebut berfungsi menyampaikan pesan kepada aparat agar tidak menggunakan senjata pada saat terjadi unjuk rasa. Mural tersebut menurut penulis sebagai sarana komunikasi antara masyarakat dengan aparat. Makna dari mural tersebut adalah masyarakat menginginkan tidak ada senjata pada saat terjadi unjuk rasa, sehingga mediasi bisa terjadi melalui mural tersebut. Dengan adanya mural tersebut bisa jadi mengubah pemikiran aparat yang akan menggunakan senjata sewaktu ada unjuk rasa. Kritik kepada aparat cukup jelas pada mural tersebut. Aparat bersenjata seringkali seenaknya menggunakan senjata mereka. Pada rezim Soeharto aparat seringkali dengan mudahnya menggunakan senjata sehingga banyak pengunjuk rasa yang akhirnya meninggal. Selain kritik kepada aparat menurut penulis fungsi lain mural tersebut adalah wujud penghinaan kepada aparat. Aparat dinilai tidak pernah mendukung apa yang menjadi kepentingan masyarakat dan hanya membela kepentingan pihak-pihak tertentu. Aparat memiliki senjata sedangkan masyarakat tidak memiliki senjata, hal tersebut menjadi kelebihan pihak aparat apabila terjadi kerusuhan. Tentunya