87
bermasyarakat agar nantinya benar-benar tercipta keadaan Kota Yogyakarta adalah rumah untuk bersama.
Gambar mural “JOGJA RUMAH BERSAMA” setelah diperbesar
Apabila diamati secara seksama di dalam simbol Nuclear Disarmament terdapat gambar bintang, rantai, pohon beringin, kepala banteng, padi dan kapas.
Gambar-gambar tersebut merupakan lambang dari Pancasila. Penulis
88
menginterpretasikan bahwa lambang Nuclear Disarmamanent tersebut sengaja dikaitkan dengan penerapan Pancasila di Yogyakarta dalam kehidupan sehari-hari.
Gambar Lambang Pancasila
Lambang Nuclear Disarmament pada mural tersebut memiliki dua makna. Adanya dua pemaknaan tersebut berdasarkan makna lambang Nuclear Disarmament
pada saat pertama kali dibuat dan pengertian yang dipahami oleh masyarakat pada saat ini.
Interpretasi penulis yang pertama adalah adanya keputusasaan mengenai penerapan Pancasila yang ada di Yogyakarta yang dianggap rumah bersama. Rasa
kekeluargaan dan penerapan Pancasila dinilai tidak berjalan dengan baik di Kota Yogyakarta.
89
Foto mural tersebut diambil oleh penulis pada bulan Juni 2012, di mana pada waktu pengambilan foto itu berdekatan dengan Sri Sultan Hamengku Buwono X
yang menjabat sebagai Gubernur dan sekaligus raja di Yogyakarta membacakan sebuah manifesto, manifesto Yogyakarta untuk Kebhinnekaan.
Isi manifesto tersebut sebagai berikut: 1. Menolak intimidasi dan aksi kekerasan atas alasan apapun, sebab intimidasi
dan aksi kekerasan atas nama perbedaan agama, suku, kelompok, gender, dan ideologi sesungguhnya tidak sesuai denan prinsip kebinekaan.
2. Mendukung aparat negara untuk menindak berdasarkan hukum, setiap individu maupun kelompok yang melakukan intimidasi dan aksi kekerasan.
3. Mengajak seluruh masyarakat untuk saling menghormati dan menghargai kebinekaan serta tidak membiarkan aksi kekerasan dan intimidasi yang
melanggar hak-hak sipil warga.
Adanya manifesto tersebut menurut interpretasi penulis adalah suatu keputusasaan yang sedang terjadi di Yogyakarta mengenai kehidupan masyarakat
sehari-hari yang berkaitan dengan penerapan Pancasila. Maraknya tindakan kekerasan yang sering ditemui masyarakat di media massa atau mungkin dialami masyarakat
Kota Yogyakarta sendiri menjadikan suatu alasan berputus asa dalam menjalani kehidupan sehari-hari dengan aman dan nyaman.
90
Yogyakarta berhati nyaman adalah slogan untuk kota Yogyakarta. Seandainya memang hal itu benar-benar terjadi di Kota Yogyakarta tentunya pembacaan
manifesto tersebut tidak akan ada. Pembacaan manifesto tersebut dibaca oleh seorang tokoh yang dihormati dan berpengaruh di masyarakat, tentunya kegiatan pembacaan
manifesto merupakan hal yang sangat penting. Menurut penulis manifesto tersebut dibuat untuk memunculkan kembali harapan masyarakat yang dinilai sudah putus asa
mengenai penerapan rasa toleransi yang ada di Kota Yogyakarta. Interpretasi penulis yang kedua adalah masyarakat di Kota Yogyakarta masih
berharap kepada Pancasila dan berusaha mewujudkan penerapan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari di Kota Yogyakarta. Mural tersebut memiliki makna
memperingatkan dengan tegas bahwa Kota Yogyakarta adalah rumah milik bersama tanpa membeda-bedakan masyarakatnya dari segi apapun.
91
Gambar mural “JOGJA RUMAH BERSAMA” setelah diperbesar
Gambar tersebut terdapat pada sebelah kanan tulisan “Jogja Rumah Bersama”. Pada gambar tersebut terlihat tangan yang sedang menggenggam
sekuntum bunga. Pada background bunga tersebut jika diamati lebih seksama maka akan terlihat gambar Praja Cihna. Keseluruhan gambar tersebut berada di dalam
sebuah garis yang berbentuk hati.
Da kebaikan.
masyaraka yang disi
Bayangan masyaraka
dibagikan hati dan m
aman dan Koata Yo
disimpulk
Gam
alam interp Penulis m
at di Kota Y imbolkan d
n Praja Cihn at asli Kot
kepada ses melingkupi
n nyaman, gyakarta da
kan memilik
mbar Praja Cih
retasi yang menginterp
Yogyakarta, dengan tan
na di belak ta Yogyak
sama, terma lambang P
sehingga g apat merasa
ki makna ba
hna, lambang k
g pertama p retasikan g
baik warga ngan yang
kang gamba karta sendir
asuk kepada Praja Cihna
gambar ters akan rasa a
ahwa seluru
kebesaran Kra
penulis mem gambar te
a asli maupu memberika
ar tangan te ri masih m
a warga pen a menurut in
sebut memi aman dan ny
uh masyara
aton Yogyaka
maknai bun rsebut ada
un pendatan an bunga
ersebut mem memiliki ke
datang. Gar nterpretasi
iliki arti se yaman. Gam
akat di Kota
arta
nga sebaga alah wujud
ng, berbagi k kepada sia
miliki makn ebaikan ya
ris yang me penulis ada
emua masya mbar terseb
a Yogyakar
92
ai simbol d semua
kebaikan apa saja.
na bahwa ang akan
embentuk alah rasa
arakat di but dapat
rta masih
93
memberikan kebaikan dan dapat menerima kebaikan, sehingga rasa aman dan nyaman dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat yang tinggal di Kota Yogyakarta.
Dalam interpretasi yang kedua penulis memaknai bunga sebagai simbol duka. Penulis menginterpretasikan gambar tersebut adalah wujud tidak adanya kebaikan
yang dirasakan oleh seluruh masyarakat yang tinggal di Kota Yogyakarta. Bayangan Praja Cihna di belakang gambar tangan tersebut memiliki makna bahwa masyarakat
asli dirasa tidak lagi bersikap baik kepada pendatang di Kota Yogyakarta. Garis yang membentuk hati dan melingkupi lambang Praja Cihna menurut interpretasi penulis
adalah tidak adanya rasa aman dan nyaman. Penulis menghubungkan gambar tersebut dengan interpretasi duka, sehingga gambar tersebut memiliki arti semua masyarakat
di Kota Yogyakarta belum dapat merasakan rasa aman dan nyaman. Gambar tersebut dapat disimpulkan memiliki makna bahwa masyarakat di
Kota Yogyakarta belum seluruhnya dapat memberikan kebaikan, sehingga rasa aman dan nyaman juga belum dapat dirasakan oleh masyarakat khususnya pendatang yang
tinggal di Kota Yogyakarta. Mural tersebut memiliki makna keputusasaan terhadap kehidupan bermasyarakat di Kota Yogyakarta, sehingga dengan adanya mural
tersebut menjadikan kritik sosial bagi masyarakat di Kota Yogyakarta agar dapat berperilaku lebih baik lagi kepada sesama masyarakat terlebih lagi kepada
masyarakat pendatang di Kota Yogyakarta.
94
2.3.5 Makna Mural dengan Menggunakan Bentuk Tulisan
Mural dengan kategori mural dengan menggunakan bentuk tulisan sangat sulit ditemukan. Mural dengan jenis ini seringkali dianggap oleh masyarakat tidak menarik
karena hanya menonjolkan bentuk tulisan saja. Hanya dengan sekali melihat penonton sudah bisa dengan mudah menginterpretasikannya. Makna mural yang
terkandung di dalamnya hampir bisa diinterpretasikan dengan jelas karena secara umum tulisan tersebut langsung berisi makna mural tersebut. Pembuatan mural
dengan kategori ini dianggap mudah sehingga menjadikan pembuat mural tidak begitu tertarik untuk membuatnya.
Perbedaan mural dalam bentuk tulisan dengan graffiti terletak pada proses dan hasil jadi. Graffiti dibuat dengan media dinding dan cat semprot, hasil jadi graffiti
adalah gambar bentuk-bentuk huruf yang berbentuk artistik disertai warna-warna menarik yang mencolok perhatian. Proses pembuatan graffiti selalu menggunakan
dinding dan cat semprot, sedangkan proses pembuatan mural bisa dengan berbagai media, misalnya cat tembok biasa, kapur, dan berbagai media lainnya. Perbedaan
mural dengan graffiti yaitu graffiti lebih mementingkan bentuk menarik yang dihasilkan dari gabungan huruf-huruf, sedangkan mural lebih mementingkan makna
yang terdapat didalamnya yang terdiri dari gabungan tanda-tanda didalamnya. Hiasan berupa gambar terkadang juga dimiliki pada mural jenis tersebut.
Keberadan gambar-gambar tersebut bukan menjadi fokus utama pada mural, hiasan berupa gambar tersebut hanya sekedar membantu penonton mural
menginterpretasikan makna yang terdapat di dalamnya. Hiasan berupa gambar pada
95
mural jenis tersebut benar-benar merupakan sebagai hiasan saja, ada atau tidaknya gambar-gambar tersebut tidak mempengaruhi makna yang terdapat pada mural.
2.3.5.1 Mural Ing Ngarso Sung Tulodho
Foto mural di atas diambil di salah satu gang di sekitar Taman Budaya Yogyakarta.
Tulisan yang terdapat pada mural tersebut terbaca “Ing Ngarso Sung Tulodho Ing Madya Mangun Karso”. Tulisan pada mural tersebut menurut interpretasi penulis
adalah potongan dari semboyan Ki Hajar Dewantara. Kiprah beliau di dunia pendidikan sangatlah penting, sehingga beliau diberi gelar Bapak Pendidikan
Nasional Indonesia. Dalam proses perjuangannya beliau merumuskan semboyan yaitu, “ Ing ngarso sung tulodho, ing madya mangun karso, tut wuri handayani”.
96
Makna dari semboyan tersebut adalah di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, dan di belakang memberi dorongan. Pada saai ini hanya semboyan “tut
wuri handayani” yang masih sering ditemukan dalam masyarakat. Semboyan “tut wuri handayani” banyak menghiasi lambang-lambang sekolah, dari Sekolah Dasar
SD, Sekolah Menengah Pertama SMP, dan Sekolah Menengah Atas SMA. Interpretasi dari penulis adalah mural tersebut mengingatkan masyarakat
tentang tokoh Ki Hajar Dewantara dan perjuangannya. Penulis menginterpretasikan pada saat ini banyak masyarakat yang kurang mengerti tentang semboyan Ki Hajar
Dewantara sehingga mural tersebut dibuat untuk menimbulkan rasa penasaran tentang apa arti tulisan tersebut. Setelah merasakan penasaran tentunya orang akan berusaha
mencari tahu arti kata-kata tersebut. Mural tersebut juga memiliki makna untuk mengingatkan kembali masyarakat yang sudah mengerti dengan kata-kata tersebut,
mengingatkan jasa-jasa Ki Hajar Dewantara dan juga mengingatkan arti kata-kata itu sendiri.
Lokasi pembuatan mural tersebut berada di gang yang cukup sempit, tempat tersebut jarang dilewati oleh pengendara. Penulis menginterpretasikan bahwa mural
tersebut sengaja dibuat untuk pejalan kaki yang sering menggunakan jalan tersebut. Para pejalan kaki adalah orang-orang yang berada di depan, orang yang harus
memberi contoh kepada yang lain. Selain itu pejalan kaki juga bisa diinterpretasi sebagai orang yang berada dibelakang orang-orang yang berjalan di depan, yaitu
diantara orang-orang yang berada di depan dan orang-orang yang mendukung. Sehingga kedua barisan tersebut, yang didepan dan yang menyemangati, dapat
97
menjadi bagian dalam suatu pergerakan tanpa ada yang member dukungan dari belakang. Penulis menginterpretasi pergerakan mereka sebenarnya tidak ada yang
mendukung karena hal-hal tersebut tidak digambarkan dalam mural yang ada. Interpretasi penulis bahwa pejalan kaki tersebut memang bergerak tanpa ada yang
orang-orang dan situasi yang mendukungnya. Pejalan kaki adalah orang-orang terdepan dalam melakukan perlawanan
pemanasan global. Pada saat ini banyak orang yang tidak peduli dan tidak mendukung pergerakan orang-orang yang berperan dalam kegiatan perlawanan
pemanasan global. Dampak pemanasan global yang menjadikan bumi bertambah panas tidak membuat masyarakat untuk berubah dan berbuat sesuatu, misalnya
melakukan reboisasi, kegiatan 3R, dan lain-lain. Panasnya keadaan membuat masyarakat tidak betah merasa di jalanan,
sehingga menjadikan mereka dalam waktu yang bersamaan berlomba-lomba memiliki dan menggunakan kendaraan pribadi. Kendaraan pribadi tersebut berupa
sepeda motor dan mobil yang dapat pada saat ini dapat terlihat selalu memadati jalanan. Sebenarnya penggunaan kendaraan pribadi tersebut semakin menyebabkan
pemanasan global yang terjadi pada saat ini. Masyarakat cenderung tidak mau berpikir bagaimana keadaan ke depannya dan memikirkan bagaimana keadaan orang
lain di sekitarnya. Pemakaian kendaraan pribadi dampaknya secara langsung adalah menyebabkan kemacetan, dimana yang menjadi korban bukan saja sesama
pengendara tetapi juga para pejalan kaki. Dalam konteks tersebut pejalan kaki dianggap sebagai orang yang berada di depan dan juga sebagai orang yang berada di
98
tengah-tengah sebagai penyemangat tanpa ada yang mendukung dan mempedulikan mereka.
Interpretasi lain dari penulis adalah keberadaan pejalan kaki yang berhubungan dengan kapitalisme. Pejalan kaki bisa diinterpretasikan sebagai korban
dan sebagai orang-orang yang melawan kapitalisme. Penggunaan kendaraan pribadi pada saat ini bukan menjadi kebutuhan dalam
kesehariannya, tetapi hanya menjadi keinginan yang berdasarkan pada tren. Para pengendara adalah korban dari para pemilik modal yang masih berusaha
mengembangkan modalnya, para pemilik modal tersebut bisa berwujud sebagai produsen dan distributor kendaraan. Untuk mendapatkan sebuah sepeda motor pada
saat ini tidak membutuhkan persyaratan yang begitu sulit, bahkan dengan tidak mengeluarkan uang sama sekali orang-orang yang berniat untuk mengambil kredit
sepeda motor dapat memperoleh sebuah sepeda motor pada hari itu juga. Interpretasi lain para pejalan kaki tersebut bisa jadi memang sengaja memilih berjalan kaki untuk
menolak tren memiliki kendaraan pribadi, yang secara tidak langsung mereka telah melakukan perlawanan terhadap kapitalisme.
Para pejalan kaki tersebut tidak memikirkan kendaraan pribadi sebagai sesuatu yang berlebihan pada saat ini. Tindakan berjalan kaki tersebut seharusnya
bisa dicontoh masyarakat yang lainnya. Makna dalam mural tersebut yang diartikan sebagai di depan dan di tengah adalah masyarakat pejalan kaki itu sendiri, karena
mereka berjalan kaki berdasarkan keinginan sendiri. Adanya komunikasi dalam kesehariannya sesama pejalan kaki secara tidak langsung adalah wujud menghargai