Hasil dari Pendidikan Etika Alternatif yang Diajukan oleh SALAM

Terus nanti untuk kelas 1 ngumpulin sampah 10, sampai kelas enam itu 60. Itu tergantung kelasnya. Padahal itu sudah bersih ngak ada sampah, jadi susah kan nyarinya. Cerita Imung itu ditanggapi oleh teman-temannya dengan pertanyaan- pertanyaan seperti kenapa disuruh ngumpulin sampah kalau sekolahannya sudah bersih dan kalau tujuannya untuk membersihkan lingkungan kenapa tidak semua anak disuruh dan seterusnya. Anak-anak SALAM memang banyak mengajukan pertanyaan dan tanggapan yang kadang tidak terpikirkan sebelumnya oleh para fasilitator. Berkaitan dengan pembentukan karakter melalui berbagai kegiatan yang sengaja diadakan oleh SALAM, Satiti anak kelas enam menyampaikan pendapatnya sebagai berikut: 34 Ya kan itu, misalnya suruh buang sampah itu, terus suruh ngantri. Terus misalnya ngak sopan sama orang aja kita dibilangin bukan malah mulutnya disamplak atau gimana. Anak kecil itu lebih seneng digituin daripada dihukum. Kalau dihukum dia malah tambah ngeyel. Pendapat Satiti tersebut kemudian ditambahi oleh Lange yang juga murid kelas enam sebagai berikut: 35 Kita modelnya kesepakatan sama konsekuensi. Ini bukannya hukuman, tapi apa yang kita perbuat itu adalah tanggung jawab kita. Waktu saya menanyakan lebih lanjut apakah mereka juga mempraktikkan kebiasaan-kebiasaan tersebut di rumah masing-masing, anak-anak tersebut mengatakan mereka juga melakukannya di rumah tetapi memang masih bolong- bolong, belum konsisten. Keberadaan pembantu rumah tangga atau orangtua yang tidak mengingatkan mereka kadang membuat anak-anak tersebut tidak 34 Wawancara dengan Satiti tanggal 17 Februari 2015 35 Wawancara dengan Lange tanggal 17 Februari 2015 mempraktikkan kebiasaan-kebiasaan yang tersebut di rumah. Satiti mengungkapkan pengalamannya sejak ibunya hamil dan ada pembantu rumah tangga di rumah sebagai berikut: 36 Biasanya aku nyuci, beresin kasur tapi kemudian mikir ah Mbak Har masuk kok. Mikirnya jadi kayak gitu. Terus aku inget-inget lagi. Maksudnya oh iya dulu ngak ada mbak Har, aku ngak kayak gini, gitu. Jadi kadang ngak dilakukan tapi kalau pas ingat ya dilakukan. Cara mendidik orangtua dan kebiasaan di rumah memang turut berpengaruh besar bagi karakter anak-anak SALAM. Satiti memiliki pemikiran demikian karena hasil didikan ayahnya. Dalam wawancara yang saya lakukan dengannya, ia sering mengatakan “bapakku ngajarinnya kayak gitu”. Betapa besar pengaruh didikan orangtua ke anak juga pernah saya jumpai dari cerita salah satu teman fasilitator saya. Ketika saya sedang tidak masuk sekolah, ada mahasiswa dari sebuah universitas ingin mengadakan penelitian kepada anak-anak kelas enam SALAM. Anak-anak diberi kuesioner yang berisi ilusterasi peristiwa kemudian diminta memberi tanggapan atau sikap yang diambil ketika berhadapan dengan peristiwa tersebut. Ada satu pertanyaan soal bagaimana jika suatu ketika kamu naik bis dan ketika sedang duduk nyaman kemudian ada ibu hamil yang tidak mendapat tempat duduk? Apa yang akan kamu lakukan? Teman fasilitator saya mengatakan bahwa ada salah satu anak yang mengatakan bahwa ia akan cuek saja karena kedua orangtuanya mengajarkan bahwa urusan orang lain itu bukan urusan saya. Dari cerita teman saya itu saya melihat bahwa selain didikan orangtua itu juga memberikan pengaruh yang besar, ternyata privatisasi itu memang sangat nyata di sekitar kita. 36 Wawancara dengan Satiti tanggal 17 Februari 2015 Berkaitan dengan kenyataan seperti itu, Pak Toto memang memberikan catatannya bahwa SALAM memang hanya mampu menyumbangkan berapa persen saja dalam upaya pembentukan karakter anak-anaknya. Karakter anak-anak SALAM itu tidak hanya ditentukan oleh proses yang berlangsung di SALAM saja. Lingkungan di luar SALAM pun turut berpengaruh terhadap karakter anak- anaknya seperti yang diungkapkan oleh Pak Toto: 37 Tapi jangan lupa bahwa karakter itu tidak hanya... emm mereka kan tidak hanya hidup di SALAM. Nah, makanya SALAM hanya menyumbangkan sekian persen terhadap pembentukan karakter. Kecuali kalau dia sudah 24 jam di sini, kan ngak ya. Dengan demikian memang masih ada cukup banyak tantangan yang perlu dihadapi oleh SALAM. Proses negosiasi dan evaluasi yang di SALAM terhadap segala aspek yang melingkupi keseluruhan dinamika pendidikannya akan saya uraikan dalam sub bab selanjutnya.

G. Negosiasi dan Evaluasi yang Dilakukan oleh SALAM

Para pengurus SALAM sudah berupaya menyusun dan menyelenggarakan serangkaian kegiatan untuk menjadi ladang belajar anak-anak didiknya. Tetapi dalam upayanya itu, SALAM pun mengakui bahwa cukup banyak tantangan yang telah mereka jumpai. Menyelenggarakan pendidikan dengan konsep dan bentuk yang berbeda, tentu para pengurus SALAM tahu akan ada konsekuensi- konsekuensi yang dihadapi. Ada orang yang menanggapi kemunculan SALAM dengan sangat positif termasuk orang-orang yang memasukkan anak-anaknya ke SALAM. Namun ada pula yang masih bingung dan meragukan penyelenggaraan 37 Wawancara dengan Pak Toto tanggal 14 Januari 2015 pendidikan yang diajukan oleh SALAM. Bahkan ada pula orang yang mencurigai SALAM termasuk sekolah yang menjual romantisme sekolah alam. Soal hubungannya dengan pemerintah, para pengurus SALAM menyatakan bahwa ada usaha negosiasi yang coba dilakukan oleh SALAM. Dalam menyusun kurikulum, pengurus SALAM menyatakan tetap menjadikan silabus Diknas sebagai sumber rujukan. Mereka menyatakan bahwa kurikulum dipakai sekedar untuk mendapatkan gambaran tentang tema-tema standar kurikulum nasional. Kebutuhan anaklah yang dijadikan sebagai sumber utama pembelajaran. Namun dalam penerapannya, persoalan negosiasi dengan standar kurikulum pmerintah ini juga mempunyai dilema tersendiri. Dilema ini saya alami sendiri ketika saya ikut menjadi fasilitator di SALAM. Setelah saya menerima draf indikator materi belajar kelas lima dari Pak Toto, saya kemudian membandingkannya dengan indikator materi belajar di sekolah arus utama. Saya melihat bahwa sebenarnya indikator yang dipakai SALAM sama dengan indikator yang dipakai oleh sekolah arus utama. Persamaan indikator tersebut memang salah satu wujud negosiasi SALAM terhadap pendidikan arus utama. SALAM berusaha agar penguasaan materi anak didiknya juga tidak ketinggalan dengan penguasaan materi anak didik di sekolah arus utama. Namun sisi lain, penggunaan indikator dari pemerintah itu juga mengganjal dalam proses pelaksanaan belajar- mengajar. Di satu sisi, SALAM ingin anak-anaknya belajar dari realita di sekelilingnya. Oleh sebab itu, anak-anak mengawali proses belajarnya dari riset. Tetapi kemudian pada akhirnya anak-anak juga tetap disuguhi materi-materi yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI jauh dari bayangan mereka sesuai dengan indikator pencapaian yang mengikuti indikator pemerintah. Memang SALAM menyatakan bahwa penerapan kurikulum bersifat fleksibel, tetapi bagi para fasilitator ungkapan fleksibel tersebut memiliki kesulitan tersendiri dalam realisasinya. Belum lagi, anak-anak SALAM sendiri juga kesulitan dalam memenuhi indikator belajar baik dalam kemampuan menulis, berhitung maupun analisis konteks. Dalam workshop evaluasi para fasilitator, masalah indikator ini sering kali sekali diangkat. Soal legalitas SALAM juga ada cerita tersediri. Ada orangtua yang mempertanyakan jaminan anak-anaknya setelah lulus dari SALAM apakah bisa masuk ke sekolah pada umumnya. Namun ada pula orangtua yang justru khawatir jika SALAM melegalkan statusnya justru akan ada campur tangan dan beban administrasi yang menyibukkan para fasilitator sehingga tanggung jawab pedagogisnya menjadi terbengkalai. SALAM kemudian berupaya menjalin komunikasi dengan Diknas, selain melalui penjelasan langsung berkaitan dengan proses pendidikan yang diselenggarakan, SALAM juga menjalin komunikasi dengan mengundang Diknas dalam setiap kegiatan SALAM supaya dapat melihat lebih dekat proses pembelajaran yang berlangsung di SALAM. Sejauh ini, menurut SALAM Diknas bisa diajak bekerja sama dengan cukup baik. Angkatan pertama SD SALAM bisa mengikuti Ujian Akhir Nasional UAN pada tahun 2014 kemarin. SALAM pun bisa mempersiapkan dokumen- dokumen yang diwajibkan oleh negara. Para pengurus SALAM menyatakan bahwa mereka juga berupaya untuk memenuhi administrasi sejauh yang memang diperlukan dan relevan dengan proses pembelajaran. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI